Kasus Dokter PPDS Undip, Monkeypox Penyakit Darurat Kesehatan Global, Jessica Kumala Wongso Bebas Dari Penjara, Design Baru Paspor Indonesia

Admin
UTC
25 kali dilihat
1 kali dibagikan

Good morning

Hi there! We hope you had a festive, yet a restful Independence Weekend. Some good news: We have a new X/Twitter account: @catchmeupid. Here's the back story--our old account was hacked, and we didn't want to miss out on the X -universe, so we decided to get back with a new account.

 

First stop, let's get you updated on: Dokter PPDS Undip case....

Trigger warning. This content contains suicide, bullying, and deppresion which could be unsettling for some readers. Proceed with cautions!


I am ready, Tell. Me. Everything. 

So, you have heard the news, rite? Over the weekend kemaren, netizen seluruh Indonesia rame banget ngomongin tewasnya seorang dokter PPDS aka dokter residen (Dokter umum yang lagi sekolah spesialis) di jurusan anestesi Universitas Diponegoro, Semarang, dokter Aulia Risma Lestari namanya. Dari keterangan awal polisi, dokter Risma diduga bunuh diri gara-gara perlakuan bullying yang Ia terima dari senior-seniornya. Tapi hal itu kemudian dibantah tegas oleh pihak kampus, bahkan keluarganya. More on those, scroll down.


What happened? 

Jadi, Senin 12 Agustus lalu, Dokter Aula Risma Lestari yang lagi sekolah PPDS Anestesi di Undip ditemukan tewas di kosannya di daerah Gajahmungkur, Semarang, Jawa Tengah. Dari keterangan polisi, Kapolsek Gajahmungkur, Kompol Agus Hartono menyebut Aulia ditemukan dalam kondisi biru-biru di sekitar wajah dan pahanya. Aulia diduga nyuntikin sendiri obat penenang ke dalam tubuhnya. In that sense, Aulia diduga tewas bunuh diri.


:((((( 

Wait until you hear about: Di TKP, polisi menemukan diary-nya Aulia. Di situ terungkap struggle-nya dia selama kuliah kedokteran, termasuk urusan sama senior-seniornya. In his words, Kompol Agus menyebut, "Ibunya memang menyadari anak itu minta resign, sudah enggak kuat. Sudah curhat sama ibunya, satu mungkin (karena) sekolah, kedua mungkin menghadapi seniornya. Seniornya itu kan perintahnya sewaktu-waktu minta ini dan itu, keras…” katanya.


Sad banget :(

Yep. Berangkat dari penemuan ini, Polrestabes Semarang masih terus mendalami motif di balik kematian Aulia. Kapolrestabes Semarang, Kombes Irwan Anwar menyebut pihaknya masih nge-make sure apakah diary di TKP itu bener tulisannya Aulia atau bukan. Makanya mereka langsung cusss pergi ke Tegal untuk ketemu keluarga Aulia. Intinya, Kombes Irwan bilang begini, “Belum ada fakta atau bukti yang mengatakan korban ini meninggal bermotifkan perundungan. Sebaliknya, tidak ada bukti atau keterangan yang mengarah kematian bukan karena perundungan. Nah, itu masih kita dalami."


So, how did that go with the family? 

Let’s go to Tegal, Jawa Tengah. Di sana, pihak keluarga justru bilang Aulia nggak meninggal karena bunuh diri, tapi sakit. Yep, you heard it right. Dari keterangan kuasa hukum keluarga, Susyanto, Aulia itu riwayat penyakit saraf kejepit, guys. Jadi kalau kecapekan tuh gampang sakit gitu lo. That being said, pihak keluarga menduganya Aulia ini kemaren emang kecapekan terus lagi dalam keadaan darurat. Jadinya nyuntikin sendiri anestesinya tapi turned out overdosis. “Intinya dari keluarga menampik berita bahwa korban meninggal dunia karena bunuh diri," kata Susyanto.


Okay….

The same thoughts were also spoken by pihak kampus. Dalam keterangan tertulis yang beredar Kamis kemaren, Rektor Universitas Diponegoro Prof. Suharmono, menyatakan mahasiswa mereka Dokter Aulia Risma Lestari ini punya masalah kesehatan. Jadi program belajarnya di PPDS Anestesi jadi keganggu, katanya gitu. Lebih jauh, gara-gara kondisi kesehatannya itu, Prof. Suharmono juga menyebut Aulia ini sempat mau resign, guys. Tapi since dia awardee beasiswa, jadi nggak bisa resignIn that sense, Undip menyatakan Dokter Aulia meninggal bukan gara-gara bullying. FK Undip pun menegaskan mereka udah menerapkan ‘zero bullying’ sejak beberapa waktu lalu.


