MK Kabulkan Gugatan Ambang Batas Parlemen

Admin
UTC
0 kali dilihat
0 kali dibagikan

First stop, let’s sing “Sekarang atau 50 tahun lagi”…..Pemilu tetap bakal ada dramanya.
Sekarang, atau lima tahun lagi, 10 tahun lagi, sampai 50 tahun lagi, yang namanya Pemilihan Umum aka Pemilu tuh di Negeri Wakanda most likely bakal tetap mengandung bumbu-bumbu drama ygy. Yep, hal itu udah ketahuan banget dari yang saat ini lagi terjadi, gengs. Pemilu 2024, ribet. Pemilu 2029, lebih complicated lagi. Soalnya nih, over the weekend kemaren, Mahkamah Konstitusi baru aja mengabulkan gugatan yang mengatur soal parliamentary threshold yang akan berlaku mulai 2029 mendatang.
 
Hold on. Parliamentary what?
Parliamentary threshold alias ambang batas parlemen. Gini gini, to give you some background, kamu wajib tahu bahwa supaya sebuah partai politik bisa lolos sampai ke Senayan, partai tersebut harus memenuhi syarat aka melewati ambang batas yang ditentukan Undang-Undang, guys. Apa aja syaratnya? Well, menurut UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di mana di Pasal 414, legit di-mention: “Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4% dari jumlah suara sah secara nasional.”
 
Okay….
Parliamentary threshold ini penting, guys, untuk make sure kalau orang-orang yang duduk di parlemen itu adalah orang-orang yang beneran kompeten dan didukung sama masyarakat. Gimana kita tahu mereka kompeten? Ya ketahuan dari kualitas partai politiknya. Gimana kita tahu sebuah partai politik itu berkualitas? Ya ketahuan dari banyaknya dukungan dari masyarakat. Kayak, udah banyak didukung masyarakat aja masih banyak yang korupsi *wk*. Anyway, banyaknya dukungan dari masyarakat ini ofc ada ukurannya, yaitu sebesar 4% perolehan suara nasional. Dengan persentase minimal 4% ini, maka mereka diharapkan bakal bisa bikin kebijakan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat, dalam mewujudkan kesejahteraan. Jadi intinya, mencapai 4% ini susaaaah banget ges karena emang… ya banyak.
 
Now I got it. Lanjut….
Ok kita lanjut. Pemilu 2024 kan udah kelar ya. Kelar nyoblosnya maksudnya, ehehehe. Perhitungan suara dari KPU pun udah on going di mana kita bisa liat nih partai-partai mana aja yang udah passing the threshold. Iya, per kemarin, di jam 3 sore WIB, real count KPU mencatat ada sembilan partai yang udah memeroleh lebih dari 4% suara secara nasional dan memastikan langkahnya dapat kursi di DPR RI. Top Five-nya sih ada PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, dan NasDem. Terus disusul PKS, Demokrat, PAN, dan juga PPP. Ini semua sih petahana ygy, artinya nothing new gitu loh, bila dibandingkan pemilu 2019. Tapi kita nggak mau ngomongin ini sekarang, gengs. yang mau kita omongin adalah aturan untuk Pemilu 2029. Everybody, you met them before: Mahkamah Konstitusi.
 
Tell me. 
Hari Kamis kemaren, Mahkamah Konstitusi baru aja mengabulkan gugatan soal ambang batas parlemen ini, gengs. Adapun gugatan ini sebelumnya dilayangkan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi aka Perludem yang diwakili oleh Khoirunnisa Nur Agustyati dan Irmalidarti. Perludem menggugat ke MK untuk mengubah aturan soal ambang batas parlemen ini, guys. Disampaikan oleh Kuasa Hukum Perludem,  Fadli Ramadhanil bilangnya parliamentary threshold 4% ini bikin suara rakyat jadi terbuang sia-sia, karena nggak terkonversi jadi kursi di DPR RI. Iya kan, jadi misalnya kamu dukung Partai Para Swifties (PPS), nah bisa aja kamu nyoblos PPS tapi karena mereka ga nyampe 4%, coblosan kamu itu sia-sia deh…
 
Terus hasilnya? 
Yak, MK setuju dan mengabulkan gugatannya. Dalam sidang putusan kemaren, Ketua MK Suhartoyo menyebut para hakim konstitusi sepakat sama Perludem, gengs. Para hakim konstitusi sepakat  ketentuan ambang batas parlemen alias parliamentary threshold sebesar 4% yang selama ini berlaku tuh  nggak sejalan sama prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum. Atas dasar itulah maka MK ngabulin gugatannya Perludem.
 
Jadi partai bisa langsung nyelonong ke DPR?
Oh, enggak gitu juga konsepnya, bro. Masih dalam putusan MK kemaren, hakim konstitusi enggak menghapus ambang batas 4% itu jadi nggak ada sama sekali. Yep, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut pihaknya nyerahin lagi ke pembuat undang-undang alias DPR jadi seberapa tuh ambang batasnya. Jadi lebih rasional gitu, pake kajian yang jelas, dan juga komprehensif. That being said, karena harus dibahas di DPR, parliamentary threshold ini dinilai masih konstitusional buat Pemilu 2024. Tapi revisinya harus mulai jalan supaya bisa berlaku mulai 2029 mendatang.
 
