Program Pendidikan Dokter Spesialis, Efek Samping AstraZeneca, Israel Melarang & Menutup Media Al Jazeera, Perempuan Disarankan Makan Lebih Banyak Protein

Admin
UTC
9 kali dilihat
0 kali dibagikan

Good morning

Tuesday is here everyone. And, we know what you’re thinking… the long weekend is already in your mind, isn’t it? Well, we won’t blame you because we allll love that. Just plan your travels accordingly and in case you need things to talk about with your friends…

Impress them with your up to date info on: Dokter Spesialis

That just got an upgrade yesterday

Yep. Buat kamu yang bercita cita jadi dokter spesialis, sekarang aksesnya jauh lebih mudah, guys. Soalnya kemaren, Presiden Joko Widodo resmi meluncurkan yang namanya Program Pendidikan Dokter Spesialis aka PPDS berbasis rumah sakit. Program ini gratis, kamu bahkan juga digaji selayaknya karyawan rumah sakit. More on those, scroll down.

 

Tell. Me. Everything. 

Sure. Jadi guys, kayak yang sering kita bahas, masalah kesehatan di Indonesia tuh kan banyak banget ya. Salah satunya, kalau kata Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, kita tuh kurang banget jumlah dokter spesialis. Nggak cuma kurang jumlahnya, distribusi para dr. Sp. ini juga nggak merata di mana 59%-nya ada di Pulau Jawa. Dari sini, mikir dong sekurang apa emang? Kenapa bisa kurang? Dan apa yang bisa dilakukan buat memecahkan masalah ini?

 

Iya. Sekurang apa are we talking here?

Gini deh. Nggak usah jauh-jauh bandingin Indonesia sama negara-negara di Amerika dan Eropa ya, sesama ASEAN aja nih 11 negara, jumlah dokter di Indonesia tuh ada di peringkat sembilan dengan rasio 0,47 dokter dari 1.000 penduduk, literally nomor 3 dari bawah. Buat dokter spesialis, lebih kecil lagi angkanya, guys. Data dari Kementerian Kesehatan mencatat, per tahunnya kita cuma bisa mencetak sebanyak 2.700 dokter spesialis. Makanya nggak heran banyak wilayah yang ngeluh nggak punya dokter spesialis, ya karena literally nggak ada. Padahal kata Pak Menkes, di daerah pun fasilitas kesehatannya udah ngga kalah sama di Jawa…

 

Kan jadi dokter spesialis susah…

Yak itu dia problemnya. Jadi dokter spesialis tuh susah, guys, draining, dan nggak jarang bikin depresi. Serius. Bayangin aja nih, kalau kamu dokter umum yang mau lanjut spesialis nih, spesialis apapun deh, kamu harus nyiapin duit banyak banget karena biaya pendidikan yang muahalll, tekanan di pendidikan yang berat *looking at you, senior-senior galak*, masa pendidikan yang panjang, hingga the fact that selama sekolah spesialis kamu ngga digaji. Yang ada kamu nombok buat kuliah dan againentertain hal-hal non-akademik. Nah sampai sini kebayang dong dokter umum yang mau lanjut spesialis tuh mikirnya ribuan kali, dan yang lagi sekolah juga banyak yang kena mental, guys.

 

:(( Terus gimana dong? 

Makanya, dari masalah-masalah di atas, pemerintah coba cariin solusinya nih. Dan sekarang udah ketemu. Baru aja diresmiin kemaren. Yep, everybody meet: PPDS Hospital Based. Dijelaskan oleh Menkes Budi, PPDS Hospital Based ini punya beberapa perbedaan sama PPDS yang selama ini berjalan di universitas. Kita jelasin sini.

 

Gimme all the details….

Sure. Jadi, kayak yang tadi dibahas, jadi dokter spesialis tuh modalnya gede ygy. Alias muahalll biaya sekolahnya ya. Nah lewat PPDS Hospital Based, mahasiswanya nggak perlu lagi tuh bayar biaya kuliah. Nggak perlu juga bayar uang angkal segala macem. Pokoknya gratis deh. Selain itu, karena ini hospital based, jadi para mahasiswanya bakal jadi tenaga kontrak gitu di rumah sakit. Nah karena jadi tenaga kontrak, maka mereka bakal dapat berbagai benefit kayak karyawan lainnya, salah satunya ya gaji bulanan.

