Kasus Suap Hakim di Indonesia

Admin
UTC
9 kali dilihat
0 kali dibagikan

A-Z about Terungkapnya Banyak Kasus Suap Hakim di Indonesia...

perlu berbenah total?
Korupsi lagi, suap lagi, begituuuu terus beritanya. Terungkapnya kasus suap dan grafitikasi hakim untuk perkara korupsi minyak sawit mentah di PN Jakarta Pusat pekan ini menambah deretan jumlah kasus tindak pidana aparatur pengadilan di Indonesia. Yep, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Agung (MA) buat berbenah total.

Tell me about it.
Yep, yang salah bisa bebas asal ada uang imbalan. Sedangkan, masyarakat yang kasus pidananya ringan dan bisa diselesaikan lewat restorative justice justru harus mendekam di penjara karena ga punya uit.  Dalam siaran persnya pada Rabu (16/4), peneliti ICW, Egi Primayogha, menegaskan perlunya ada pembenahan menyeluruh untuk tata kelola internal di MA. Kasus suap yang terungkap dan melibatkan hakim-hakim menunjukkan adanya praktik mafia peradilan. Vonis bisa dijual beli dan direkayasa selama ada kongkalikong jahat antara para pelanggar konstitusi.

Nggak fair banget!!!

Yep, berdasarkan pemantauan oleh ICW selama tahun 2011-2024, ada 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk bisa mengatur hasil putusan di peradilan. Nilai suapnya bahkan mencapai nominal yang fantastis yaitu Rp107.999.281.345. Lebih lanjut, Egi meminta MA menyikapi kasus mafia peradilan sebagai masalah laten yang perlu segera diberantas. MA didorong bekerja sama dengan Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan masyarakat sipil buat memetakan potensi korupsi di lembaga peradilan. Nggak berhenti di situ, perlu ada mekanisme pengawasan ke kinerja dan syarat penerimaan hakim untuk meminimalisir potensi korupsi di masa depan.

Apa aja sih contoh kasusnya?
Masih inget kasus Ronald Tannur yang bunuh pacarnya Dini Sera Afrianti tapi dibebasin di pengadilan? Pada 24 Juli 2024, Hakim PN Surabaya memutuskan Ronald Tannur bebas dari dakwaan pembunuhan terhadap Dini. Yep, ada tiga hakim yang berperan dalam pembebasan tersangka Ronald Tannur itu, yaitu Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul. Sehari setelah putusan mengejutkan itu, Kejari Surabaya langsung mengajukan kasasi. Jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap sebesar Rp1 miliar dan SGD 308 ribu (setara Rp3,6 miliar) untuk bisa memberi vonis bebas buat Ronald Tannur.

Terus...terus...
Yep, masih nyambung sama kasus suap vonis lepas terdakwa korporasi kasus korupsi minyak goreng. Jadi, hakim Ali Muhtarom yang jadi salah satu tersangka kasus suap vonis bebas perkara ekspor minyak kelapa sawit juga jadi hakim yang handle perkara eks Menteri Perdagangan (2015-2016), Tom Lembong. Karena tersandung kasus suap di PN Jaksel, posisinya sebagai hakim anggota untuk kasus Tom Lembong digantikan oleh hakim Alfis Setyawan. Pergantian hakim untuk kasus Tom Lembong ini disampaikan oleh Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika di Pengadilan Tipikor Jakpus pada Senin (14/4).

Gimana respons pakar?
Well, sistem peradilan di Indonesia belum berfungsi baik. Hal itu disampaikan sama direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Fadhil Alfathan. Menurut Fadhil, kasus-kasus suap yang terus terjadi selama ini di Indonesia nggak bisa disederhanakan seolah tanggung jawab beberapa oknum saja. Hal ini menurutnya berkaitan sama sebuah sistem peradilan. Sehingga, solusi dan upaya penyelesaiannya harus bisa diterapkan secara sistematis bukannya personal. Lebih jauh, Fadhil menganggap bahwa negara belum ada upaya serius untuk melakukan perbaikan dan membersihkan negara dari tindak kejahatan korupsi.

Who can do something about this?
Presiden sama DPR. Menurut Fadhil, dua lembaga negara itu punya tugas bikin regulasi juga undang-undang. Presiden bisa berbuat banyak untuk mengatasi krisis hukum yang terus menerus berulang di negara ini. Presiden bisa mendorong penegakan hukum dan penyelenggaraan negara yang bebas KKN dengan mengerahkan bawahannya yang ada di ranah eksekutif, seperti Kapolri dan Jaksa Agung. Selain itu, Fadhil juga menyoroti tren korupsi yang beralih nggak hanya pada penerapan tapi juga perumusan kebijakan. Sedangkan, menurut pakar hukum dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, situasi korupsi terus terjadi karena aparat penegak hukum sudah kehilangan contoh atau panutan.

What's next?
Well, menurut Castro, Presiden bisa melakukan sesuatu kebijakan terkait korupsi yang lebih konkret. Misalnya mendorong percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Namun, sejauh ini yang terlihat dari statement dan kampanye yang disampaikan ke publik banyak solusi yang dianggap kurang relevan. Mulai dari wacana pembuatan penjara di pulau terpencil bahkan yang terbaru Presiden mempertanyakan apa adil kalo anak-anak koruptor ikut menderita karena dosa ayahnya. Jika langkap pemberantasan korupsi nggak menunjukkan keseriusan, nggak heran kalau kasus korupsi makin marak dari waktu ke waktu.

I see. Anything else?
Yes, terkait kasus suap putusan ontslag korupsi PCO yang melibatkan Ketua PN Jaksel dan tiga hakim, Wakil Ketua DPR, Adies Kadir, kasih ide soal pertukaran hakim, nih, gaes. Yep, Adies ngusulin biar hakim di Pulau Jawa ditukar ke luar pulau gitu. Menurut Adies, sekitar 60% hakim ada di luar daerah dan banyak yang bekerja sebaik mungkin. Usulan dari Komisi III, mungkin bisa menukar hakim-hakim dari luar Pulau Jawa agar bisa dinas ke Jawa dan sebaliknya. Lebih lanjut, Adies menyatakan kalau pihaknya dan Ketua MA akan menyiapkan proses seleksi hakim yang lebih ketat supaya bisa menunjuk hakim-hakim yang berintegritas dan nggak mudah goyah oleh godaan suap.

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.