When there's a bad blood in Penerimaan Peserta Didik Baru….
Meet: Jalur Siluman
Cerita klasik kejadian lagi tahun ini, guys. Yep, ditemukan berbagai tindak kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru yang sekarang lagi happening. Kecurangan ini kemudian dikenal dengan istilah ‘Jalur Siluman’ karena kelakuannya literally kayak siluman yang daftarin anak sekolah ini, gengs. Nggak deng canda. Apa itu jalur siluman? Dan gimana langkah pemerintah menyikapi hal ini? Yuk, kita bahas.
Tell me something I don’t know. …
Sure. Saat ini, kita sedang memasuki Waktu Indonesia Bagian ayah bunda lagi pada sibuk cari sekolah buat anaknya. Ini PR banget asli. Secara, mereka yang mau masuk sekolah, nggak cuma bersaing secara akademik lewat jalur prestasi, dan nggak cuma bersaing deket-deketan jaraknya sama sekolah lewat jalur zonasi. Mereka juga bersaing sama anak-anaknya para pejabat yang seenak jidat dititipin di sekolah favorit!
Yeu itu mah cerita lama…
Emang. Dan parahnya, masih terus berlanjut sampai tahun ini. Berdasarkan hasil investigasinya Kompas, dijelaskan mulai dari aparat kepolisian, anggota legislatif, pejabat daerah, anggota LSM, sampai wartawan mendesak anaknya supaya diterima di sekolah favorit walaupun anak itu nggak memenuhi syarat. Ini yang disebut dengan Jalur Siluman, guys. Dan tahun ini, jalur siluman dalam proses PPDB lagi-lagi ditemukan di sejumlah SMA negeri di sejumlah provinsi.
Bisa kecolongan terus tuh gimana ceritanya sih?
Gini gini. Di sekolah tuh ada yang namanya Rencana Daya Tampung aka RDT ya. RDT ini ada ketentuannya, guys. Mengacu ke Peraturan Mendikbud Ristek Nomor 47 Tahun 2023, jumlah siswa itu satu kelasnya maksimal 36 orang doang. Terus kalo digabungin satu sekolahan, rombongan belajar disebutnya, maksimal itu cuma boleh 36 kelas aja. Nah data siswa ini kemudian di-input ke satu sistem Data Pokok Pendidikan alias Dapodik, gengs.
And, where is the problem?
The problem is, sistem Dapodik ini nggak ke-lock dari sananya. Nggak terkunci, gitu. Di sinilah si jalur titipan ini bisa masuk karena datanya bisa dimanipulasi. Since sistemnya juga nggak locked kan. Jadi yang tadinya maksimal satu kelas cuma boleh 36 siswa aja, jadi bisa ditambahin lagi, dimasukin siswa-siswa yang diterima tidak dengan jalur yang sah, alias jalur siluman ini. Salah satunya, kejadian di SMAN 13 Kabupaten Tangerang.
Coba gimana-gimana?
Dari hasil investigasi Kompas, ditemukan fakta begini: Di SMAN 13 Kabupaten Tangerang, ada seorang polisi berinisial Aipda SA berkirim surat ke sekolah itu, guys. Doi ngirimin surat rekomendasi ke SMAN 13 Kabupaten Tangerang, berharap supaya dua orang siswa yang dia ‘rekomendasikan’ ini bisa diterima di sekolah tersebut. Aipda SA bahkan menyebut itu sekolah mau nerima asal ada surat rekomendasi. In his words, dia bilangnya, “Orang mau sekolah, kok, dipersulit, apa-apa pakai biaya. Apalagi dia (orang tua siswa) minta tolong, saya anggota polisi, saya bagaimana membantunya. Saya pakai diskresi saya, saya datang ke pihak sekolah."
……. Di Jakarta gitu juga nggak?
Well, kalau di Jakarta sendiri, Dinas Pendidikan DKI Jakarta menegaskan proses PPDB berjalan sesuai mekanisme yang udah ditentukan. Dalam keterangannya kemaren, Plt Kepala Dinas Pendidikan Jakarta, Budi Awaluddin blak-blakan nge-spill emang ada sih anggota TNI atau polisi yang minta anaknya diistimewakan buat masuk ke sekolah tertentu. Tapi Pak Budi tegas menolak. “No way!”. Gitu kira-kira. Pak Budi lantas menyebut pihaknya cuma bisa nge-guide aja di sini, guys. “Kami nggak bisa intervensi sistem,” katanya.
Tapi tetep aja kecolongan tuh….