So, where are we going from here?

 Sampai berita ini ditulis, kasus kematian Dokter Aulia masih terus diusut oleh berbagai pihak, termasuk oleh Kementerian Kesehatan. Adapun dalam keterangannya Kamis lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut pihaknya udah koordinasi sama Polri untuk investigasi. Secara kalau dari pov Kemenkes, dugaan bunuh diri itu emang udah ditemukan.


HMMM…. 

In that sense, Pak Budi bilang PPDS Anestesi di Undip, yang tugas di RSUP Kariadi itu harus dievaluasi. In his words, Pak Budi juga menyampaikan, “Tidak ada lagi perilaku-perilaku bullying seperti ini dengan alasan menciptakan tenaga yang tangguh, menciptakan tenaga yang tidak cengeng. Kita bisa menciptakan tenaga yang tangguh tidak cengeng tanpa menyebabkan mereka mati." Jadi, selama investigasi berlangsung, pihak Kemenkes resmi menyetop Program Studi Anestesi di FK Undip. Pemberhentian ini disebut berlangsung sampai investigasi kelar dan ada langkah-langkah yang bisa dipertanggungjawabkan oleh RSUP Kariadi dan FK Undip.


Got it. Now wrap it up….

Anyways, let’s talk about bullying. Kamu harus tahu bahwa di media sosial, belakangan ini rame banget para netizen nge-spill kejamnya PPDS Anestesi Universitas Diponegoro ini, guys. Terutama, beban kerjanya yang dianggap terlalu berat. Ikatan Dokter Indonesia juga nggak denial emang masih ada bullying di lingkungan PPDS, guys. Wakil Ketua Umum IDI, Slamet Budiarto bahkan bilang, “Bullying masih ada… Ya namanya manusia” (???) Makanya nggak heran banyak residen yang mengalami stres bahkan sampai depresi. Di awal tahun ini, Ikatan Dokter Indonesia lewat surveinya juga menyatakan 2.000++ dokter residen mengalami gejala depresi, di mana 75 orang-nya dinyatakan depresi berat.

 

Who's raising some alarm?

WHO aka World Health Organization.

Yoi guys, baru aja nih, Dirjen WHO Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus mengumumkan penyakit mpox, atau dulunya disebut monkeypox, sebagai penyakit darurat kesehatan global.


Hah? What does this mean?

It means penularan penyakit ini udah mengkhawatirkan banget, dan dibutuhkan respons internasional yang gercep demi mencegah penularan penyakit ini. FYI guys, jadi mpox ini udah diumumkan sebagai penyakit endemi di negara-negara Afrika tengah dan Barat. Mpox pertama kali dideteksi pada tahun 1970 di Kongo, dan pada Juli 2022, penyakit ini udah mulai menyebar ke negara-negara tetangganya Kongo kayak Burundi, Kenya, Rwanda dan Uganda. Adapun penyakit ini menyebar dengan cepat lewat kontak seksual dan skin to skin contact.


Scary...

Yep, you should be. Karena masih menurut WHO, sejak pertama kali dideteksi tuh, jumlah penderita mpox terus bertambah secara cepat. WHO juga melaporkan bahwa penyakit ini udah membunuh 450 orang di Kongo. Terus pada tahun ini, jumlah kasus mpox bertambah secara sangat signifikan, di mana ada 15,600 kasus yang terdeteksi dan 537 kematian. Karena penularannya yang sangat mudah inilah, WHO mengumumkan penyakit mpox sebagai darurat global.


Go on...

Nah minggu lalu, seengganya udah ada dua negara di luar Afrika yang melaporkan penyakit mpox. Pertama adalah Pakistan, di mana penderitanya baru balik dari Arab Saudi, dan satunya adalah Swedia, pada seorang warga yang baru balik dari Afrika. Selain udah menyebar ke luar Benua Afrika, dijelaskan juga bahwa mpox udah berkembang menjadi varian baru, namanya Clade 1 yang penyakitnya bisa lebih parah dan lebih mudah menular. Makanya sejak minggu lalu juga, European Center for Disease Prevention and Control (CDC) langsung menerbitkan peringatan perjalanan buat warganya yag baru aja balik dari Afrika dan negara-negara yang terinfeksi.


Ouch... now tell me more about the disease.

Alrite. Jadi mpox ini sebenernya jenisnya sama dengan cacar air, dan penanganan yang telat juga bisa berujung kematian. Penyakit ini punya beberapa gejala kayak demam, badan sakit-sakit dan munculnya bentol-bentol yang panas dan perih. Adapun virus dari mpox ini gampang banget menular dan bisa berpindah lewat close contact, gesekan kulit, hingga penggunaan seprai atau pakaian yang sama dengan penderita. Kalo ngga segera ditangani, bentol-bentol tadi bisa menyebar ke seluruh badan dan bikin kondisi pasien makin parah. Penyakit ini bisa sembuh dalam dua minggu, atau in some severe cases, bisa menyebabkan kematian. Ada dua kelompok yang rentan terhadap penyakit ini: Anak-anak dan penderita HIV.


