Now, on femicide cases in Latin America which happened...
Just two days apart.
Sedih dan merasa enggak aman banget ya guys jadi cewek, karena kita just living aja bisa berakhir dibunuh. Kali ini pembunuhan terjadi pada seorang model dan influencer dari Kolombia bernama Maria Jose Estupinan. Kasus ini membuat tingginya tingkat pembunuhan perempuan a.k.a femisida di Amerika Latin makin disorot publik.
Tell me about it.
Jadi, Maria adalah mahasiswi berusia 22 tahun asal kota Cucuta, Kolombia. Dalam sebuah konferensi pers, presiden Komisi Gender Nasional Kehakiman Kolombia, Magda Victoria Acosta, menyatakan Maria dibunuh oleh seseorang yang menyamar sebagai kurir pengantar barang pada Kamis (15/5). Ironisnya, Maria dibunuh di rumah ketika membukakan pintu untuk sang pembunuh.
:(
Sebelum Maria, pada Selasa (13/5) seorang influencer kecantikan bernama Valeria Marquez (23) juga tewas ditembak sama orang yang kasih dia bingkisan pas lagi live TikTok di salon kecantikannya sendiri. Pembunuhan yang terjadi selang dua hari ini tentunya bikin banyak pihak mengecam tingginya kasus femisida di Amerika Latin.
SO SCARY...
Yes. Meski enggak bisa dipukul rata kalau semua pembunuhan yang melibatkan korban perempuan pasti femisida, tapi banyak kasus yang terjadi menunjukkan adanya kekerasan yang lebih tinggi pada perempuan. Menurut Amnesty International, seperempat kasus pembunuhan yang melibatkan perempuan di Meksiko pada 2020 adalah femisida. Di sisi lain, angka yang sama terjadi pada perempuan di Kolombia.
Kayak apa sih gambarannya?
Kalo di Kolombia, aksi kekerasan berbasis gender tuh banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok bersenjata, gaes. Menurut Laporan Dunia 2024 oleh Human Rights Watch, para penyintas dari kekerasan berbasis gender harus ngadepin banyak kendala buat melakukan perawatan dan mencari keadilan. Meanwhile, para pelakunya jarang diminta pertanggungjawaban atas tindakannya.
Emang begituuuu di seluruh dunia...
Selain itu, Komisi Gender Nasional Kolombia juga mencatat ada ribuan kasus kekerasan gender dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), termasuk adanya kekerasan seksual, penelantaran, pengabaian, juga kekerasan psikologis. Antara Januari-Agustus 2024, tercatat 34 dari 41 kasus perempuan hilang (most of them anak di bawah umur) di Kolombia, berasal dari Cucuta, hometown-nya Estupinan.
:((( Polisi bilang apa?
Well, sejauh ini polisi bilang bahwa mereka sedang menyelidiki sebuah video yang diambil dari CCTV dekat rumah korban. Dari rekaman kamera keamanan itu, terlihat seorang laki-laki yang kabur dari TKP ketika pembunuhan itu terjadi. Menurut keterangan dari Komandan Polisi Metropolitan Cucuta, Kolonel William Quintero, dari apa yang udah diverifikasi sama pihaknya, terduga pembunuh emang melakukan beberapa ancaman pada korban. Lebih lanjut, Kolonel Quintero juga bilang bahwa sebelumnya Estupinan pernah melaporkan tindakan KDRT from her ex.
Wait, what???
Yep, bagian plot twist yang super sus dari kasus pembunuhan ini adalah fakta kalo Estupinan baru aja memenangkan kasus KDRT yang dialaminya di pengadilan. Jadi, sehari sebelum dibunuh, kemenangan Estupinan di persidangan membuat pelaku KDRT, harus bayar kompensasi ke Estupinan sebesar 30 juta peso atau sekitar US$7.000 dolar AS (sekitar Rp119 juta). Fakta ini bikin para aktivis menganggap negara punya andil pada nasib nahas yang menimpa Estupinan.
Iya ugha...
Menurut pernyataan dari direktur kelompok feminis 'Woman, Speak Out, and Move It' Alejandra Vera, salah satu yang bersalah atas tewasnya Estupinan ga lain ga bukan adalah negara. Hal ini karena negara gagal kasih perlindungan yang layak buat warga negaranya dan seolah membiarkan perempuan meninggal karena enggak ada perintah perlindungan efektif, perawatan lanjutan, sampai tempat penampungan yang memadai buat para penyintas kekerasan. Also, Vera juga menyatakan kalau Kolombia menghadapi pandemi femisida tiap 28 jam sekali.
Hiks, so heartbreaking...
Yep, bakal lebih sedih lagi waktu liat data soal kasusnya. Menurut Colombian Observatory of Femicides, kasus pembunuhan perempuan di negara Amerika Selatan mencapai angka tertinggi selama tujuh tahun terakhir di 2024 dengan 886 kasus. Sampai Maret 2025, ada laporan tentang 207 kasus femisida. Hal itu tetap terjadi meski ada Undang-Undang yang melindungi perempuan di Kolombia. Tapi, hal itu enggak kasih efek apa pun, mengingat polisi kekurangan tim. Belum lagi jaksanya juga enggak dilatih buat menyelidiki kasus kekerasan berbasis gender, dan of course pelakunya juga enggak dipantau.
Serem banget :( Anything else?
Yes, beralih ke negara kita sendiri, kasus femisida juga ternyata banyak terjadi di tanah air loh, gaes. Menurut hasil pemantauan Komnas Perempuan tentang femisida selama periode 1 Oktober 2023 sampai 31 Oktober 2024, ada sekitar 33.225 pemberitaan dengan 290 kasus terindikasi femisida di Indonesia. Menurut Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi pada tahun 2023, ada puluhan hingga belasan kasus femisida, yaitu 71 kasus dilakukan suami, 47 kasus dilakukan oleh pacar, 29 kasus dilakukan anggota keluarga, dan 16 kasus dilakukan pengguna layanan seksual. Motif femisida yang banyak terungkap dipicu oleh cemburu atau sakit hati, penolakan hubungan seksual, masalah finansial, juga kekerasan seksual.
CAPE BGT JADI CEWEK HIDUP GA AMAN WOEEE!