First stop, all you need to know about: kebijakan tarif impor US...
Ga abis-abisnya gebrakan Mr. Orange ini ya, guys. Setelah banyak cut budget sana-sini, jahat banget sama Gaza dan nangkep-nangkepin orang yang vokal menolak kebijakannya (Mana katanya freedom of speech, woeee???) kini Donald Trump baru aja mengumumkan kebijakan global baru yang bikin kaget berbagai negara. Yep, mengawali bulan April 2025, Trump baru aja merilis kebijakan tarif resiprokal ke sejumlah negara, termasuk Indonesia yang terkena tarif impor sampai 32%.
BUSET. Tell me about it!
OK, tarif resiprokal ini in a nutshell artinya timbal balik. Jadi kan misalnya kita dagang antar negara ni ya guys, misalnya kita beli barang China, nah biar bisa masuk ke Indonesia, biasanya pemerintah Indo bakal menerapkan sejumlah tarif buat barang China tersebut. Hasilnya, of course harga barangnya pas masuk ke pasar Indonesia bisa lebih mahal. Tujuannya selain penerimaan pajak dari tarif, juga untuk melindungi produk lokal.
I see... terus?
Nah biasanya, tarif masuk itu nilainya macem-macem tergantung perjanjian antar negara. Bahkan ada juga yang ga pake tarif masuk yang dikenal dengan free trade area, contohnya di ASEAN. Biasanya kalo udah tarif masuknya murah banget, atau bahkan gratis, tujuannya adalah untuk meningkatkan kerjasama perdagangan, memudahkan lalu lintas barang, atau ya udah bestie banget aja kayak ASEAN tadi. Nah guys, tapi nyatanya, Amerika Serikat selaku salah satu raksasa ekonomi dunia JUSTRUUU memutuskan buat meningkatkan tarif impor buat barang-barang dari negara lain yang masuk ke negaranya. Some of which tinggi banget, bahkan sampe lebih dari 40%!
Gokil...
Nah kebijakan inilah yang disebut Trump sebagai reciprocal tariff. Dalam keterangannya minggu lalu, Trump menyebut bahwa pungutan itu tujuannya buat menyamakan kedudukan sama negara lain yang udah membebankan tarif lebih tinggi ke AS. Doi juga bilang, selama ini negaranya mengalami "trade deficit", di mana banyakan barang masuk ke AS daripada yang dijual ke luar negeri. Menurutnya, hal ini sangat berbahaya buat produksi domestik dan bikin negaranya jadi tergantung sama asing. FYI guys, adapun untuk semua negara, kenaikan tarifnya itu dipukul rata di 10%, terus buat negara-negara yang lagi mengalami trade deficit sama AS, jumlahnya lebih dari itu dengan angka yang berbeda-beda.
I see...
Nah, kebijakan tarif yang baru ini bakal diterapkan secara bertahap, guys. Tahap pertama bakal diberlakuin tarif umum sebesar 10% buat semua negara yang mulai efektif sejak Sabtu (5/4). Sedangkan, tarif khusus buat berbagai negara bakal resmi diberlakukan pada Rabu (9/4). Masih dalam keterangan resminya, disebutkan juga bahwa pemerintah AS baru akan mengakhiri kebijakan reciprocal tariff ini kalo emang mereka ngeliat trade deficit-nya udah berkurang, atau bahkan udah berhasil diatasi.
Now, tell me about the impacted countries...
Banyak guys, bahkan Indonesia uga kena, dengan kenaikan tarif sampe 32%. Artinya barang Indo yang mau ke US bakal kena tarif masuk sampe segitu. Terus, ada juga Uni Eropa (20%), China (54%), Vietnam (46%), Thailand (36%), Jepang (24%), dll. Terkait kebijakan ini, at least reaksinya ada dua, guys: Balik nyerang atau... negotiating.
Really?
Yep. Sejauh ini yang udah balik nyerang adalah China, yang pada Jumat lalu langsung mengumumkan tarif balasan sebesar 34% buat barang AS yang mau masuk ke China. Negeri Tirai Bambu itu juga makin membatasi barang-barang yang boleh dikirim ke AS, misalnya rare minerals, yang biasanya dipake buat bikin baterai dan kendaraan listrik. Selain itu, banyak negara kayak Uni Eropa, Inggris, Australia dll banyak yang mengeluhkan dan mengecam pemberlakuan tarif tersebut karena hal itu cuma bakal bikin negara-negara makin proteksionis, jadinya resesi...
Respons pemerintah Indonesia gimana?