 

Interesting… 

Belum selesai, beb. Menkes Budi juga bilang, dengan PPDS Hospital Based ini, di mana mereka jadi tenaga kontrak, mahasiswanya juga jadi lebih jelas statusnya. Dapat perlindungan kesehatan, dapat perlindungan hukum, jam kerja juga diubah sedemikian rupa, dan yang pasti, “Statusnya bukan pembantu,” kalau kata Pak Budi.

 

Semakin menarik….

We know rite. Cuma yang harus kamu tahu adalah, kuota program ini sekarang masih limited banget, dan cuma di beberapa rumah sakit aja, guys. Adapun disampaikan oleh Direktur Jenderal Tenaga Kesehatan Kemenkes RI, Arianti Anaya, kuotanya emang limited karena tenaga pendidiknya juga terbatas. Tapi at the same time, kita kan mau ngejar ketertinggalan nih. That being said, dokter-dokter umum di daerah 3T tuh sekarang jadi prioritas pemerintah buat ikutan program ini. Biar pengobatan dan penanganan pasien di daerah 3T jadi bisa keburu dengan adanya dokter spesialis.

 

Okay…

So in that sense, untuk batch pertama ini, ada sebanyak 38 kuota buat program ini, guys di mana ditempatkan di enam rumah sakit yang udah ditunjuk Kemenkes sebagai rumah sakit pilot dalam program ini. Enam rumah sakit tersebut, yaitu:

  • RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita program studi Jantung 6 kuota,
  • RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi Anak 6 kuota,
  • RS Ortopedi Soeharso: program studi Orthopaedi dan Traumatologi 10 kuota.
  • RS Mata Cicendo: program studi Mata 5 kuota.
  • RS Pusat Otak Nasional: program studi Saraf 5 kuota.
  • RS Kanker Dharmais: program studi Onkologi Radiasi 6 kuota.

Pls take a note ini tuh baru pilot-nya aja, guys. Ke depannya pihak Kemenkes bilang ada banget kemungkinan kuota ini ditambah sampai dua kali lipatnya dan dibuka buat lebih banyak dokter umum di Indonesia.

Got it. Anything else I should know?

 Intinya gitu sih, guysAnyways, while we’re here, kamu tahu dong beberapa waktu lalu heboh banget berita yang menyebut dokter yang lagi PPDS tuh rawan banget mengalami depresiguys. Bahkan sampai punya niatan buat suicide alias bunuh diri. Yep, dari survei yang dilakukan Kemenkes kemaren, ditemukan 22,4% mahasiswa PPDS tuh mengalami gejala depresi, 1,5% mengalami depresi sedang-berat, dan 0.6%-nya udah depresi berat. Mereka diketahui kelelahan, punya gangguan tidur, murung, putus asa, dan bahkan nggak pengen ngapa-ngapain. Makanya sekarang Kemenkes juga mau evaluasi terkait kondisi dalam program PPDS, at the same time melakukan pemeriksaan yang lebih lanjut terhadap mahasiswanya yang depressed ini.

Who’s just made a shocking announcement?

AstraZeneca on their Covid-19 vaccine

Guys masih inget nggak sih, pas pandemi kemarin tuh kalian dapet beberapa dosis vaksin Covid-19 demi membentuk imunitas atas wabah iin? Inget ga mereknya apa aja? Kamu juga masih nyimpen sertifikat vaksin atau masih punya aplikasi Satu Sehat alias Peduli Lindungi juga nggak? Kalo masih, better coba cek deh vaksin Covid-19 yang kamu dapetin kemarin merek apa. Soalnya sekarang ini lagi rame banget nih soal AstraZeneca yang baru aja bikin pengakuan bahwa vaksin Covid-nya tuh ternyata bisa nimbulin efek samping serius, guys.

 

HAH gimana-gimana?

Iyah jadi belum lama ini tuh, raksasa farmasi AstraZeneca untuk pertama kalinya mengakui bahwa vaksin Covid-19 yang mereka buat tuh ternyata bisa menimbulkan efek samping serius yang jarang banget terjadi. Pengakuan ini akhirnya mereka rilis dalam dokumen pengadilan pada kasus gugatan class action alias perwakilan kelompok yang dilayangkan 51 korban di Inggris, guys. Puluhan penggugat ini ngeklaim kalo mereka udah kehilangan teman dan keluarga akibat efek samping vaksin ini.

