TNI Masuk Jabatan Sipil

Admin
UTC
0 kali dilihat
0 kali dibagikan

Who's singing: I think I've seen this film before...

Taylor Swift? Ben Iver?
Nope. All of us. Ngerasa ga sih kalo belakangan ini, makin banyak anggota TNI yang masuk di jabatan sipil? Terus, rasanya kayak apa? Yep, kayak Indonesia di era Orde Baru yang udah selesai sejak 27 tahun lalu. Sebenernya guys, namanya masa lalu harusnya udah aja ditutup rapat-rapat ya, apalagi yang... sounds not quite right. But, now we're on reverse. Hal ini terlihat dari pelantikan Letnan Jenderal (Letjen) Djaka Budhi Utama sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai pada Jumat (23/5). Pelantikan ini dipimpin langsung oleh Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati di Kantor Kemenkeu Jakarta.

Tell me about it.
OK, nggak sendirian, Letjen Djaka dilantik bersama 22 pejabat lain dalam struktur baru Kemenkeu yang ditetapkan sama Presiden Prabowo. Menurut keterangan lebih lanjut dari Bu Menkeu, penugasan Letjen Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai bermaksud agar bisa mengatasi kegiatan-kegiatan ilegal yang menyalahi aturan supaya penerimaan negara bisa meningkat. Tapi, satu hal yang jadi sorotan banyak pihak adalah background story dari Letjen Djaka Budi Utama sendiri. Back then, Letjen Djaka adalah anggota TNI yang pernah terlibat dalam kasus penculikan aktivis pro-Demokrasi mendekati momen reformasi 1998 sebagai bagian dari Tim Mawar.

HAH?
Yes. So, a little reminder, menjelang reformasi 1998, Tim Mawar nih termasuk unit kecil dalam Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD bentukan Mayor Infanteri Bambang Kristiono. Tim mawar inilah yang diduga menculik 22 orang aktivis pro-demokrasi yang 13 di antaranya sampai saat ini masih dinyatakan hilang. Tim ini dipimpin oleh Pak Prabs (yep, that guy) dan anggotanya ada 11 orang termasuk salah satunya Letjen Djaka Budhi Utama ini, gaes. Makanya ga heran kalo pemilihan Letjen Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai ini dikaitkan dengan kedekatannya sama Presiden Prabowo Subianto.

Iya sih, apppfa boleh?
Nggak boleh sebenernya, guys. Karena dalam Pasal 47 UU No.34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI), ada 14 kementerian/lembaga yang berkaitan sama kemiliteran, tapi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai engga ada di antaranya. Selain itu, dalam Pasal 47 ayat 2 juga tertera jelas prajurit bisa menduduki jabatan sipil lain setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Nah, terus gimana sama Letjen Djaka Budhi Utama yang aktif menjabat Sekretaris Utama Badan Intelijen Negara (BIN) sejak Oktober 2024 ini?

Berarti menyalahi undang-undang dong???
Hmmm your call lah. Tapi kalo menurut keterangan dari Kepala Pusat Penerangan TNI, Mayjen Kristomei Sianturi pada Jumat (23/5), Letjen Djaka udah mengajukan pengunduran diri dan ikut proses pensiun dini di awal Mei 2025 sesuai ketentuan yang berlaku. Nah, per tanggal 14 Mei 2025, Letjen Djaka sudah enggak lagi berstatus sebagai prajurit TNI aktif dan sudah resmi memasuki masa pensiun dini. Later on, penugasan Letjen Djaka di lingkungan sipil sepenuhnya dilakukan setelah yang bersangkutan udah enggak aktif sebagai anggota militer.

Tetep sus sih...

