UKT Tinggi Jadi Beban Masyarakat

Admin
UTC
8 kali dilihat
0 kali dibagikan

When you think "Kuliah itu mahal"....

It is.

Yep, let's agree, kuliah emang mahal, guys. Sekalipun di perguruan tinggi negeri aka PTN, biaya kuliah sekarang naik berkali-kali lipat. Dan ini nggak cuma terjadi di satu dua kampus doang, tapi sejumlah kampus di Indonesia rame-rame menetapkan UKT aka Uang Kuliah Tunggal yang tinggi ke para mahasiswanya. Hal ini ofc jadi beban dong buat masyarakat. Lantas, gimana respons pemerintah mengenai hal ini? Yuk kita bahas.


Background pls. 

Sure. Gini gini, Buat kamu yang sekarang masih kuliah atau udah alumni dari kampus negeri di Indonesia, UKT yang harus kamu bayar dulu ada di angka berapa coba? Rp3 juta? Rp4 juta? Sesuai sama kemampuan orang tua lah ya. Di mana emang dari jaman maba udah ditentuin tuh kita tergolong di kelompok UKT berapa. Bahkan sampe melampirkan berbagai berkas kayak slip gaji orang tua, tagihan listrik, tagihan air, dll. Iya kan? The thing is, despite kondisi ekonomi masing-masing mahasiswa, sejumlah universitas sekarang justru rame-rame menaikkan besaran UKT yang harus dibayar mahasiswa, guys.


Kok gitu?

Well, by default, kampus tuh menentukan besaran UKT dengan mempertimbangkan banyak hal, sambil tetap berpedoman ke peraturan pemerintah. Nah, awal tahun lalu, Mendikbud Ristek Mas Menteri Nadiem Makarim baru aja menerbitkan dua peraturan baru terkait UKT. Yaitu Permendikbud Ristek Nomor 2 Tahun 2024 dan Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 54/P/2024.


HMMMMM NADIEMMMMM.....

Adapun lewat dua peraturan ini, Mas Menteri menetapkan standar biaya operasional buat berbagai prodi di universitas berbagai wilayah, guys. Biaya operasional ini diketahui naik, dari yang awalnya ngikutin standar tahun 2019, sekarang jadi ngikutin standar tahun 2023. Nah karena standar biayanya naik, universitas di bawahnya puter otak dong gimana nih biar kita nggak boncos? Jawabannya, ya dengan naikin besaran UKT juga. Termasuk batas taraf atas di masing-masing prodi tuh dinaikin, guys.


Naiknya segimana dulu nih? 

Well, kita ambil contoh kasus di Universitas Sumatera Utara deh ya. Di USU, tepatnya di program studi Sastra Arab, pihak kampus menetapkan besaran UKT di range Rp500.000-Rp8.500.000. Padahal di tahun sebelumnya, UKT buat Sastra Arab di USU tuh maksimal banget cuma di angka Rp5 juta, guys. Nggak cuma itu, buat prodi Pendidikan Dokter lebih gila lagi. UKT yang tahun lalu maksimal ada di Rp10 juta, tahun ini naik jadi Rp30 juta satu semesternya.


I heard something about UI….

Di UI case-nya juga agak laen nih, guys. Yep, selain bayar UKT yang eventually naik, mahasiswa baru jaket kuning yang lulus dari jalur Seleksi Mandiri juga diharuskan membayar Iuran Pengembangan Institusi aka IPI. Semacam uang pangkal gitu lo di luar UKT. Dibayarnya sekali doang pas awal kuliah, dan didasarkan atas data sosio ekonomi masing-masing mahasiswa. IPI di UI ini dibagi jadi empat kelompok dengan besaran yang beragam. Kayak di FH tuh, IPI paling tingginya ada di angka Rp98 juta. FK ya jangan ditanya. IPI paling tingginya Rp161 juta!


Yang bener aja... rugi donk??

Iya, PR doi emang nih kalo udah dilantik nanti. Nah gara-gara kenaikan UKT ini, mahasiswa di sejumlah universitas menggelar protes, sampai melakukan aksi ke rektorat masing-masing. Mulai dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Sumatera Utara, Universitas Riau, UIN Jakarta, sampai Universitas Indonesia. Karena ya itu tadi, UKT mereka dinilai terlalu tinggi dan kebijakan baru yang ditetapkan dinilai nggak berpihak ke mahasiswa sama sekali. Cuma ya gitu, jawaban pihak kampus ya template, “Udah ngikutin peraturan pemerintah,” gitu lah.


