Admin
UTC
0 kali dilihat
0 kali dibagikan
When last year wasn’t our year…
Gara-gara inflasi dan pandemi covid-19.
Covid-19 mungkin udah jadi part of life yang nggak bisa dilupain buat seluruh masyarakat dunia. Pandemi kemarin tuh emang bener-bener berdampak besar banget, salah satunya yha perekonomian yang babak belur di hampir seluruh negara. Nah guys, baru-baru ini, Asian Development Bank aka ADB tuh baru aja menerbitkan laporan yang bilang bahwa inflasi tinggi dan pandemi Covid-19 kemarin mendorong 68 juta orang di Asia ke dalam kemiskinan ekstrim pada tahun lalu.
Whoa, tell me everything.
You got it. Jadi Kamis kemarin, ADB baru aja merilis laporan yang berisi jumlah data kemiskinan ekstrem di Asia pada tahun 2021. Dalam laporannya, diperkirakan ada 155,2 juta orang di negara berkembang Asia yang hidup dalam kemiskinan ekstrim. Jumlah ini tuh setara dengan 3,9 persen dari total populasi di kawasan ini, guys. Pada laporannya juga, ADB bilang kalau angka ini terpaut 67,8 juta dibanding jika nggak ada krisis ekonomi dan pandemi covid-19.
That’s a lot, bruh.
Yep, we agree. Soalnya beragam varian covid-19 yang kemarin sempet ada ditambah ketegangan geopolitik di beberapa negara Asia udah jadi combo yang menyebabkan terjadinya krisis biaya hidup. Hal ini berdampak juga pada terganggunya jalur pasokan kebutuhan primer tiap negara dalam beberapa tahun terakhir serta bikin inflasi yang makin tinggi di seluruh dunia. Hal ini tuh yang bikin ada penambahan signifikan atas kemiskinan ekstrim di Asia.
Yang jadi acuan kemiskinan ekstrim tuh apa sih?
Good question. Jadi, kemiskinan ekstrim tuh didefinisikan dengan orang yang punya pendapatan kurang dari US$2,15 atau sekitar Rp33 ribu rupiah setiap harinya. Dan ternyata, ada lebih dari 150 juta orang yang nggak dapet pendapatan segitu di Asia, guys. Makanya masyarakat miskin tuh jadi kelompok yang paling terkena dampak inflasi. Bayangin dengan pendapatan yang begitu kecil, mereka tetep kan harus berurusan sama kenaikan harga pangan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya.
OMG:((
Nah, dari kelompok miskin ini, mereka yang berjenis kelamin perempuan diketahui kena dampak yang nggak proporsional akibat inflasi tinggi dan pandemi covid-19 tahun kemarin. Lha gimana nggak, perempuan tuh cenderung punya pendapatan yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Belum lagi mereka juga melakukan pekerjaan yang nggak dibayar seperti pada sektor rumah tangga. Makanya dalam hal ini, baik masyarakat miskin dan perempuan akhirnya ngga punya banyak duit untuk mengakses layanan kesehatan dan pendidikan yang sebenarnya berpeluang mengubah nasib mereka di masa depan.
Huft, terus gimana dong?
Nah di dalam laporan ini, ADB juga kasih saran untuk seluruh pemerintah di Asia, guys. Mereka tuh bilang kalau krisis ekonomi yang sekarang sedang berlangsung bisa dikurangi dengan berbagai cara. Salah satunya dengan memperkuat sistem perlindungan sosial, meningkatkan dukungan di sektor pertanian, meningkatkan akses untuk layanan keuangan, sampai memprioritaskan investasi infrastruktur serta mendorong inovasi teknologi, gitu.
Anyway, kalau Indonesia gimana?
Well, kalau kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial bernama Nunung Nuryartono, per September lalu, cuma ada sekitar 1,74 persen kemiskinan ekstrim di Indonesia. Meskipun gitu, dirinya masih terus optimis di tahun ini, angka kemiskinan ekstrim di Indonesia akan mencapai nol persen dengan tren menurun. Katanya hal ini bisa dicapai pemerintah kita lewat berbagai langkah intervensi seperti Program Keluarga Harapan, Kartu Indonesia Pintar, sampai subsidi energi.
Ok, anything else I should know?
Ok, anything else I should know?
FYI, sekarang ini mayoritas negara-negara di Asia emang terus mengalami pemulihan ekonomi dari buruknya inflasi dan pandemi covid-19 tahun lalu. Kalau kata Kepala Ekonom ADB bernama Albert Park sih, untuk bisa kembali ke jalan yang benar, seluruh pemerintah di Asia harus bisa memperkuat pengaman sosial untuk masyarakat miskin serta mendorong investasi dan inovasi serta menciptakan peluang pertumbuhan dan lapangan pekerjaan, gitu.