Terus, pengobatannya apa?

Unfortunately, belum ditemukan pengobatannya apa, guys. Paling bisa ya kamu divaksin, tapi kalo menurut Dr Ngashi Ngongo selaku chief of staff  CDC di Afrika, vaksin ini baru digunakan di tahun 2022, dan distribusinya masih sangat terbatas di Afrika aja. Jadi saat ini, WHO masih memprioritaskan pendistribusian vaksin pada negara-negara di Afrika yang udah terdeteksi. 


So, how can I protect myself?

Well, while Kemenkes udah menkonfirmasi bahwa belum ada kasus mpox baru ditemukan di Indonesia (Indonesia udah mendeteksi dua kasus mpox, di tahun 2022 dan 2023), it's always a good idea to be safe than sorry. Masih menurut Dr. Ngongo, pencegahan dari penyakit ini bisa dilakukan dengan memastikan kebersihan diri kamu sendiri, cuci tangan, dan kalo ada orang dengan gejala mpox, minta mereka untuk periksa ke dokter. Selain itu, vaksin juga terbukti ampuh mencegah penyebaran penyakit ini, so we might as well wait until the vaccine is available here

 

Who's finally breathing some fresh air?

 

Jessica Kumala Wongso

Calling out semua orang yang ngikutin banget kasus Kopi Sianida! Kemaren banget nih, Terpidana Kasus Kopi Sianida, Jessica Kumala Wongso udah bebas dari penjara, guys. Bebas bersyarat gitu. Yang menarik adalah, dari vonis 20 tahun penjara, Jessica bisa bebas cukup dengan delapan tahun. Jadi pertanyaan dong, “Apa yang bikin Jessica akhirnya bebas ya?” Scroll down to find out.


Dia udah bebas??? 

Yep. You heard it right. Masih jelas di ingatan lah yha soal kasusnya Jessica Wongso ini. Kasus yang menewaskan I Wayan Mirna Salihin gara-gara minum kopi mengandung racun sianida di Cafe Olivier, Grand Indonesia pada awal tahun 2016 lalu. Setelah melalui persidangan panjang berbulan-bulan, lanjut sampai kasasi di Mahkamah Agung, ditambah dengan media scrutiny yang ga abis-abis, akhirnya Jessica Kumala Wongso dinyatakan terbukti bersalah sebagai pelaku pembunuhan dan divonis 20 tahun penjara. Kasus ini menarik banget, guys. Bahkan sampai dibikin dokumenternya di Netflix berjudul “Ice Cold: Coffee, Murder, and Jessica Wongso”.


Sungguh kasus yang fenomenal…

Indeed. Yang menarik dari kasus ini adalah, publik tuh kayak kepecah dua kubu gitu lo. Ada tim yang percaya bahwa emang Jessica pembunuhnya. Kayak, “Yaiyalah, CCTV udah jelas. Cuma dia yang ada di situ, Kalau bukan dia, siapa lagi” gitu kan. Ada juga yang berpikir sebaliknya, “Meh! Bukan dia”. Kuasa hukum Jessica of course kekeuh mikirnya juga ‘bukan Jessica’ dong. Makanya, meskipun Jessica-nya udah mendekam di Lapas Pondok Bambu bertahun-tahun, tim Kuasa Hukum Jessica Wongso yang dipimpin Otto Hasibuan mau mengajukan Peninjauan Kembali aka PK.


Ok, so how’d that go? 

Nah di sini gongnya, gengs. Belum sempat mengajukan PK, Jessica Kumala Wongso udah dinyatakan bebas bersyarat! Iya, kemaren banget nih, setelah delapan tahun mendekam di Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur, Jessica udah bebas tanpa harus nunggu 12 tahun lagi. Hal ini of course jadi pertanyaan dong. Dari vonis 20 tahun penjara, kok bisa delapan tahun udah bebas? Ini penjelasannya.


Gimana gimana? 

Ok, first of all, kamu harus tahu bahwa Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham DKI Jakarta, Andika Dwi Prasetya confirmed pembebasan bagi Jessica udah berjalan sesuai prosedur ygy. Itu satu. Kedua, kamu juga harus tahu bahwa di negara ini ada yang namanya remisiguys. Semacam pengurangan hukuman gitu lah bagi para terpidana. Remisi ini yang diterima sama Jessica sampai doi bisa bebas, guys.


