Pemusnahan Amunisi Kedaluwarsa di Garut

Admin
UTC
8 kali dilihat
0 kali dibagikan

The newest updates on pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut...

Here comes another POV.
Yep guys, tragedi meledaknya amunisi kedaluwarsa di Garut masih jadi perbincangan. Kali ini, kita mau bahas soal klaim bahwa warga sipil yang tewas di TKP adalah karena mereka 'memulung' sisa-sisa amunisi di TKP. Itu beneran ga sih?

But before...

Kamu harus tahu dulu bahwa at this point, semua jasad korban udah berhasil diidentifikasi sama tim gabungan TNI AD, Polri, dan RSUD Pameungpeuk. Jenazah juga udah diserahkan ke keluarga untuk dimakamkan. Kadispenad Brigjen Wahyu Yudhayana bilang bahwa rangkaian proses pemakaman seluruh korban ledakan di Garut udah rampung pada Rabu (14/5) pukul 20.00 WIB. Selain itu, sebagai penghormatan Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto hadir dalam upacara militer pelepasan jenazah pada Senin (12/5). Udah selesai? Belum... karena di balik duka keluarga korban, ada kontroversi yang belum selesai.

What is it?

So, sebelumnya beredar dugaan kalau warga sipil yang menjadi korban dalam tragedi ledakan pemusnahan amunisi ini emang sengaja mendekat ke lokasi untuk mengambil material sisa-sisa ledakan kayak besi atau kuningan. Namun berdasarkan pengakuan dari kerabat korban, para warga sipil yang meninggal dunia tu bukan 'memulung' material, tapi emang warga sipil yang terlibat proses pemusnahan amunisi. 

Hah gimana?

Yep, menurut keterangan dari kakak korban Rustiwan, namanya Agus Setiawan, adiknya itu bukan pemulung, tapi buruh harian yang bekerja membantu TNI mengambil sisa serpihan ledakan seperti besi atau kuningan di TKP. Lebih lanjut, Agus menyebut kalau adiknya sudah bekerja membantu TNI memusnahkan amunisi selama 10 tahun terakhir.

Seriously?
Yep, lebih lanjut, Agus menjelaskan kalau dia juga ikut bekerja membantu TNI seperti adiknya. Agus mengaku bertugas untuk membuka amunisi sebelum diledakkan dan dibayar upah harian sebesar Rp150.000 oleh sang adik. Selain itu, keterangan lain dari istri korban Endang Rahmat, namanya Dede, suaminya memang bukan pemulung material sisa ledakan tapi sebagai sopir mobil yang membawa amunisi ke lokasi peledakan. 

Hmmmm.. why so fishy, TNI?

Emang, guys. Makanya, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, menilai kalau TNI enggak sensitif ketika menyebut warga sipil korban ledakan sebagai oknum yang mau mengambil material sisa bekas pemusnahan amunisi. Pernyataan TNI dinilai terburu-buru dan terkesan menyalahkan korban sekaligus mengaburkan tanggung jawab atas kelalaian pihak TNI.

Terus, TNI bilang apa soal statement keluarga korban?
Merespons pernyataan dari kerabat korban meninggal dunia ini, Pangdam Siliwangi, Mayjen Dadang Arif Abdurahman menyatakan bahwa saat ini TNI masih mendalami dan menyelidiki pemicu dari musibah ini. Senada dengan itu, menurut Kadispenad Brigjen TNI Wahyu Yudhayana, sejauh ini belum ada kesimpulan yang bisa disampaikan ke publik karena proses investigasi masih berjalan. FYI, ledakan pemusnahan amunisi di Garut ini jadi yang ketiga dalam setahun terakhir, loh.

HAH?
Iyaa, gaes. Jadi, sebelum tragedi ledakan di Garut, terjadi juga ledakan amunisi TNI di Bogor juga Pasuruan. Ledakan pertama terjadi di sebuah Gudang Munisi Daerah (Gudmurah) Kodam Jaya TNI AD di Ciangsana, Bogor, Jawa Barat pada 30 Maret 2024. Ledakan terjadi pada Sabtu petang sekitar jam 18.30 WIB dan terus berlanjut sampai Minggu subuh. Kurang lebih ada 160.000 jenis amunisi seberat 65 ton yang terbakar dalam insiden itu. Lalu, ledakan kedua terjadi pada salah satu truk yang mengangkut amunisi granat tangan dan peluru kaliber kecil milik Kostrad di KM 774 ruas Tol Gempol, Pasuruan, Jatim pada Senin (5/5) malam. Dalam insiden ini, satu orang anggota berinisal U tewas karena berusaha mengevakuasi diri dengan melompati tembok pembatas tol.

Messy. Anyone said anything?
Yep. Menurut pengamat militer dan pertahanan dari Binus University Tangguh Chairil, sangat disayangkan kalau emang bener ada pelibatan warga sipil oleh TNI dalam proses pemusnahan amunisi kedaluwarsa di Garut. Menurut Tangguh, harusnya warga sipil enggak dilibatkan karena mereka enggak punya keahlian atau sertifikasi dalam penanganan bahan peledak militer. Meanwhile, menurut ahli peledakan ITB, Ganda Simangunsong, insiden ini termasuk unplanned detonation yang baru pertama kali terjadi di Indonesia. Selanjutnya, Ganda menyarankan agar TNI AD melakukan evaluasi SOP agar enggak terjadi lagi hal seperti ini di masa mendatang.

DPR ada komen ga DPR?
Well, ketua Komisi I DPR, Utut Adianto menegaskan ke TNI supaya pemusnahan amunisi kedaluwarsa enggak lagi dilakukan sama sembarangan orang. Dalam keterangannya pada Rabu (14/5), selain mengungkapkan duka cita pada keluarga korban tewas, Utut juga menilai insiden nahas yang melibatkan warga sipil ini bisa terjadi karena kelalaian terhadap aturan. Untuk itu, Utut menyatakan kalau Komisi I DPR akan memanggil Kepala Staf Angkatan Darat juga Pangdam Siliwangi untuk menjelaskan perihal insiden ledakan amunisi kedaluwarsa ini.

Alright. Anything else?
Yes, terkait kompensasi bagi keluarga Korban, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menemui keluarga korban di RSUD Pameungpeuk pada Selasa (13/5) siang. Kepada wartawan yang hadir, Kang Demul  menyampaikan kalau Pemprov Jawa Barat akan memberikan uang santunan sebesar Rp50 juta/korban menunjang biaya hidup dan pendidikan anak-anak korban. Selain itu, Brigjen Wahyu Yudhayana juga menegaskan kalau pihaknya bakal bertanggung jawab penuh atas seluruh proses pengobatan korban luka dan pemakaman korban meninggal dunia. Selain itu, pihak TNI akan memenuhi seluruh hak keluarga prajurit yang gugur dalam bertugas, berupa santunan kematian, pensiun, hingga beasiswa untuk anak-anak korban.

Β© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.