 

Emang efek sampingnya apa deh?

Jadi dari dokumen pengadilan yang dirilis AstraZeneca, mereka nyebutin kalo dalam kasus yang langka banget, vaksin Covid-19 miliknya tuh bisa nyebabin thrombosis with thrombocytopenia syndrome aka TTS. Buat yang nggak tau, TTS ini tuh merupakan sindrom langka yang ditandai dengan pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah, guys. Nah pasien yang menderita TTS bisa berpotensi mengalami stroke, kerusakan otak, serangan jantung, emboli paru, sampe amputasi.

 

Bjir, serem banget.

Yakan, makanya puluhan korban tadi tuh ya speak up dan menggugat AstraZeneca atas vaksin Covid-19 yang mereka edarkan. Orang pertama yang disebut mengalami efek dari vaksin produksi AstraZeneca bernama Jamie Scott. Sejak divaksin pada April 2021 lalu, doi lantas udah nggak bisa bekerja lagi karena ngalamin pembekuan darah yang berujung pada kerusakan pada otaknya. Nah sekarang ini, ada 51 penggugat udah mengajukan kasus ini ke Pengadilan Tinggi Inggris dengan meminta AstraZeneca memberikan ganti rugi hingga GBP100 juta atau sekitar RP2 triliun, guys.

 

Any statement from AstraZeneca?

Ofc ada dong. Meskipun pihaknya udah mengakui kalo dalam kasus yang sangat langka vaksin Covid-19 mereka memiliki efek samping TTS, pihak AstraZeneca tetep kekeuh kalo uji klinis vaksin mereka tuh aman dan cenderung memberikan manfaat yang lebih banyak ke orang-orang. Dalam statement-nya, pihak AZ bilang gini nih, “Patient safety is our highest priority, and regulatory authorities have clear and stringent standards to ensure the safe use of all medicines, including vaccines.”

 

Vaksin ini beneran aman nggak sih?

Harusnya sih aman ygy. Soalnya udah ada studi independen juga nih yang bilang bahwa vaksin Covid-19 AstraZeneca tuh efektif banget dan udah nyelamatin lebih dari enam juta orang di seluruh dunia dalam tahun pertama peluncurannya. World Health Organization aka WHO sendiri menjamin keamanan dan keefektifan vaksin AstraZeneca dari Juni 2022 lalu. Cuma ya gitu, ada laporan dari sejumlah kecil orang terkait efek samping pembekuan darah setelah mendapatkan vaksin AZ. Dari situ, Komite Gabungan Vaksinasi dan Imunisasi sempat menyarankan penggunaan vaksin AstraZeneca digunakan untuk orang di bawah 30 tahun aja.

 

Go on…

FYI, Medicines and Healthcare products Regulatory Agency (MHRA) udah mengkonfirmasi kalo ada 81 kematian terkait reaksi merugikan yang disebabkan oleh pembekuan darah pada orang yang juga punya trombosit rendah di Inggris, guys. MHRA sendiri juga bilang bahwa satu dari lima orang yang menderita penyakit ini tuh dilaporkan meninggal dunia. Dari situ, pemerintah Inggris sebenernya udah ngasih kompensasi dengan membayar sekitar GBP120 ribu ke 158 penerima vaksin AstraZeneca. Cuma buat para korban, jumlah ini masih dianggap nggak cukup.

 

Now I want to hear from our government.

Setelah rame soal kasus AstraZeneca ini, kemarin banget Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Nadia Tarmizi bilang bahwa efek samping vaksin Covid-19 AstraZeneca tuh cuma bertahan maksimal enam bulan setelah penyuntikan, guys. “Jadi kalau yang sudah lebih dari enam bulan mendapatkan vaksin AstraZeneca, kalau ada penyakit pembekuan darah, itu hampir bisa dipastikan bukan karena AstraZeneca,” lanjut Ibu Nadia.

 

Riil kah?

