First stop, Rapor Kinerja 100 hari Pemerintahan Prabowo-Gibran
The good and the bad.
Yep, guys, nggak kerasa udah 100 hari pertama pemerintahan Prabowo-Gibran yang tepat jatuh di hari Selasa (28/1). Presiden Prabowo Subianto bersama jajarannya di Kabinet Merah Putih menggelar Sidang Kabinet Paripurna di Istana Kepresidenan Jakarta pada Rabu (22/1) sore.
Tell me more.
Alright, sidang kabinet paripurna ini jadi agenda perkumpulan besar pertama pemerintah yang digelar di 2025, guys. Sidang ini dihadiri menteri dan juga wakil menteri yang kompak mengenakan baju kemeja putih-putih. Dalam keterangannya ke Pers pada Rabu (22/1), Menteri Hukum Supratman Andi Agtas bilang bahwa rapat tersebut berkaitan dengan arahan Presiden Prabowo kepada kabinet. Yep, setelah sampai di 100 hari pertama pemerintahan, banyak ekspektasi dan juga penilaian terhadap kinerja pemerintah. Selain hasil survei litbang Kompas dengan angka kepuasan publik yang tinggi, ada juga rapor dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS).
Gimana tuh hasilnya?
Okay, CELIOS merilis rapor pemerintahan Prabowo-Gibran, nih, guys. Metodologi yang dipakai adalah expert judgement, melibatkan 95 jurnalis dari 44 lembaga pers Indonesia yang berwawasan mendalam tentang kinerja pemerintah. Dari penilaian lembaga riset itu, Presiden Prabowo dapat nilai 5/10, sedangkan Wapres Gibran dapat nilai 3/10. Hasil rapor CELIOS secara mendetail yaitu: 74% responden menilai kalau hanya sebagian janji kampanye yang berhasil; 88% responden setuju kalo Kabinet Merah Putih dirombak; 52% responden kecewa dengan tata kelola anggaran, dan 46% responden melihat kalau koordinasi antarlembaga nggak berjalan optimal.
Well. Go on...
Alright, dalam rapor CELIOS itu, ada lima menteri yang dinilai punya kinerja terburuk, di antaranya: Natalius Pigai (Menteri HAM); Budi Arie Setiadi (Menteri Koperasi); Bahlil Lahadalia (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral); Yandri Susanto (Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal); juga Raja Juli Antoni (Menteri Kehutanan).
HMMM...
Soal hasil ini, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal menyebut bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran emang udah berhasil menciptakan citra prorakyat lewat pendekatan populis. Hal itu tercermin dalam pidato-pidato Presiden Prabowo yang menyinggung isu prorakyat, seperti pemberantasan korupsi, upaya penegakkan hukum, juga keberpihakan pemerintah ke golongan kecil. On the other side, hasil survei yang nunjukkin kalo tingkat kepuasan publik di bidang ekonomi tinggi ternyata nggak selalu sesuai realita, lo.
Kok bisa gitu?
Yep. Menurut pendapat Ekonom UGM, Akhmad Akbar Susamto, sebagian besar masyarakat nggak bener-bener ngerti dan paham soal indikator ekonomi. Terlebih nggak mudah juga buat mengakses data-data terkait itu secara bebas. Alhasil, penilaian yang dihasilkan atas kinerja pemerintah jadi subjektif dan nggak mencerminkan permasalahan ekonomi serius yang terjadi di tengah masyarakat. Furthermore, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, nambahin kalo ada faktor psikologis masyarakat Indonesia yang punya kecenderungan mudah bersyukur.
So, what's next?
Well, menurut Pakar Hukum Pidana Universitas Katolik Parahyangan, Agustinus Pohan, Pemerintahan Prabowo-Gibran masih punya PR yang harus diberesin nih, khususnya dalam hal reformasi hukum yang menyeluruh. Masih banyak para penegak hukum yang malah terang-terangan melanggar hukum yang berjalan. Lebih lanjut, Agustinus mengingatkan kalo reformasi hukum cuma bisa tercapai dengan cara memulai perekrutan aparatur lembaga penegak hukum yang sincere dalam bekerja.
Kalo soal lingkungan gimana lingkungan...
Kalo soal itu, pemimpin organisasi lingkungan Greenpeace.org Leonard Simanjuntak justru ngeliatnya gagasan kedaulatan pangan dan energi era Prabowo sebagai ilusi. Gimana nggak? Misalnya aja nih, rencana pembukaan hutan seluas 20 juta hektar di Indonesia untuk lahan sawit benar diwujudkan maka akan makin banyak pembukaan lahan yang bisa memicu produksi emisi karbon tinggi. Not only that, ada risiko tambahan kebakaran hutan yang nantinya bisa memicu kabut asap yang membahayakan lingkungan sekitar.
HAH banyak benerrr???
Iya, guys. Terus nih, as if wacana 20 juta hektar lahan sawit baru cukup ngerusak alam kita, Presiden Prabowo pada Selasa (21/1) nerbitin Peraturan Presiden (PP) Nomor 5 Tahun 2025 soal Penertiban Kawasan Hutan yang sama problematiknya. Yep, berdasarkan PP itu, Menteri Pertahanan dan TNI ditunjuk buat ngurus penertiban kawasan hutan. Situasi ini dianggap berpotensi nambah daftar panjang tindakan represif negara ke masyarakat adat dan lokal di sekitar hutan, guys.
Geez...Anything else?
Yes. Presiden Prabowo juga udah merintahin ke jajarannya buat berhemat dengan target efisiensi anggaran sampai Rp306,69 T, dengan rincian anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp256,1 T dan transfer ke daerah sebesar Rp50,59 T. Perintah efisiensi ini termuat dalam Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 yang berlaku sejak Rabu (22/1). Dari efisiensi anggaran ini diharapkan akan ada tambahan dana sebesar Rp100 T buat dukung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang sudah berjalan sejak Senin (6/1).