We know riteee. Dan parahnya lagi, kecolongannya tuh tiap tahun kan. Adapun menurut Ombudsman RI, Indonesia tuh selalu kecolongan tiap tahunnya masalah PPDB ya karena penegakan hukumnya juga masih lunak, guys. Padahal, yang dilakukan tuh udah masuk banget ke pelanggaran pidana lo. Suap menyuap, nepotisme, you name it, lah. Pidana semua itu.
Terus gimana dong?
Makanya, menurut Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman RI, Diah Suryaningrum, peengakan hukum harus ditegakkan di sini biar ada efek jera bagi siapa saja yang melakukan pelanggaran. Selain itu, Bu Dian juga bilang sosialisasi dan edukasi mengenai PPDB ini juga harus dioptimalkan lagi. Nggak cuma dari kementerian ke dinas pendidikan, tapi juga ke masyarakatnya juga.
Speaking of masyarakat….
Mari kita cari pokok masalahnya, guys. Kenapa sih, masyarakat ngebet banget nitipin anaknya di sekolah tertentu? Sampe bisa sampe ada ‘jalur siluman’ ini tuh, kenapa? Well, kalau menurut Wakil Ketua Komisi X, Dede Yusuf masalahnya tuh, cuma satu: Yaitu ada stigma sekolah favorit.
HMMM….
Masih dari keterangan Kang Dede sebenernya nggak papa banget kalau mau titip-titipan gitu, guys. Asal jangan kebanyakan, katanya. Yep, you heard it right. Dalam keterangannya minggu lalu, Kang Dede bilangnya: “Silakan saja nggak masalah. Asal jangan kebanyakan." Kang Dede lantas menyebut harusnya kuota penerimaan siswa baru tuh dititikberatkan ke jalur prestasi dan afirmasi. Nggak sampai di situ, Komisi X juga udah berkali-kali bilang, “Plis ganti aja sistemnya. Nggak works ini."
Mau diganti gimana?
Menurut Kang Dede, better sistem PPDB ini dibalikin aja kayak beberapa tahun lalu. Pake seleksi nilai Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional aka EBTANAS, guys. Jadi lebih fair kan jatohnya. Biar nggak ada lagi diskriminasi atau kecurangan ke depannya. Sekarang yang bisa dilakukan adalah mengawasi dengan seksama si PPDB ini biar nggak ada lagi nih curang-curang pake jalur siluman segala.
Capek pls….
Speaking of which, sebagai langkah konkret dalam mengawasi PPDB, Komisi X disebut mengusulkan dibentuknya tim independen yang kerjaannya khusus ngawasi proses ini. Disampaikan oleh Ketua Komisi X, Hetifah Sjaifudian tim ini isinya ya elemen masyarakat, guys. Bisa kasih laporan langsung plus kasih rekomendasi buat perbaikan ke depannya. Intinya mah melibatkan masyarakat lah, biar PPDB berjalan sesuai aturan dan make sure masyarakat bisa dapat pendidikan yang adil dan berkualitas.
I believe Kemendikbud Ristek has a say….
Ada dong. In their defense, kementerian pimpinan Nadiem Makarim ini menyatakan masalah PPDB justru semakin berkurang kok, guys. Irjen Kemendikbud Ristek, Chatarina Muliana Girsang bahkan menyebut aturan soal PPDB tuh udah baik dan jelas. Cuma implementasinya aja yang masih rada chaos sampe ada masalah berulang kayak gini. Tapi ya, that’s it. Bu Chatarina bilangnya masalah PPDB tuh makin berkurang tiap tahunnya karena mereka evaluasi terus.
Alright. Anything else?
Jadi ya intinya gitu guys carut-marutnya Penerimaan Peserta Didik Baru yang tiap tahun diomongin sama warga seluruh Indonesia. Meskipun banyak pihak menilai sistem PPDB sekarang itu problematic banget, sampe susah banget masuk sekolah negeri, tapi masyarakat tetap nemuuu aja celahnya buat balik nyekolahin anaknya di sekolah negeri. Yep, yaitu dengan masukin dulu anaknya ke sekolah swasta, setelah satu semester baru pindah ke sekolah negeri. Jadi kayak transit gitu lo. Kebukti data dari Dinas Pendidikan DKI Jakarta menyatakan sekitar 10% siswa dari sekolah swasta, pindah ke sekolah negeri setelah semester pertama.
Emang kenapa sih sekolah swasta? Sekolah swasta kan juga bagus, moms….