I see….

Yep, doi dapat remisi sebanyak 58 bulan 30 hari di sini. Adapun disampaikan oleh Humas-nya Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, Deddy Eduar Eka Saputra, Jessica dapat remisi karena berkelakuan baik selama di penjara. Nggak dijelaskan sih kelakuan baik yang dimaksud kayak gimana. Tapi yang jelas, karena statusnya masih bebas bersyarat, Jessica tetap harus menjalani bimbingan dan segala aktivitasnya tetap terus dipantau sama Kemenkumham sampai tahun 2032 mendatang. Termasuk kalau doi mau ke luar negeri, mau balik ke Aussie misalnya, itu harus izin dulu. Harus ada approval dari Menkumham RI, dan dibolehkan dalam keadaan darurat. Kayak berobat misalnya. 

 

Ok, so what’s next for Jessica Kumala Wongso? 

Well, here's the thing. Dalam keterangannya kemaren, kuasa hukum Jessica, Otto Hasibuan menyebut pihaknya tetap akan mengajukan PK ke Mahkamah Agung, meskipun si Jessica-nya udah keluar dari penjara. Kenapa gitu, Bang Otto sih bilang pihaknya masih ngerasa putusan pengadilan 2016 lalu itu nggak sesuai sama apa yang sebenarnya terjadi menurut mereka. Nggak tanggung-tanggung, Bang Otto bahkan menyebut pihaknya udah mengantongi bukti baru yang dinilai bisa mengubah putusan pengadilan. In his words, Bang Otto bilangnya, “Kalau bukti itu ada pada waktu itu dan bisa kami sampaikan di pengadilan, maka putusan hakim akan bisa berubah." Nggak dijelaskan sih bukti apa yang dimaksud. Tunggu tanggal mainnya deh.


Got it. Anything else I should know?

 Anyways, dari tadi ngomongin Jessica, let’s hear what she says terkait kebebasannya ini ygy. Dalam keterangannya kemaren di konferensi pers, Jessica menyebut doi udah plong banget, guys. Udah nggak ada lagi benci, nggak ada lagi dendam, “Jadi saya sudah maafkan semuanya,” katanya gitu. “Saya harus menjalani apa yang harus saya jalani”. Ditanya soal apa yang mau disampaikan ke keluarga Mirna, doi cuma jawab “ I’m so sorry for your loss. Deepest condolences. That’s all I can say”. 

 

Who's having some new face?

Indonesian passport.

Yep guys, in case you're into some "ngejreng" colorthen you're gonna love our new passport so much. Yep, pada Hari Sabtu kemarin, bertepatan dengan 17 Agustus, Ditjen Imigrasi Kemenkumham baru aja merilis design paspor baru yang kini warnanya merah. Ga cuma warnanya aja yang berubah, tapi juga ada banyak peningkatan fitur dalam paspor dan perlindungan atas paspornya sendiri biar ngga gampang rusak.

Kata Pak Silmy Karim selaku Dirjen Imigrasi, paspor baru ini hanya dikhususkan buat e-paspor. Terus, ada peningkatan kualitas dari sisi bahan baku di mana cover paspor merah ini kuat panas, fleksibel dan melindungi chip yang tertanam di dalamnya. Selain itu, buat halaman biodata paspornya juga dibikin dari beberapa lapis polikarbonat yang tahan lama. Untuk kertas di dalam buku paspornya, Pak Silmy juga ngejelasin bahwa kartasnya berpengaman dan sensitif terhadap kimia. Finally dari sisi look, desain lembar paspor pake motif kain khas setiap daerah di Indonesia, dan motifnya bakal berubah bentuk kalo dilihat dengan sinar UV.

 

"I am more than ready,"

Gitu guys jawaban dari Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H. Laoly weekend lalu, pas menegaskan bahwa doi siap banget kalo sampe masuk dalam daftar Menteri Kabinet Indonesia Maju yang di-reshuffle. Yep, udah bentar lagi ganti presiden, isu reshuffle ini justru makin santer terdengar dengan beberapa nama yang diprediksi bakal diganti. Salah satunya yang Opung Yasonna ini, guys

Your new mantra to face Monday...

 

Announcement

Thanks to Lexy and Chef for buying us coffee today :)


Mau ikutan nraktir tim Catch Me Up! kopi? Here, here...just click here Dengan mendukung, kamu nggak cuma beliin kopi yang menemani kami nulis, namun kamu juga udah men-support kami untuk terus berkarya dan membuat konten-konten berkualitas yang imparsial dan bebas dari kepentingan. Thank you so much!

 

Catch Me Up! recommendations

We know cats are cute. But, you know what's cuter? Cat jokes.


© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.