Ormas Keagamaan is now allowed to manage mining sites...
Benar-benar late game yang mencengangkan, bukan?
Secara, berbagai keputusan penuh kontroversi justru muncul di akhir pemerintahannya Presiden Joko Widodo nih, guys. Salah satunya, yang over the weekend kemaren diomongin banget sama netizen seluruh Indonesia. Yep, Presiden Joko Widodo baru aja mengizinkan organisasi masyarakat aka ormas keagamaan buat mengelola lahan tambang. And as you can expect, keputusan ini menuai pro dan kontra dari masyarakat, bahkan dinilai bertentangan dengan Undang-Undang. More on those, scroll down.
Tell. Me. Everything.
Sure. Jadi gini ceritanya, guys. As we all know ngurusin tambang tuh kan ribet ya, regulasinya juga njelimet, alat-alatnya rumit, efek lingkungannya parah, makanya cuma pihak tertentu aja yang diizinkan buat ngurusin si tambang ini yang emang bisa memenuhi requirement-nya tadi. Iya, dalam hal ini, pemerintah tuh memprioritaskan BUMN dan BUMD aja yang bisa mengelola usaha pertambangan, guys. Bahkan kalau swasta mau jump in, ya harus lewat proses lelang dulu. Itu kalau menurut UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Okey….
Nah the thing is, setahun setelah UU itu berlaku, tepatnya di April 2021 kemaren, dalam satu kesempatan di hadapan para umat ormas Islam terbesar dan tertua di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama, Presiden Jokowi tiba-tiba ngomong dia mau nawarin konsesi yang bisa santri-santri itu pake buat usaha tambang, guys. Either itu usaha nikel, batubara, bauksit, tembaga, dll. Maksudnya, ya biar ekonomi ummat bisa bergerak dan berdaya gitu lah.
Terus...
Statement di atas kemudian diperkuat lagi dengan statement-nya Menteri Investasi Bahlil Lahadalia April tahun ini. Dalam keterangannya kemaren, Bang Bahlil bilang udah seharusnya para tokoh agama dapat perhatian dari pemerintah since mereka juga punya peran penting dalam perjuangan Indonesia melawan penjajah. In his words, Pak Bahlil bilang, “Logikanya begini, kalian punya hati enggak sih? NU, Muhammadiyah, tokoh-tokoh gereja, pura Hindu, di saat Indonesia belum merdeka, emang siapa yang memerdekakan bangsa ini? Di saat agresi militer tahun '48 yang membuat fatwa jihad, emang siapa? Konglomerat? Emang perusahaan? Yang buat tokoh-tokoh agama. Lalu di saat Indonesia sudah merdeka, masa enggak boleh kita memberikan mereka perhatian?”
Memberi perhatian dengan cara…..
Ngasih mereka izin kelola tambang. Yep, tawaran Pak Jokowi soal konsesi tadi beneran direalisasikan lewat Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024. Adapun dalam pasal 83A ayat (1). legit di-mention begini: Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan”.
HMMM…..
Lebih jauh, di ayat (2) dan seterusnya, dijelasin berbagai detail teknis terkait hal ini. Kayak di ayat (2) misalnya, di situ mengatur wilayah yang bisa dipake ormas keagamaan ngelola tambang adalah wilayah bekas Perjanjian karya Pengusahaan Batubara aka PKP2B. Terus di ayat (3) dan (4) juga dijelaskan dalam ngurusin si tambang, ormas keagamaannya di sini harus mayoritas dan bertindak sebagai pengendali. Pengelolaan tambangnya bahkan nggak boleh dipindahtangankan tanpa persetujuan Menteri. Oya, PP ini legit udah di-sign sama Presiden sejak 30 Mei lalu, guys, jadi udah berlaku.
Asikkk dapat jatah dong…
NU can relate. Balik lagi ke Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Jumat kemaren Bang Bahlil janji bakal segera nge-sign Izin Usaha Pertambangan aka IUP untuk selanjutnya dikasih ke PBNU, guys. Hal itu dilakukan karena rasa bangganya Bang Bahlil lahir dari seorang ibu yang notabene Kader NU. Makanya, doi janji bakal kasih konsesi batu bara yang cadangannya yang gede gedee ke PBNU. Harapannya, ya biar organisasi itu bisa makin optimal.
Pertanyaan w, emang bisa ormas keagamaan ngurusin batubara?
