First stop, the latest updates on Elpiji 3 Kg...
Yang kebijakannya lagi carut marut.
Yes guys, you've probably seen it a lot on the news: Pada Sabtu (01/02) minggu lalu, Kementerian ESDM resmi melarang distribusi gas elpiji 3 Kg a.k.a gas melon dari pengecer ke masyarakat. Masyarakat teriak, terjadi kelangkaan dan antrian panjang untuk beli elpiji 3kg, dan akhirnya kemarin banget (04/02), pemerintah kembali mengizinkan elpiji 3 Kg dijual para pengecer.
Pemerintah, ru ok?
We knowww rite. Jadi, hanya selang 48 jam sejak kebijakannya disahkan, Kementerian ESDM kemudian menganulir kembali aturan tersebut. Keputusan ini diambil sebagai respons pemerintah atas protes keras masyarakat yang mengeluh akan kelangkaan gas elpiji yang vital bagi kebutuhan sehari-hari.
Emang penting banget tu elpiji 3kg?
Banget, guys. Sejak awal kemunculannya, elpiji ini emang diperuntukkan buat warga menengah ke bawah dan usaha kecil warga kayak pedagang kaki lima, warteg dll. Gas elpiji 3kg yang biasa disebut gas melon juga disubsidi pemerintah, jadi harganya murah, yakni 18-19 ribu rupiah aja. Untuk bisa mendapatkan gas melon ini, masyarakat bisa beli gas elpiji 3kg ini ke pengecer aka warung pada umumnya. Nah cuma, dengan alasan memastikan harga gas yang nyampe ke masyarakat ga di-markup, pemerintah kemudian melarang distribusi gas elpiji di pengecer. Solusinya, warga beli langsung di pangkalan Pertamina.
Buset...
Makanya kan, aturan ini sontak bikin masyarakat teriak, karena elpiji melon jadi lenyap dari pasaran. Selain itu, terjadi juga kelangkaan di berbagai daerah sehingga warga sampe harus nyari ke banyak tempat atau ngantri berjam-jam buat dapetin gas melon. Hal inilah yang bikin masyarakat marah banget sama pemerintah, dan menuntut aturan ini diubah aja karena literally nyusahin. Dan akhirnya kemarin banget, aturannya dibatalkan, guys.
Terus solusinya gimana?
Everybody, meet: Sub pangkalan. Jadi gas melon bakal kembali boleh dijual sama pengecer, tapi para pengecer ini harus daftar dulu jadi mitra resminya Pertamina. Nah, para pengecer ini juga bakal dibekali sistem aplikasi khusus buat mastiin distribusinya tepat sasaran. Other than that, para pengecer bakal didaftarin sebagai bagian dari UMKM.
...
For now ada sekitar 370.000 supplier elpiji 3 kg yang terdaftar dalam program ini. Para pengecer harus patuh aturan dengan nggak menjual gas elpiji 3 kg dengan harga terlalu tinggi. Kalau melanggar, bakal ada sanksi terhadap mereka. Selain itu, masyarakat yang beli gas melon juga harus menunjukkan KTP, demi memastikan agar subsidinya tepat sasaran.
I've been hearing "subsidi" a lot...
Iya guys, karena ini emang alasan di balik kebijakan larangan penjualan oleh pengecer dari pemerintah. Jadi kata Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, subsidi untuk gas elpiji 3 kg itu tuh nyampe Rp 87 triliun per tahun. Dengan subsidi ini, harusnya harga gas melon tuh di angka 18-19 ribu rupiah per tabung. Makanya pemerintah ngatur biar Pertamina aja yang jual, supaya harga buat masyarakat ngga di-markup, dan subsidinya juga tepat sasaran.
Mau heran tapi...
Ya emang kebijakan Kementerian ESDM ini sangat memicu polemik di masyarakat. Faktanya, pangkalan gas Pertamina itu kan ngga selamanya mudah dijangkau warga, sehingga mereka yang mau beli gas melon ngga hanya harus keluar biaya buat beli gas, tapi juga buat transport atau bensin buat ke pangkalan. Dalam keterangan persnya pada Selasa (4/2), Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, bilang kalo kebijakan pelarangan penjualan elpiji 3 Kg oleh pengecer berasal dari Kementerian ESDM dan bukan kebijakan Presiden Prabowo.
HAAA??? Kok Lucu???
Literally, bisa-bisanya kebijakan menteri nggak sejalan sama kebijakan Presiden. Lebih lanjut, Dasco bilang kalo kebijakan Kementerian ESDM ini memicu kelangkaan gas di beberapa daerah. Masyarakat harus mengantre panjang untuk dapetin pasokan gas buat keperluan rumah dan usaha mereka. Fakta inilah yang membuat Presiden Prabowo memerintahkan Bahlil buat mengizinkan lagi para pengecer menjual elpiji 3 Kg per Selasa (4/2). Denger-denger, Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, juga dipanggil Presiden Prabowo ke Istana Kepresidenan Selasa (4/2) sore.
Wih... bahas apaan tuh??
Dalam keterangannya pada pers, Bahlil bilang kalo doi mau laporan hasil sidak ke pengecer elpiji 3 Kg di Selasa (4/2) pagi. Intinya doi baru mau rapat sama Presiden setelah sidak dan ngecek kondisi terakhir. Lebih lanjut doi bilang kalo udah mulai ada perbaikan dan kondisi nggak sekacau kemarin. Di sisi lain, anggota Komisi VI DPR RI, Herman Khaeron, mengkritik kebijakan baru soal elpiji 3 Kg ini. Kebijakan ini dianggap bikin masyarakat harus effort lebih demi dapetin pasokan gas buat kebutuhan sehari-hari.
Agree...
Selain itu, anggota Ombudsman RI Bidang Substansi Ekonomi, Yeka Hendra Fatika juga bilang bahwa kebijakan ini ngga menyelesaikan masalah penyaluran subsidi yang nggak tepat sasaran. Also, Yeka menekankan perlunya pengawasan dan pengambilan kebijakan yang relevan demi hajat hidup orang banyak. Anggapan kalo pengecer sebagai aktor utama penyebab lonjakan harga gas melon sebenarnya nggak tepat. Menurut Yeka, dari pengalamannya mengawasi penyaluran produk subsidi pemerintah, penyelewengan harga bahkan sudah dimulai dari pangkalan atau agen resmi Pertamina.
Ada yang pro?
Ada. Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, melihat kalo kebijakan pemerintah melarang para pengecer buat jualan elpiji 3 Kg bisa bantu memangkas ongkos distribusi. Yep, ongkos distribusi inilah yang memicu harga gas melon yang sampai ke tangan pembeli bisa dua kali lipat harga aslinya. Muzani juga negesin kalo penyaluran subsidi negara yang tepat itu penting. Pemerintah harus mastiin tiap masyarakat yang bisa akses produk subsidi benar kategori individu sasaran pemerintah.
I see. Anything else?
Yes, kabar duka juga datang pada momen carut marut kebijakan baru ESDM soal distribusi elpiji 3 Kg ini. Bu Yonih (62), seorang ibu paruh baya asal Tangerang Selatan yang juga pedagang nasi uduk meninggal dunia setelah mengantre gas melon. Diduga mendiang Bu Yonih kelelahan setelah mengantre lama di toko penjual gas dekat rumahnya. Merespons berita viral itu, Bahlil meminta maaf atas apa yang terjadi. Furthermore, doi nambahin kalo semua ini dilakukan demi penataan sistem yang lebih baik. Seharusnya nggak perlu ada kejadian nahas menimpa Bu Yonih kalo kebijakan lebih mateng, sih...