We hope so. Soalnya hal yang sama juga disampein sama Ketua Komnas Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (PP KIPI), Hinky Hindra Irawan yang bilang nggak ditemukan laporan kejadian TTS setelah pemakaian vaksin AstraZeneca di Indonesia. In his words, Pak Hinky bilang, “Selama setahun, bahkan lebih, kami amati dari Maret 2021 sampai Juli 2022. Kami lanjutkan lebih dari setahun karena tidak ada gejalanya, jadi kami lanjutkan beberapa bulan untuk juga supaya memenuhi kebutuhan jumlah sampel yang dibutuhkan untuk menyatakan ada atau tidak ada keterkaitan. Sampai kami perpanjang juga tidak ada TTS pada AstraZeneca.”

 

Got it. Anything else I should know?

Meskipun Kemenkes dan Komnas PP KIPI udah make sure kalo nggak ada temuan kejadian TTS akibat vaksin AstraZeneca di Indonesia, Senin kemarin Badan Pengawas Obat dan Makanan aka BPOM ngeluarin statement kalo vaksin AstraZeneca udah nggak beredar lagi di Indonesia. Laporan ini mereka rilis dalam laman resmi yang BPOM punya, guys. Di situ pihak BPOM juga akan memastikan kalo pemantauan terhadap keamanan vaksin AstraZeneca masih terus dilakukan sampe sekarang.

When ‘dark day for the media’ has come in Israel…

After Netanyahu Cs shut down Al Jazeera.

Another dark day for media, now in Israel. Yep, baru aja kemarin Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dengan terus didukung dan dimodalin bestie-nya, Presiden AS Joe Biden si paling jago demokrasi dan si paling kebebasan pers, justru baru aja melarang, menutup, dan membredel media Al Jazeera dari Qatar.

 

Hold on, I need some background.

Sure. To give you some context, ofc kamu tau dong kalo sejak tujuh Oktober lalu tuh Israel terus aja melancarkan genosida di Gaza, Palestina tanpa kenal tanggal merah, guys. Mau itu anak-anak, perempuan, sampe para lansia pun mereka bunuh pake rudal, tank, dan peluru dari senjata-senjata mereka. Nggak cuma itu, mereka yang masih hidup juga pada diburu, dipaksa buat mengungsi, sampe dibikin kelaparan lewat pasokan makanan yang sidikit. Dari situ, ofc banyak media internasional yang berada pada sisi kemanusiaan dan terus nge-update kabar langsung dari Gaza, termasuk yha Al Jazeera ini.

 

Ok go on.

Jadi since genosida dimulai kembali di Gaza sampe sekarang pun Al Jazeera tetep vokal banget nge-update segala yang terjadi di sana. Mereka bener-bener nggak pernah libur buat ngasih live updates situasi di Gaza karena yha emang genosida yang Israel lakuin di sana pun nggak pernah libur juga, gitu. Melihat hal ini, of course Israel feeling unhappy dan just like that, Hari Minggu kemarin, parlemen Israel, namanya Knasset kemudian meloloskan aturan yang bakal menutup dan melarang broadcast berita dari kantor Al Jazeera di Yerusalem.

 

WHAT?!

Belum selesai, bestie. Ga cuma memutuskan untuk membredel, tapi pemerintah Israel juga langsung menggrebek kantor Al Jazeera dan menyita berbagai peralatan siarannya. Hal ini diumumkan secara ngga tau malu sama Benyamin Netanyahu dan Menkominfo Israel, namanya Shlomo Karhilewat lewat akun X-nya. Dalam argumennya pemerintah Israel menilai Al Jazeera sebagai media anti Israel dan menuduhnya sebagai ‘mouthpiece for Hamas’ dan mengancam keamanan.

 

Well, did Aljazeera say anything?

Of course. Dalam keterangan resminya, media asal Qatar itu menyatakan kecamannya atas tindakan Israel ini sebagai perilaku kriminal dan penindasan terhadap kebebasan pers. Secara langsung, pihak Al Jazeera juga bilang kalo penutupan kantornya di Yerusalem tuh cuma alibi buat nyembunyiin segala tindakan barbar Israel di Gaza. Dalam statement-nya, Al Jazeera bilang, “The Network vehemently rejects the allegations presented by Israeli authorities suggesting professional media standards have been violated. It reaffirms its unwavering commitment to the values embodied by its Code of Ethics.”