Nah soal itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar jelasin, guys. Menurut Bu Siti, setiap organisasi tuh punya sayap organisasi atau sayap bisnis. Nah lewat sayap bisnis ini, itu ormas diyakini bisa jalanin pengelolaan tambang dengan profesional. Jadi logika Bu Siti tuh kayak, “Daripada ni ormas tiap hari struggle sebar proposal sana-sini, ya mending dikasih bisnis aja sekalian."
Ok. So how does everyone react to this?
Ya gitu, ormas keagamaan sih menyambut positif ya keputusan ini. Termasuk Majelis Ulama Indonesia. Disampaikan oleh Waketum mereka, Anwar Abbas, keputusan ini tuh jadi semacam terobosan dari pemerintah yang harus diapresiasi. Secara, kata Pak Anwar, ormas ormas ini tuh udah berbuat banyak buat bangsa dan negara. Jadi, Alhamdulillah sekarang dikasih kesempatan ngelola tambang, gitu. Meanwhile, nggak kayak NU yang udah dijanjiin batubara, PP Muhammadiyah menyebut belum ada pembicaraan apapun (boro boro penawaran) dari pemerintah terkait pengelolaan tambang ini.
While we’re talking about tawar-menawar….
Kalau menurut Jaringan Advokasi Tambang aka JATAM, ormas keagamaan ini better pikir-pikir dulu kalau dapat tawaran mengelola tambang. Iya, disampaikan oleh koordinatornya JATAM, Melky Nahar, korban tambang tuh sebenarnya justru kebanyakan berasal dari ormas keagamaaan juga. Let’s say kayak kasus Wadas misalnya. JATAM menyebut korban Wadas tuh banyakan ya jemaah NU, guys. Nah dengan mereka jump in ke industri tambang, sama aja mereka jadi bagian dari ketidakadilan yang dialami teman-teman seperjuangan di ormas.
Problematic ya…..
Wait until you hear about: Peraturan Pemerintah yang ngizinin ormas keagamaan ngelola tambang dinilai JATAM bertabrakan sama UU Minerba yang tadi kita jelasin di atas, guys. Secara, dalam UU itu, ormas keagamaan tuh nggak masuk dalam daftar pihak-pihak yang bisa menerima penawaran izin tambang. In that sense, JATAM ngeliatnya Presiden Jokowi sengaja ngotak-ngatik regulasi biar kesannya “sesuai sama peraturan yang ada." Lah, tapi undang-undangnya nggak gitu pak??!!!”
Kayak nggak tahu Pak Joko aja deh….
Indeed. Gara-gara keputusan ini juga, berbagai konflik dikhawatirkan bakal muncul, gengs. Hal ini disampaikan oleh Aliansi Masyarakat Adat Indonesia aka AMAN. Disampaikan oleh Direktur Advokasi, Kebijakan Hukum, dan HAM mereka, Muhammad Arman, bakal ada konflik horizontal yang terjadi antara ormas keagamaan VS masyarakat adat, guys. Padahal, masyarakat adat udah punya battle-nya sendiri melawan perusahaan dan aparat demi mempertahankan tanah mereka.
Makin rumit yha...
Iya kan? Terus kebayang kan kalau ormas keagamaan masuk lagi ke lingkaran itu, yang ada malah jadi konflik SARA. Nanti konfliknya bisa meluas sampe bawa-bawa nama suku, bawa-bawa nama agama, ribet lah. Chaos. Nah makanya, biar situasi nggak makin runyam, kalau kata AMAN, pemerintah mending beresin dulu konflik-konflik agraria yang ada sekarang. Di mana munculnya, ya gara-gara tambang juga. Bahkan, JATAM mendesak supaya Peraturan Pemerintah ini dicabut aja. And you know the answer, rite? Pemerintah tetap jalan terus dengan keputusannya.
Alrite. Anything else?
Jadi ya gitu intinya, guys. Sampai hari ini, masih banyak pihak yang mempersoalkan peraturannya Presiden Jokowi yang satu ini. Tak terkecuali orang-orang di DPR. Anggota Komisi VII dari Fraksi PKS, Mulyanto, menilai pengelolaan tambang khususnya batubara sekarang tuh udah kayak benang kusut, guys. Mulai dari tambang ilegal, backing-an aparat, Satgas yang dibentuk juga nggak ber-progress, dll. Terus sekarang ditambah lagi sama si ormas, di mana dinilai jadi alat transaksi politik dengan kelompok tertentu. Kayak, ketara banget “bagi-bagi kue” nya In that sense, Pak Mul bilang, “Presiden gagal menentukan skala prioritas kebijakan pengelolaan minerba.”