Yes. Kalo menurut pendapat dari Asri Widayanti dari Transparency International Indonesia (TII), penunjukan Letjen Djaka yang punya kedekatan sama Presiden Prabowo ini sarat sama conflict of interest. Lebih lanjut, Asri menyatakan kalau penunjukkan yang menabrak prinsip tata kelola pemerintahan yang baik sama aja kayak bentuk korupsi or jalan menuju korupsi. Meanwhile, menurut pengamat militer, Aris Santoso, penunjukan perwira TNI aktif sebagai dirjen bea cukai ini bisa mencederai citra pemerintahan yang penuh kompetensi dan meritokrasi yang mau dibangun sama Presiden Prabowo.

Amen to that...
Yep, kalo menurut Aris, Kemenkeu tuh salah satu kementerian yang punya syarat kompetensi yang tinggi banget. Nggak bisa sembarangan orang bisa menjadi bagian atau bekerja di dalamnya. That's why ada kampusnya tersendiri yaitu Sekolah Tinggi Akuntasi Negara (and that's why... your PNS friends have been calling it "Kementerian Sultan"). Meski begitu, Aris menyoroti penunjukan tentara aktif buat menduduki jabatan strategis sipil bukan hal yang baru. Kalo zaman orba dulu, ini jadi salah satu bagian dari konsep dwifungsi ABRI.

Iya, tapi ga mau balik ke zaman orba karena banyak pelanggaran HAM...
Makanya guys, kalo menurut organisasi pemantau HAM Imparsial, penunjukan Letjen Djaka sebagai Dirjen Bea Cukai bisa dianggap mencederai penegakan HAM di Indonesia. Dalam catatan mereka, Djaka Budi Utama adalah salah satu mantan terpidana pelanggar HAM kasus penculikan aktivis HAM 1997-1998. Selain itu, Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra menyebut bahwa pengangkatan Letnan Djaka sebagai pejabat pemerintahan seolah makin menjauhkan harapan atas keadilan bagi keluarga korban.

I also heard something about Detik...
Nah ini juga. Kamu udah denger belum soal intimidasi ke penulis artikel opini di Detikcom? Nah, artikel opini yang berjudul "Jenderal di Jabatan Sipili: Di Mana Merit ASN?" yang ditulis oleh YF pada Jumat (23/5). Menariknya, ga lama naik, tulisan ini kemudian dihapus karena alasan keselamatan. Geger lah warga waktu tau kalau YF sempat mengalami teror fisik dari dua orang yang enggak dikenal. Sebelumnya, tercantum kalau penghapusan artikel dilakukan atas rekomendasi Dewan Pers. Namun, pernyataan itu akhirnya dikoreksi oleh redaksi dengan menyatakan kalau penghapusan artikel dilakukan atas permintaan penulisnya sendiri.

HAH, terus respons Dewan Pers gimana?
Dengan tegas, Dewan Pers menyatakan enggak pernah kasih rekomendasi atau permintaan ke Detikcom buat mencabut artikel opini itu. Lebih lanjut, Ketua Dewan Pers, Komarudin Hidayat, menyatakan kalau tiap pencabutan berita harus dilakukan secara transparan agar enggak memicu spekulasi dan menjaga akuntabilitas media. 

... Jadi menurut Prof Komar Detik boong?

At this point we're as confused as you are. Yang pasti Dalam kesempatan yang sama, Dewan Pers juga mengecam dugaan intimidasi terhadap penulis opini yang mengkritik pengangkatan jenderal TNI untuk mengisi jabatan sipil. Sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, Dewan pers mengimbau agar semua pihak menghindari penggunaan kekerasan atau tindakan main hakim sendiri dalam menyikapi kritik atau opini publik.

I see. Anything else?
Yes, merespons soal dugaan intimidasi terhadap penulis artikel opini di Detikcom, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan menyesalkan dan mengecam keras tindakan teror juga intimidasi terhadap warga negara yang menyampaikan kritiknya atas kebijakan negara. Selain itu, dalam keterangan tertulisnya pada Minggu (25/5), Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M. Isnur, enggak hanya soal satu artikel opini yang dihapus. Tapi, dugaan adanya upaya sistematis buat membungkam kritik publik pada penguasa.

Semakin ke sini kok makin ke sana, ya...

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.