Admin
UTC
2 kali dilihat
0 kali dibagikan
Because… emang boleh se-dinasti ini?
On Pak Jokowi dkk (aka dan keluarga-keluarga)
Iya guys, polemik majunya putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal cawapres dari Koalisi Indonesia Maju beneran bikin dunia perpolitikan di negeri +62 jadi makin panas. Kayak, dramatis banget gitu loh, karena setelah baru aja Minggu lalu Mahkamah Konstitusi aka MK mengabulkan gugatan batas usia minimal capres-cawapres, terus di hari Minggunya, para ketum parpol Koalisi Indonesia Maju langsung men-declare Mas Gibran buat jadi cawapres Pak Prabowo.
I’m aware of that.
Nah, yang mungkin kamu aware juga adalah, Banyak pihak yang sus banget sama skenario ini. Karena putusan MK tadi bener-bener bikin langkah politik Mas Gibran buat jadi cawapres mulusss kayak jalan tol. Nah, salah satu pihak yang sus adalah Tim Pembela Demokrasi Indonesia aka TPDI dan Persatuan Advokat Nusantara. Unlike us yang sambat di Twitter, kelompok-kelompok ini went further dengan melaporkan Presiden Jokowi serta keluarganya yang terlibat dengan dugaan tindak pidana nepotisme ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tapi kayak, how did we get here?
Gini. Jadi semuanya berawal dari Minggu lalu, di mana MK pada saat itu menggelar sidang buat membacakan putusan beberapa gugatan yang masuk soal batas usia minimal capres-cawapres. Di awal-awal sidang sih, MK kelihatan kekeuh menolak beberapa gugatan yang ingin menurunkan usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun, yang salah satunya diajukan sama Partai Solidaritas Indonesia aka PSI. Awalnya warga pada happy tuh karena chance buat politik dinasti yang menjadikan Mas Gibran jadi kandidat cawapres bisa dibilang kandas. Tapi ternyata…
Eh kenapa-kenapa?
But, ternyata ada plot twist nih. Siang harinya MK justru mengabulkan gugatan uji materi yang diajukan oleh mahasiswa Universitas Surakarta bernama Almas Tsaqibbirru. Dalam putusan ini, intinya MK menyatakan seseorang yang berusia di bawah 40 tahun tetap bisa menjadi capres atau cawapres dengan syarat pernah/sedang menduduki jabatan kepala daerah melalui pemilihan umum. Publik otomatis sus parah dong sama putusan MK disinyalir cuma buat meloloskan Mas Gibran buat jadi cawapres, secara MG kan sekarang Walikota Solo. kita juga jadi makin sus karena Ketua MK, Anwar Usman nggak lain adalah om-nya Mas Gibran sendiri.
Waduh duh duh…
Tapi, regardless the public outcry, Koalisi Indonesia Maju yang dari awal santer deket sama Mas Gibran langsung mengumumkan Mas Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto. Deklarasi ini terjadi di hari Minggu kemarin di mana para ketum partai berkumpul di kediaman Pakn Prabowo. Meskipun Mas Gibran nggak hadir di langsung di sana, tapi Pak Prabowo dengan tegas bilang kalo ini keputusan aklamasi, bulat, dan udah konsensus.
So, what happened now?
Nah, ngeliat berbagai drama dari putusan MK sampe menjelang deklarasi MG jadi bakal cawapres ini, tentunya banyak yang mikir kayak: Woy ini sih nepotisme in a broad day light! Ya ga si? Ya ga si? Engga? Kalau enggak, mungkin TPDI dan Persatuan Advokat Nusantara aja nih yang ngerasa gitu. Soalnya hari Senin kemarin, mereka udah resmi melaporkan Presiden Jokowi, Mas Gibran, Anwar Usman, dan Ketum PSI Kaesang Pangarep ke KPK nih, guys. Empat orang yang masih satu keluarga ini dilaporkan dengan dugaan tindak pidana nepotisme dalam putusan gugatan uji materi batas usia minimal capres-cawapres. FYI, koordinator pelapor bernama Erick S. Paat bilang kalau Anwar Usman jadi terlapor utama dalam kasus ini.
Kenapa si om?
Karena kalo kata Pak Erick, keliatan banget nih Om Usman dari awal udah punya benturan kepentingan. Hal ini udah diatur dalam Pasal 17 ayat 3, 4, dan 5 UU no 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman yang seharusnya mewajibkan dirinya buat mengundurkan diri. Makanya Pak Erick dan beberapa rekannya percaya kalau Ketua MK tuh udah melakukan tindakan nepotisme, sesuai dengan undang-undang tersebut.
Terus terus…
I believe Pak Jokowi said something about this.
Kalau mas Gibran bilang gimana deh?
Hadu, anything else I should know?
Terus terus…
Nah sejauh ini, laporannya juga udah legit dikonfirmasi sama juru bicara KPK, Ali Fikri pada hari Senin kemarin. Pak Ali bilangnya bakal menindaklanjuti laporan tersebut dengan melakukan analisa dan verifikasi. Sedangkan Pak Erick dari pihak pelapor mengambil dasar hukum UUD 1945 ayat 1 dan 3 TAP MPR no 11 MPR 1998, TAP MPR no 8 tahun 2001, UU no 28 tahun 1999, UU no 31 tahun 1999, dan UU no 18 tahun 2003.
I believe Pak Jokowi said something about this.
Ofc. Dijumpai pada hari Selasa kemarin, Pak Jokowi masih santai betul menanggapi dugaan nepotisme yang ditujukan ke dirinya. Beliau juga nggak bicara banyak tuh soal kasus ini. Pak Jokowi cuma bilang bahwa pelaporan ini tuh merupakan bagian dari bentuk proses demokrasi di bidang hukum. Lebih lanjut, Pak Jokowi akan menghormati segala proses hukum yang akan terjadi.
Kalau mas Gibran bilang gimana deh?
Yha nggak beda jauh dari bapaknya, guys. Selasa kemarin, Mas Gibran juga secara singkat dan santuy mempersilahkan KPK buat menindaklanjuti laporan tersebut. In his words, Mas Gibran bilangnya begini: “Ya, biar ditindaklanjuti KPK ya. Monggo silahkan.” Nggak cuma itu, statement pamungkas Mas Gibran yang bilang, “Ya, saya kembalikan lagi ke warga untuk menilai,” juga muncul lagi ketika ditanya soal nama adiknya Kaesang Pangarep yang ikut keseret dalam polemik ini.
Hadu, anything else I should know?
Well, ternyata nggak cuma keluarga Presiden aja nih yang ada di dalam laporan dugaan tindak pidana nepotisme ini. Total ada delapan pihak terlapor yang terdiri dari Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, Ketua PSI Kaesang Pangarep, Mensesneg Pratikno, Ketum Gerindra Prabowo Subianto, prinsipal pemohon Almas Tsaqibbirru, dan kuasa hukum pemohon Arif Suhadi. Hhhmm langsung banyak banget ygy.