 

Gila banget…

Memang. Tindakan ini juga langsung mendapat kritikan dari Jubir Sekjen PBB, Stéphane Dujarric. Kata Stéphane, penutupan ini jelas terkait pembatasan kebebasan pers yang nyata terjadi di Israel. In his words, Stéphane lanjut bilang, “As we have said before, we stand firmly against any decision to roll back freedom of the press. A free press provides an invaluable service to ensure that the public is informed and engaged.”

 

Anyone else says anything?

Well, ngga jauh beda sama statement-nya Jubir Sekjen PBB, The Foreign Press Association (FPA) di Israel sendiri sampe bilang kalo penutupan ini tuh udah jadi “dark day for democracy” dan “cause for concern for all supporters of a free press” di sana. Selain itu, asosiasi ini juga bilang kalo sekarang ini pemerintah Israel udah bener-bener membatasi insan pers internasional bekerja di Israel.

 

Huft, anything else I should know?

Well, kezaliman Israel terhadap Al Jazeera tuh bukan kali ini aja terjadi, guys. Sebelum kantor berita ini ditutup, Israel udah beberapa kali ngelakuin penangkapan, penyerangan, sampe pembunuhan ke para jurnalis Al Jazeera lewat drone dan rudalnya Israel. Jadi yha kalo dibilang Israel udah ngehancurin kebebasan pers, mereka justru udah ngelakuin itu dari lama dan as usual the world selalu bersikap biasa-biasa aja.

Women, listen up!You can’t eat the same way like men.

Bukan, bukan porsinya ya. Tapi mulai dari apa yang dimakan, kandungannya, hingga jenis olahraga yang kamu lakukan. Kenapa? Simply karena secara fisiologis, kamu beda dari laki-laki. Yep, hal ini baru aja kembali ditegaskan oleh studi dari National Institutes of Health yang bilang bahwa bahkan dalam hal gejala penyakit jantung, antara cowok dan cewek tuh beda. Inilah makanya, diperlukan gender-based study dalam memahami kesehatan kamu karena ngga semua yang cocok buat cowok, cocok juga buat cewek.

 

Nah, balik lagi soal mam tadi, perempuan disarankan untuk makan lebih banyak protein dibanding cowok. Hal ini karena dari studi yang dilakukan, ketauan bahwa kemampuan menyerap protein oleh tubuh perempuan itu berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi kalo udah memasuki masa menopose. Terus dalam hal olahraga, sebenernya emang baik laki-laki maupun perempuan perlu melakukan latihan beban. Tapi buat perempuan, kita juga perlu membagi porsi olahraga dengan latihan resistensi. Hal ini karena latihan resistensi itu bagus buat olahraga otak, sehingga bisa memperkecil resiko kena alzheimer ketika kita udah tua. FYI, emang perempuan punya resiko kena alzheimer lebih besar di banding laki-laki di mana perbandingannya 2:1.

“AK sendiri memang tidak mengetahui kalau istrinya itu laki-laki. Jadi benar-benar tertipu dari awal dengan penyamaran ESH,”

 

Guysss sedih banget deh kalo jadi AK, seorang cowok asal Cianjur yang menikahi perempuan yang ternyata laki-laki berinisial ESH. Jadi mereka tuh kenalan via medsos udah setahun, dan akhirnya bulan lalu tuh nikah. Tapi setelah nikah, ESH ga mau diajak berhubungan badan dan setelah ditelusuri, ketauan lah bahwa ESH adalah laki-laki. Kini, AK udah ngelaporin ESH ke polisi dengan dugaan penipuan.

 

Whyyyy people whyyyyyy??????

Announcement

Thanks to Jacob24 and Someone for buying us coffee today 🙂

 

Mau ikutan nraktir tim Catch Me Up! kopi? Here, here…just click here Dengan mendukung, kamu nggak cuma beliin kopi yang menemani kami nulis, namun kamu juga udah men-support kami untuk terus berkarya dan membuat konten-konten berkualitas yang imparsial dan bebas dari kepentingan. Thank you so much!

Catch Me Up! recommendations

Repeat after us: Shiny hair is key

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.