Kampanye Pemilu di Sekolah Tuai Pro Kontra

Admin
UTC
1 kali dilihat
0 kali dibagikan

Who’s going to school?

Politicians
Karena kampanye kini udah boleh di sekolah. Iya guys, menuju pesta demokrasi tahun depan, dinamika politik di negeri kita makin rame aja ya. Yang terbaru, ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengizinkan peserta pemilu berkampanye di sekolah dan fasilitas pemerintah selama nggak pakai atribut kampanye dan emang YBS diundang sama pihak sekolah. Putusan ini langsung rame dong menuai pro dan kontra.

Hold on, I need some background.
You got it. Jadi Selasa, 15 Agustus kemarin, MK tuh memutuskan untuk ngebolehin peserta pemilu buat kampanye di sekolah dan fasilitas pemerintahan. Putusan ini diambil setelah ada dua pemohon bernama Handrey Mantiri dan Ong Yenni yang menilai ada inkonsistensi di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Permohonan ini mengacu pada pasal 280 ayat (1) huruf h tertulis tentang larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintahan yang tercantum tanpa syarat.

Ok, terus masalahnya di mana?
Nah tapi ternyata, pada bagian penjelasan tuh ada semacam kelonggaran yang bilang, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.” Makanya Handrey Mantiri dan Ong Yenni datang ke MK buat minta kejelasan, gitu. Jadi boleh apa ngga boleh nih, yang muliaaa?

Terus kata para Yang Mulia?
Nah, dalam amar putusannya, para hakim MK memutuskan bahwa bagian penjelasan itu nggak berkekuatan hukum karena bikin ambigu. Makanya pengecualian yang tertuang di penjelasan akhirnya dimasukan ke Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu kecuali frasa “tempat ibadah.” Dengan begini, maka sekolah dan fasilitas pemerintah tetap boleh digunakan peserta pemilu sepanjang dapat izin dari penanggung jawab tempat dan tanpa atribut kampanye, guys.
 
Uhmmm any problems?
Iya guys, banyak yang menilai keputusan ini kureng banget, secara harusnya sekolah itu jadi tempat netral dan objektif, lepas dari kepentingan-kepentingan politik. Salah satu kritikan datang dari Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji yang memprediksi bahwa putusan MK tadi bakal berdampak buruk buat pendidikan. Beliau menyebut bahwa bakal ada konflik kepentingan karena bisa aja ada sekolah yang ngundang satu capres aja, dll. Jadi makanya potensi conflict of interest-nya tinggi, ceunah.
 
Iya ta?
Well, ya kalo Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD sih ngga setuju. Beliau justru mendukung putusan MK dan bilang bahwa kampanye di sekolah tuh ya kampanyenya disesuaikan aja sama pendidikan politik yang objektif dan akademis. Makanya menurutnya, kampanye politik di sekolah dan fasilitas serupa lainnya pasti akan menyesuaikan dengan tema pendidikan.

Terus nanti teknisnya piye?
Soal penerapannya sih tentu aja kita belum tahu ya, orang masa kampanye aja juga belum mulai. Tapi yang pasti, putusan MK ini udah final and binding dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) lagi merevisi aturannya tentang kampanye pemilu. Nah mumpung lagi proses, Komisi Perlindungan Anak Indonesia aka KPAI kepingin juga dilibatkan dalam proses revisi ini. Komisioner KPAI, Sylvana Apituley sih bilangnya doi udah berkoordinasi dengan pimpinan KPU dalam proses revisi ini dengan mendorong pengaturan yang detail dan komprehensif soal kampanye di sekolah. Penetapan sanksi yang jelas dan tegas juga KPAI ingin sertakan dalam revisi ini.


Jadi KPAI setuju nih, sama putusan MK?
Engga juga. Sebenernya KPAI tuh menyayangkan banget putusan MK yang ngizinin kampanye di Sekolah. Menurut Sylvana, sekolah tuh harus jadi tempat yang netral dari aktivitas politik. Even anak sekolah itu udah 17 tahun, tapi konten kampanye politik tuh bukan materi yang cocok dikonsumsi di sekolah. Better para pemilih pemula di sekolah tuh dikasihnya pendidikan politik, citizenship, dan hak asasi manusia. Makanya supaya ngga makin blunder, KPAI juga ingin ikut andil dalam revisi peraturan KPU untuk memastikan juga kampanye di sekolah nggak bertentangan dengan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Ada apa tuh di UU Perlindungan Anak?
Banyak guys, salah satunya tentang keberlangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang anak yang bisa aja menimbulkan manipulasi sampai penyalahgunaan anak. Ini berkaitan dengan perkembangan emosi dan mental anak yang bisa rusak kalau tercecar propaganda dan hoaks. Potensi mengadu domba antar lawan politik, ajakan untuk membenci, sampai politisasi identitas dikhawatirkan banget masuk ke ranah sekolah dan membentuk perilaku sosial anak yang negatif.

Got it. Now, wrap it up please.
Well, sebelum adanya pembolehan kampanye di sekolah sebagaimana putusan MK, KPAI udah menemukan ada 15 bentuk penyalahgunaan terhadap anak selama masa kampanye. Data ini tuh legit didapat KPAI dari rentang waktu 10 tahun terakhir ini, guys. Penyalahgunaan terhadap anak yang dimaksud cukup beragam mulai dari eksploitasi sampai kekerasan anak yang berlangsung selama masa kampanye hingga pengumuman hasil pemilu.

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.