Well, menurut Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan pada Kamis (3/4) Noudhy Valdryno, Presiden sejak jauh-jauh hari udah nyiapin tiga langkah buat menghadapi gejolak perubahan kebijakan global. Pertama, dengan memperluas mitra dagang RI, salah satunya dengan bergabungnya RI ke BRICS. Kedua, lewat percepatan hilirisasi SDA yang selama ini mengandalkan ekspor bahan mentah, kini diupayakan diekspor dalam bentuk turunan untuk dapat nilai tambah. Lalu, yang ketiga dengan peluncuran BPI Danantara untuk mendukung langkah kedua soal percepatan hilirisasi SDA di negara kita.
Hmmm...will those be effective?
For now belum bisa keliatan ngaruh apa nggaknya, sih, gaes. Hanya aja yang pasti, respons pemerintah Indonesia terhadap kebijakan terbaru Trump adalah instruksi presiden buat perbaikan dan penghapusan regulasi yang menghambat, seperti Non-Tariff Measures (NTMs). Menurut keterangannya pada Kamis (3/4), Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menyebut bahwa sejumlah kementerian sama lembaga udah koordinasi dan bakal mengutus perwakilan Indonesia ke Washington DC buat negosiasi.
BTW, apa aja sih dampak kebijakan ini buat Indonesia?
Banyak jeleknya sih guys. Menurut Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF, Andry Satrio Nugroho, kebijakan ini bakal bikin daya saing produk Indonesia kalah sama produk negara lain. Efeknya ya, bakal bikin konsumen dari AS bakal mengurangi jumlah pembelian atau beralih ke pemasok lain yang harganya lebih terjangkau. FYI, AS selama ini adalah negara tujuan ekspor terbesar kedua setelah China. Kalau hal ini benar-benar terjadi bukannya nggak mungkin bakal ada badai PHK besar-besaran di berbagai industri dalam negeri karena kita jadi ga bisa banyak-banyak jualan ke AS.
Is that all?
Nope, kebijakan ini juga disebut bakal ngaruh ke mata uang Indonesia a.k.a rupiah (Rp). Menurut keterangan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Didin S. Damanhuri, kebijakan tarif impor balasan ini bisa menekan rupiah dengan proyeksi hingga Rp17 ribu per US$ 1. Kalau udah gitu, efeknya bakal dirasain sama perusahaan-perusahaan dalam negeri, apalagi yang punya utang dalam bentuk dollar di atas 50%. Utang membengkak berarti perusahaan harus melakukan efisiensi, either mengurangi produksi atau worst nightmare mengurangi tenaga kerja lewat PHK. Senada dengan itu, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memprediksi lebih dari 50 ribu pekerja di Indonesia bakal di PHK akibat kebijakan tarif impor baru AS ini.
:(
FYI guys, menurut Presiden KSPI Said Iqbal, beberapa industri yang kemungkinan akan terdampak adalah tekstil, garmen, sepatu, sawit, karet, pertambangan, hingga makanan hingga minuman yang berorientasi ekspor ke Amerika. Dalam keterangan persnya pada Sabtu (5/4), Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi Lukman, juga menjelaskan bahwa AS jadi pasar ekspor prioritas buat berbagai produk unggulan makanan dan minuman Indonesia, seperti kopi, kelapa, kakao, minyak sawit, lemak nabati, produk perikanan juga turunannya. Meanwhile, industri makanan sama minuman Indonesia juga mengimpor bahan baku industri dari AS, seperti gandum, kedelai, juga susu.
Dark banget kayanya...
Hmmm, kaya makin real sana sini gelap deh, ya. But, kebijakan terbaru AS ini dipandang sebagai situasi yang nggak perlu terlalu dikhawatirkan oleh Mantan Wapres RI, Jusuf Kalla, gaes. So, beliau turut menjelaskan kalau tarif terbaru yang diterapkan AS ini bakal didasarkan sama komoditas bukan negara. Menurut beliau ini lebih condong ke kebijakan politis dan emosionalnya Trump ke negara-negara dunia. Lebih lanjut, Pak JK juga menyinggung besaran kenaikan tarif AS yang bakal dikenakan ke produk impor Indonesia sekitar 10% saja, yang nantinya bakal dibebankan sama rata ke konsumen dan pengusaha AS.
I see. Anything else?
Yes, menyikapi kebijakan tarif AS ini, Sekjen Partai Komunis Vietnam, To Lam, disebut sudah berdiskusi sama Trump soal penetapan tarif impor 46% ke Vietnam. Berdasarkan postingan Truth Trump di Sabtu (5/4), pemerintah Vietnam berencana untuk memangkas tarif pajak impor sampai 0% buat barang-barang AS kalo mereka bisa bikin kesepakatan yang menguntungkan satu sama lain. Hal ini disebut-sebut Trump sebagai langkah sukses karena emang ini tujuannya. Bikin mereka bisa dagang dengan tarif rendah. Huft...