Agak laen sama putusan MK yang satu lagi yha….
You mean putusan soal syarat usia capres cawapres ya? Ehehehe. Ya emang harusnya gini sih, guys. Mantan Ketua MK, yang juga Cawapres nomor urut 3, Mahfud MD, dalam keterangannya kemaren menyebut setiap putusan yang berdampak langsung ke peserta kontestasi politik. either itu memberatkan atau yang meringankan, harusnya emang diterapkan buat periode berikutnya. Nah kalau putusan syarat usia capres-cawapres itu, Pak Mahfud bilang, “Itu sebuah kesalahan. Dan udah dibuktikan bahwa itu salah, yaitu Anwar Usman dipecat sebagai ketua,” katanya gitu.
 
I see. So, where are we going from here? 
Ya itu tadi. MK kan balikin lagi putusannya ke DPR RI ya di mana DPR kudu memutuskan ambang batas yang rasional untuk partai politik. Nah sekarang sih DPR bilang mereka masih mikir-mikir dulu ambang batasnya ini harus berapa. Yep, Anggota DPR RI dari fraksi PKB, Yanuar Prihatin menyebut pihaknya lagi mempertimbangkan aspek derajat proporsional dan pembatasan multipartai. Derajat proporsional, biar suara rakyat di   parlemen tetap terwakilkan oleh partai politik yang ada. Tapi, at the same time, jangan sampai ada multipartai yang end up mengarah ke multipartai ekstrem.
 
I see….
Lebih jauh soal DPR yang lagi mikir-mikir ambang batas parlemen ini harusnya berapa, kalau dari PDI Perjuangan sih ngeliatnya parliamentary threshold ini harus dinaikkanguys, up to 5-7% lah. Tujuannya, ya buat penyederhanaan jumlah partai. Biar konsolidasi di DPR juga lebih gampang dan efektif. Tapi kalau dari PAN, angka yang bisa dipertimbangkan yaa… 2-3%. Jadi ya balance gitu. Nggak tinggi-tinggi banget, tapi nggak yang 0 juga. Alasannya sama, supaya ada pengendalian jumlah parpol. Biar dinamika di DPR juga bisa disederhanakan gitu.
 
Nggak tinggi-tinggi banget, biar itu partai satu bisa full senyum….
WKWKWKWKW we know what you’re thinking. Now let’s talk about: Partai Solidaritas Indonesia aka PSI. Berdasarkan real count KPU per kemarin, PSI udah memeroleh suara sebesar 3,13%. Dikittt lagi nyampe ambang batas 4%. Jadi nggak perlu nunggu 2029. Sekarang pun, ini partai dikit lagi bisa masuk Senayan. Tapi yang harus kamu tahu adalah, there’s something sus di balik perolehan suara ini, guys. Soalnya, suara PSI di sini tuh melonjak secara drastis. Iya, dalam waktu belasan jam aja, suara PSI udah bertambah sampai 72 ribu. Hal ini jadi pertanyaan dong, “Kok bisa???”
 
Yaa emang bisa nggak sih?
Ya bisa-bisa aja, guys. Ketua Dewan Pembina PSI, Grace Natalie bilangnya penambahan suara ini wajar since rekap perhitungan suara di KPU juga masih on going. In that sense, Sis Grace menyebut netizen tuh jangan pada negative thinking deh sama PSI. Toh partai-partai lain juga pada ngalamin hal yang sama, suaranya naik turun juga. Jadi, jangan apa-apa larinya ke PSI.
 
Ya gimana yha, sis….
Soalnya, kalau kata para peneliti, partai lain tuh naik turunnya smooth. PSI doang nih yang agak laen. Disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi, saat ini data yang masuk ke Sirekap KPU tuh udah lebih dari 50%. Itu artinya, kalau ada naik turun tuh pasti smooth gitu. Kayak PKB misalnya. Mereka juga naik turun, tapi nggak sedinamis PSI. Makanya hal ini jadi pertanyaan, apakah emang hal ini disengaja supaya meloloskan PSI ke Senayan karena as we all know, PSI ketua umumnya Mas Kaesang Pangarep, guys. Anaknya Presiden Joko Widodo.
 
HMMMM.
Tapi kalau kata KPU mah, tunggu ajaa hasil akhirnya 20 Maret ntar. Sekarang, KPU masih on progess ngerekap semua perolehan suara yang masuk nih, guys. Disampaikan oleh Komisioner KPU, Idham Holik, proses ngerekap perolehan suara ini dilakukan secara berjenjang, terus prosesnya terbuka lagi, disaksikan oleh pihak terkait kayak Bawaslu, masyarakat, dan disiarkan jurnalis di media. Jadi all good lah.
 
WE’RE WATCHING YOU, KPU!!!! Now wrap it up….
Jadi ya intinya gitu, guys. Intinya, buat Pemilu 2029, ambang batas 4% most likely nggak bakal berlaku lagi. Secara kalau dari pov partai-partai new player yang belum pass the threshold nih, ngumpulin 4% tuh susahnya minta ampunguys. Iya, mulai dari keterbatasan biaya, terus persaingan yang gila-gilaan, sampai harus meyakinkan warga di grassroot buat memilih juga jadi PR bagi mereka. Bayangin aja, partai sekecil itu berkelahi dengan partai yang puluhan tahun established. Tapi kalau diliat good case-nya, Partai Gerindra di 2009, NasDem di 2014 juga bisa kok jauh melewati threshold 4%. Dan di 2019, nggak ada partai baru yang lolos ke Senayan. Jadi, salahnya di mana nih para partai baru?

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.