HMMM. Terus pemerintah responsnya gimana? 

Well, pemerintah, melalui Kemendikbud Ristek bilangnya gini nih: “It’s not it." Yep, disampaikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbud, Abul Harris, PTN tuh jangan naikin UKTguys. Tapi buka ruang atau tambah lagi kelompok UKT-nya yang bisa mengakomodasi latar belakang ekonomi mahasiswa yang sangat beragam itu. Lebih jauh, Pak Harris juga bilang, “Azas berkeadilan menjadi kunci, yaitu dengan mememukan titik ekuilibrium antara willingness to pay dan ability to pay. Untuk itu penetapan UKT mahasiswa harus bijaksana dan hati-hati."


Ngemeng opo...

Well, yaudah kita denger dulu deh dari pengamat kebijakan pendidikan sekaligus guru besar UPI, Cecep Darmawan. Beliau sih ngeliatnya dua peraturan pemerintah yang baru tadi tuh nggak bisa serta merta diartikan UKT harus naik, guys. Maksudnya, kalau biaya operasional prodi naik, Prof. Cecep ngeliatnya ya itulah fungsi perguruan tinggi sebagai entrepreneurship university. In that sense, kampus tuh harusnya bisa explore “Dari mana lagi nih kita dapet duit?” Misalnya riset, inovasi, hak paten, dll. Itu kan bisa jadi income. Cuma ya, cara paling instan dan mudahnya ya… Naikin UKT, guys. Bebankan ke mahasiswa.


...

We know rite. Sebenarnya kalau mau ditarik lebih jauh lagi, keputusan berbagai kampus naikin UKT dan dibebankan ke mahasiswa tuh nggak terlepas dari programnya Mas Nadiem, which is Kampus Merdeka. Dalam skema Kampus Merdeka, sejak 2020 lalu, berbagai universitas negeri di Indonesia tuh udah didorong buat bertransisi jadi Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum aka PTN-BH, gengs. Adapun sampai saat ini, sebanyak 21 PTN mulai dari UI, UGM, ITB, IPB, UB, dll udah berstatus sebagai PTN-BH, gengs.


Hubungannya sama UKT? 

Nah dengan statusnya sebagai PTN-BH, kampus-kampus ini punya otonomi penuh buat ngurusin ‘dapur’nya sendiri. Termasuk mengelola keuangannya sendiri. Secara pendapatan yang mereka dapatkan juga dikategorikan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak aka PNBP. That being said, universitas jadi punya power nih buat buat menentukan tarif UKT mahasiswanya di luar yang ditetapkan pemerintah.


Makin kapitalis aja negara ini w liat-liat...

Iya, padahal katanya pendidikan hak dasar warga negara, huft. Anyway guys, hal ini kemudian mengundang Anggota DPR RI dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus untuk berkomentar. Menurutnya, emang perlu ada evaluasi dan kajian yang mendalam terhadap otonomi dan pendanaan PTN-BH ini, guys. Pokoknya gimana caranya kampus-kampus ini tetap bisa terjangkau deh sama masyarakat luas. That being said, DPR RI disebut bakal segera memanggil pihak Kemendikbud Ristek buat diskusi lebih lanjut terkait masalah ini, biar ada solusi juga dari UKT mahasiswa yang tinggi ini.


Got it. Anything else? 

FYI, kamu tahu nggak apa lagi yang menyebabkan UKT bisa tinggi setinggi harapan orang tua? Yak, praktik korupsi. Hal ini disampaikan oleh pengamat pendidikan, Ina Liem. Menurut Ina, ekosistem pendidikan sekarang jadi terhambat gara-gara mental korup di perguruan tinggi yang besar. Mulai dari pemerintah pusat, daerah, sampai oknum di dalam perguruan tinggi itu sendiri. Kayak, ada duit tapi nggak masuk ke kampus, masuknya ke kantong pribadi. On another note, jumlah orang Indonesia yang kuliah tuh cuma 6,52%. Masih rendah banget. Jadi yakin, Mas Menteri mau mendorong kampus-kampus buat naikin UKT?

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.