First stop: the hashtag #KaburAjaDulu that everyone's been considering lately...
Nope, bukan ninggalin pacar, ninggalin kerjaan, atau ninggalin messages unread, tapi ninggalin negeri ini. Yep, kamu pasti sadar kan bahwa banyak hal belakangan ini yang kerasa nggak kondusif? Ekonomi kerasa makin berat, kebijakan pemerintah yang rasanya ga bijak, sampe ketakutan kita akan masa depan yang makin suram. Makanya, di sela-sela situasi yang quite stressful ini, muncul tagar #KaburAjaDulu yang ramai-ramai dibahas di media sosial X, nih. Apa sih maksudnya?
Tell me.
Alright. Kamu pastinya ngeh bahwa belakangan ini, banyak banget carut marut kebijakan pemerintah yang bikin kamu kayak: Ini serius nih 58% warga milih mereka? Yep, mulai dari kenaikan PPN yang mencekik, kebijakan lingkungan yang merusak (food estate, anyone?) efisiensi yang tapinya kok... malah banyak stafsus, sampe yang baru ini terjadi, kebijakan distribusi gas melon yang berubah-ubah. Nah karena udah lelah banget, makanya netizen memunculkan tagar #KaburAjaDulu di media sosial X ini membahas gimana cara kabur buat cari peluang studi atau kerja di luar negeri. Pokoknya kemana aja yang dirasa pasti bakal lebih baik daripada bertahan dan menghadapi kehidupan di Indonesia these days.
I see...
Well, emang enggak ada jaminan juga kalau pergi mengadu nasib ke negeri orang semua bakal berjalan mulus-mulus aja, sih. Tapi, naiknya tren dan tagar #KaburAjaDulu jadi semacam ungkapan frustasi para generasi muda soal situasi yang sulit, timpang, juga minimnya opportunities di Indonesia. Lewat medsos juga, kritik disampaikan dalam berbagai bentuk, mulai dari poster, infografis, cuitan, meme, hingga video parodi. Di balik ekspresi kekecewaan yang lucu dan menghibur, banyak yang akhirnya relate dengan situasi saat ini.
Jadi kayak, mau kabur ke mana nih?
Ya bebas. Jadi, in a nutshell, tagar ini bahas soal kalo ke negara lain dulu, kita bagusnya ke mana, lalu ngapain, terus tipsnya apa aja, gitu-gitu. Dari tagar itu muncul deh conversation soal jadi imigran di negara orang, tips cara survive, paspor mana yang powerful, bahkan sampe ada yang nge-share foto Pak Presiden Prabowo himself yang sempet #kaburajadulu ke Jordania pas ada issue di tanah air.
I see. Any comments about this trend?
Of course, menurut Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, keputusan buat pergi dan bekerja di luar negeri adalah hak tiap warga negara. Tapi, lebih lanjut, dalam keterangan pers pada Kamis (13/2), Judha menekankan hal itu sah aja buat dilakuin asal lewat prosedur yang legal dan sesuai aturan. Berdasarkan data kasus WNI yang ditangani Kemlu, ada sekitar 67.297 kasus yang mayoritasnya merupakan pelanggaran keimigrasian. Dari situ bisa terlihat bahwa masih banyak WNI yang bekerja di luar negeri tapi nggak melalui jalur yang resmi.
Why does it have to be legal?
Well, jalur resmi ke luar negeri pastinya bakal mastiin tiap WNI terpenuhi hak dan perlindungannya. Bayangin aja kalau misalnya kamu kerja di luar negeri dengan jalur ilegal, bakal susah buat pemerintah buat membantumu kalo ada masalah di kemudian hari. Penting banget buat siapa pun yang berencana kerja di luar negeri buat punya visa kerja, tanda tangan kontrak awal yang jelas, sampai informasi tentang kredibilitas perusahaan yang mempekerjakan. Duh, jangan sampai berakhir jadi korban scamming. Nggak hanya bakal rugi uang tapi tinggi juga risiko terjebak di sindikat kejahatan internasional.
So ironic...
Selain perwakilan Kemlu RI, respon soal tren #KaburAjaDulu juga datang dari Anies Baswedan. Tanggapan Abah Anies soal tren ini cukup bisa jadi perenungan banyak pihak. Dalam postingan Instagram-nya pada Jumat (14/2), abah membahas tentang cara mencintai Indonesia yang menurutnya nggak hanya ketika semua terasa baik-baik aja. Di sisi lain, Pak Anies juga bilang kalau rasa lelah dan kecewa melihat situasi belakangan itu wajar, tapi harus sabar dan nggak boleh menyerah buat terus berusaha mencintai negara kita.
Tapi, seriusan mulai capek nggak sih?
Yep, memang nggak bisa dipungkiri, sih. Tren ini muncul karena orang-orang merasa resah dengan pemberitaan kurang menyenangkan yang muncul silih berganti soal negara kita. Ternyata situasi ini memang bisa memicu brain drain, ketika banyak kaum intelektual dan terampil yang pergi ke luar negeri untuk mengadu nasib di negara orang. Menurut Dosen Psikologi Universitas Sanata Dharma (USD) Jogja, Albertus Harimurti, tren #KaburAjaDulu adalah sesuatu yang rasional dan nggak ada hubungannya sama nasionalisme seseorang. Moreover, kekecewaan dan perasaan marah warga yang terus tertumpuk bisa memicu burn-out juga, gaes.
Terus, apa kata kementerian terkait?
Merespons tren #KaburAjaDulu, Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, menyoriti sisi baik dan positifnya. Katanya sih ya silakan aja kabur, tapi jangan lupa meningkatkan keterampilan sama kemampuannya lebih dulu. Kalo hal itu sudah diupayakan, maka kemungkinan besar pekerja migran asal Indonesia bakal disambut baik dan bisa punya karir yang menjanjikan di luar negeri. Lebih lanjut, KemenP2MI juga berjanji bakal hadir dan membantu masyarakat buat ningkatin kompetensi supaya keinginan bekerja di luar negeri bisa terwujud. Pokoknya harus ada kesadaran buat mendukung kompetensi dan kapasitas diri sebelum benar-benar 'kabur' meninggalkan tanah air.
... Anything else?
Yes, Psikolog Anak, Kak Seto Mulyadi, menyoroti penggunaan istilah #KaburAjaDulu yang sedang ngetren belakangan. Kak Seto bilang kalau penggunaan kata 'dulu' dalam tagar bisa diartikan sementara atau nggak selamanya. Jadi, kak Seto menilai kalau tren ini nggak harus dilihat selalu dari sisi negatif. Selama itu dilakukan dengan cara yang benar, legal, dan berpeluang membawa kesuksesan bagi anak bangsa, maka sah-sah aja. Intinya meski berhadapan dengan situasi yang buruk, upaya untuk bisa tetap kreatif bertahan hidup harus diapresiasi.