Pidato Sederhana Jokowi di COP28 Membuat Aktivis Lingkungan Marah

Admin
UTC
0 kali dilihat
0 kali dibagikan

When the ‘Talk-to-action’ is needed to stop the climate crisis….

Everybody meet: COP28
Did you know kalau konferensi terbesar yang di-conduct sama PBB spesifik ngomongin lingkungan dan climate crisis lagi happening sekarang? Yep, everybody meet: Conference of Parties aka COP ke-28 yang tahun ini diadain di Dubai, Uni Emirates Arab. Indonesia ikutan dong. Presiden Joko Widodo bahkan berpidato melaporkan sejumlah milestones yang udah dicapai sama Indonesia terkait lingkungan dan climate crisis. Pidatonya sederhana, tapi bikin aktivis lingkungan marah. Yep, kita bahas deh ya. Leggoooo…

Tell me everything. 
Sure. Jadi udah pada khatam lah ya kalau keadaan bumi kita sekarang ini udah nggak baik-baik aja, guys. Udah memprihatinkan banget malah. Penyebabnya, ya apalagi kalau bukan climate crisis. Dampaknya sendiri juga udah makin terasa nih di kita. Mulai dari bencana banjir, angin topan, badai, makin sering terjadi, terus kekeringan di mana-mana, ekosistem laut makin parah kerusakannya, sampai menyebarnya berbagai penyakit dan pandemi baru, tuh semuanya nggak terlepas dari dampak climate crisis, gengs. Makanya dari sini, muncul pertanyaan, “Apakah kita bakal diem-diem bae nih? Pasrah sama nasib? Terima keadaan gitu aja?”

NGGAK DONG PLS….
Makanya we have to do something, rite? Take action. Yep, yang harus kamu tahu adalah, when it comes to penanganan climate crisis, kita tuh berpacu sama waktu, guys. Secara, waktunya tuh nggak banyak lagi. Terbukti dari berbagai studi bahwa sepuluh tahun ini, mentok sampai 2030, adalah one last chance kita untuk take action. In that senseaction kita sekarang, bakal menentukan nasib bumi, serta berbagai makhluk hidup di dalamnya selama ribuan tahun ke depan. Jadi sampai sini kebayang yah, seberapa essential-nya langkah kita hari ini buat masa depan.

Okay…. 
That being said, momen konferensi global yang spesifik ngomongin climate crisis kayak COP ini adalah momen yang tepat buat kita sama-sama diskusi dan cari jalan keluar buat terhindar dari bahaya, guys. Adapun di COP28 tahun ini yang digelar di Dubai, Uni Emirat Arab, pemimpin dunia semuanya hadir tuh. Mulai dari Raja Charles III, Pangeran Mohammad bin Salman, sampai Presiden Joko Widodo hadir memberikan statement dalam pidato.

Oh, ada Pak Jokowi? 
Ada dong. Secara, Indonesia tuh kan dari kapan tau “katanya” committed bakal ikut andil berkontribusi dalam implementasi Perjanjian Paris Plus untuk mencegah dampak climate crisis semakin meluas. Salah satunya, adalah lewat ketahanan pangan. Dalam pidatonya kemaren, Pak Jokowi bilang bahwa ketahanan pangan di Indonesia yang dinilai cukup baik, guys. Itu pun karena Indonesia privilege punya lahan yang bagus dan subur, katanya.

HMMMM….
Jadi menurut Pak Jokowi, ini tuh kayak good scenario gitu lo, di mana lewat ketahanan pangan yang cakep, produk pertanian pun jadi meningkat tajam. Bahkan produk pertanian ini juga bisa di-transform jadi bahan bakar yang environmentally-friendly. Nah, ketahanan pangan sampai bahan bakar ini datangnya dari mana coba? Menurut Pak Jokowi, ya lewat program food estate yang jadi program unggulan di masa pemerintahannya ini, guys. In that sense, sekalian promosi lah dia supaya lebih banyak investor asing bisa invest di food estate.

Yaelahhhh….
Nah menyikapi pidato Jokowi ini, aktivis lingkungan langsung rolling eyes tuh kan. Kayak, “Sorry gimana?” gitu. Karena kalau menurut aktivis lingkungan dari banyak organisasi kayak WALHI, Madani Berkelanjutan, Forest Watch Indonesia, dll bilangnya statement-nya Presiden Jokowi di Dubai tuh nggak sinkron sama apa yang terjadi di lapangan. Food estate yang dibangga-banggain itu aja disebut gagal. Dan Presiden Jokowi disebut tutup mata sama kegagalan ini, guys.

Bukannya udah biasa begitu?
 Wkwkwkwkw, huss. Makanya dari sini, ada beberapa poin yang disebut harus dilakukan sama pemerintah Indonesia, khususnya yang ikutan COP28 sekarang ini. First and foremost, pemerintah Indonesia disebut kudu balik lagi ke lapangan dan liat realita yang ada; Hutan alam masih terus hilang, pulau-pulau kecil terancam, transisi energi yang nggak berkeadilan dan end up bikin justru semakin merusak lingkungan dan merampas hak-hak masyarakat. Not to mention perusakan pesisir, perairan, terumbu karang, mangrove terus kejadian dan end up perekonomian masyarakat lokal hilang.

:((((( 
Selain itu, aktivis lingkungan juga mendesak pemerintah dan delegasi Indonesia di sono buat menyinkronkan seluruh rencana, kebijakan, dan proyek pembangunan dengan upayapengurangan emisi Gas Rumah Kaca dan peningkatan ketahanan iklim secara berkeadilan serta koreksi mendasar terhadap sistem dan model ekonomi yang tinggi karbon. Iya, gimana bisa ni iklim oke kalau masih running the business pake energi fosil yekan.

Kan transisi energi….
Nah transisi energinya juga kudu bener. Harus bisa dilakukan dengan adil dan inklusif, either dari kebijakan yang mendukung ekosistem hulu ke hilir, pendanaan, sampai terobosan teknologi,dan pengembangan sumber daya manusia. Terus juga partisipasi, kondisi pemungkin, dan akses sumber daya, serta mendukung upaya transisi energi yang ditentukan di tingkat lokal dan komunitas.


Got it. Now wrap it up….
Jadi intinya gitu, guys. COP 28 berlangsung mulai 28 November sampai tanggal 12 Desember ntar. Adapun setelah semua ke-chaos-an yang terjadi karena climate crisis, masyarakat dunia jadi banyak berharap ya sama hasil COP28 ini. Adapun hasil yang diharapkan tuh diantaranya: Pertama, acknowledge bahwa “Yes, kita gagal mencegah kerusakan bumi.” That being said, harus ada beberapa target yang di-adopt di sini, kayak  target global terkait phasing out all fossil fuels, dan juga target untuk menghentikan kerusakan dan memulihkan seluruh ekosistem alam termasuk hutan, pesisir, mangrove, dan laut pada 2030. Dan, last but not least, nge-recognize peran dan hak masyarakat adat dan lokal serta solusi lokal perubahan iklim.

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.