UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

Admin
UTC
14 kali dilihat
0 kali dibagikan

Now, to the new parents out there....

 

Meet: UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan 

Calling out ayah bunda, working moms, kaum perempuan, dan of coursedads di seluruh Indonesia. Kali ini kita mau bahas soal Undang-Undang yang kemaren banget disahkan di DPR yang mengatur soal kamu dan keluarga kecilmu nih, guysYep, it’s called UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Yang menarik di UU ini adalah, ibu melahirkan bisa cuti sampe 6 bulan. Ayah pun bisa dapat tambahan cuti!


Tell. Me. Everything. 

Sure. Jadi, as we all know masalah kesejahteraan ibu dan anak tuh kan masih jadi PR penting yang harus segera dikelarin ya. Mulai dari anak terlantar, anak kurang pengasuhan, ibu tunggal yang dilema antara kudu kerja atau ngurusin anak, dsb. Oh, not to mention berbagai akses dukungan buat orang tua baru yang sampai saat ini masih sangat terbatas. Padahal, kita juga tahu negara ini akan menuju Indonesia Emas di tahun 2045 mendatang. Nah pertanyaannya, gimana caranya Indonesia bisa ‘emas’ kalau generasi penerus bangsa aja nggak diperhatikan?


So, what is their action?

Yaitu dengan menghadirkan undang-undang yang bisa menjawab semua masalah di atas, guys. Yang bisa mengangkat harkat dan martabat para ibu, bisa meningkatkan kesejahteraan mereka, plus menjamin tumbuh kembang anak sejak awal kehidupan mereka. Makanya, pemerintah melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama DPR RI akhirnya come up dengan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Fase Kehidupan.


Wow that ‘Seribu Hari Pertama Kehidupan’...

Sounds legit, rite? UU ini yang kemaren banget disahkan oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani. Nah dalam perjalanannya, UU ini awalnya emang secara general membahas Kesejahteraan Ibu dan Anak doang, guys. Tapi sama Panitia Kerja yang bertugas, UU ini kemudian disepakati spesifik ngomongin “Anak pada Fase 1.000 Hari Pertama Kehidupan”. Nah, 1.000 harinya diitung dari kapan? Well, kalau menurut DPR sih, 1.000 hari pertama ini diitung sejak terbentuknya janin dalam kandungan, sampai ntar si anak berusia dua tahun.


Okay. Now, tell me what this UU is about. 

Banyak, guys. Adapun yang di-highlight di sini adalah soal Hak Ibu, terutama hak cuti melahirkanWell, to give you a better context, dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 82 ayat (1) tuh legit menyebut pekerja perempuan berhak dapat cuti 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan kan. Nah di UU yang kemaren disahkan, aturannya nggak lagi begitu, guys. Ibu melahirkan bahkan bisa cuti sampai enam bulan.


Enam bulan??

Iya. Dijelaskan di Pasal 4 ayat (1) dan (2), ibu melahirkan tuh disebut berhak mendapat cuti paling cepat tiga bulan pertama dan paling lama tiga bulan berikutnya. Kalau ditotal ya, enam bulan tuh. Terms and conditions applied sih, kalau mau extend cuti, harus dibuktikan dengan surat keterangan dokter dulu, guys. Ada “kondisi khusus” bahasanya.


I see….

Nggak sampai di situ, di pasal berikutnya yaitu pasal 5, dijelaskan juga bahwa ibu yang lagi cuti melahirkan tuh nggak bisa diberhentikan dari pekerjaannya. Mereka juga tetap berhak mendapatkan upah secara penuh di tiga bulan pertama sampai bulan keempat, dan upah 75% di bulan kelima dan keenam.


I heard si ayah juga dapat cuti ya? 

You heard it right. Nggak cuma cuti buat si ibu, UU ini juga mengatur soal suami yang berhak dapat cuti buat nemenin istrinya melahirkan. Yep, di Pasal 6, dijelasin begini: “Suami berhak mendapatkan hak cuti pendampingan istri pada masa persalinan, selama dua hari, paling lama tiga hari sesuai dengan kesepakatan." Perhatiin di situ: 'Sesuai dengan kesepakatan’ ya. Jadi ya si ayah harus koordinasi dulu sama kantor kalau mau extend cuti, guys.


Pls kita butuh didampingi suami….

Can't agree more. Yang harus kamu tahu adalah, UU ini tuh juga menjelaskan bahwa suami berhak mendapatkan waktu yang cukup buat mendampingi istri dan anak dengan tiga alasan: Si istri mengalami masalah kesehatan atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran. Terus, kalau si anak mengalami masalah kesehatan atau komplikasi, si ayah juga berhak waktu yang cukup tadi, gengs. Atau, kalau istri atau anaknya meninggal dunia, suami juga berhak waktu yang cukup.


Ok, so how does everyone react to this? 

Well, soal itu, ada pro kontra di sini, guys. First stop, let’s hear it fromKomnas Perempuan. Komisioner mereka, Theresia Iswarini, menyebut pihaknya mendukung banget ada cuti ayah ini, guys. Secara, dengan adanya si ayah yang mendampingi, hal ini bakal membangun sebuah ruang aman bagi perempuan dan keluarga, guys, di mana si ayah bisa paham situasi perempuan pascamelahirkan tuh gimana.


Can’t agree more…

Indeed. Nggak sampe di situ, Komisi Perlindungan Anak Indonesia aka KPAI juga mendukung si cuti ayah ini. Disampaikan oleh Komisioner mereka, Jasra Putra, dengan adanya cuti ayah, diharapkan bakalan ada peran kuat dan bonding yang dilakukan ayah terhadap anaknya. Se-simple menggendong, mandiin, gantiin popok, tuh menurut Bang Jasra bakal berperan dalam tumbuh kembang si anak.


So, everyone agrees?

Not really. Kayak yang tadi kita bahas, ada pro kontra dalam disahkannya UU ini, guys. Bahkan sejak masih dibahas dalam RUU kemaren. Adapun kalau dari pov karyawan perempuan nih yah, karyawan perempuan ngerasa posisinya di industri kerja bakal makin digerus sama laki-laki, guys. Ya logika aja, perusahaan mana yang rela karyawannya cuti panjang, nggak kerja sama sekali, tapi tetap dibayar. In that sense, para perempuan menganggap ke depannya, perusahaan bakal nyarinya karyawan laki-laki aja Makin susah lah kesempatan perempuan buat berkarier.


:((((( 

Hal ini yang dari beberapa waktu lalu udah diwanti-wanti sama Asosiasi Pengusaha Indonesia aka Apindo, gengs. Karena menurut Apindo, cuti enam bulan tuh bakal berdampak ke kekosongan posisi di perusahaan. Iya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan mereka, Anton Supit menyebut perusahaan bakal kalang kabut kalau ada pekerja, apalagi di posisi penting, let’s say manajer gitu ya, tapi cuti enam bulan. Nggak mungkin dibiarin kosong dong. Terpaksa kan perusahaan harus cari penggantinya lagi. Jadi, yaa ribet lah.


Susahnya jadi perempuan, hiks. Wrap it up, pls

FYI, delapan fraksi di DPR saat ini tuh diketahui menyetujui UU ini, gengs. Adapun dari delapan fraksi yang ada, cuma PKS yang menyetujui dengan catatan. Jadi ya gitu, setelah resmi disahkan jadi Undang-Undang, sama kayak UU lainnya, setelah disahkan di DPR, Undang-Undang ini bakal dikirim dulu ke Istana untuk kemudian ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Setelah Presiden nge-sign, baru deh UU itu legit dapat berlaku sesuai keputusannya.

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.