Now everybody, stop whatever you're doing...
And let's catch up! on...
A triggering alarm on femicide. AAAAAAA marah banget kalo ngomongin perempuan yang jadi korban kekerasan tuh, apalagi kalau sampai berakhir meregang nyawa. Nah, kalo kamu pikir: Ah engga, ibu/nenek/teteh/tante/bibi atau siapapun gue itu aman, think again.
Why?
Karena menurut data yang baru dirilis oleh UN Women dan UN Office on Drugs and Crime (UNODC) Senin lalu, diketahui bahwa di tahun 2023 aja, 140 orang perempuan dan anak gadis meninggal SETIAP HARINYA di tangan pasangan maupun keluarga dekatnya. Artinya, satu perempuan terbunuh setiap sepuluh menit sekali.
OMG :(
Saking angkanya udah triggering banget, Sekjen PBB Antonio Guterres sampe bilang gini guys: "Kekerasan atas perempuan tuh udah jadi epidemi yang benar-benar memalukan buat kemanusiaan." Guterres juga bilang bahwa seluruh dunia harus bekerjasama dan berkomitmen penuh untuk menghadirkan keadilan, akuntabilitas dan dukungan untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan ini, guys :(.
Tell me more about the report.
Well, jadi laporannya menggambarkan bahwa memang femisida, atau pembunuhan karena perempuan itu terjadi di mana aja, ga peduli di benua kaya atau miskin, bagaimana status sosialnya, hingga kebudayaannya. Pokoknya rata kejadian di seluruh dunia, guys. Yang bedain adalah tingkat keparahannya.
Kayak apa tu...
Kayak misalnya, Afrika diketahui memiliki angka pembunuhan atas perempuan tertinggi, dengan mayoritas dilakukan oleh pasangan maupun keluarga dekat. Jumlahnya mencapai 21.700 jiwa di tahun 2023, diikuti oleh Benua Amerika dan Oseania. Meanwhile, di Eropa dan Benua Amerika, pembunuhan lebih banyak dilakukan oleh pasangan, yang jumlahnya mencapai 64% dari total kasus kematian.
Kalo Asia gimana?
Nah kalo both di Afrika dan Asia, pembunuhan atas perempuan lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga dibandingin pasangan. Hal ini menunjukkan emang ada perbedaan antara budaya dan dinamika sosialnya juga.