What's getting more concerning?
The Mother Earth.
Guys, kamu aware dong kalau keadaan Bumi yang kita tempati sekarang udah nggak baik-baik aja? Kayak, terlalu banyak disrupsi, terlalu banyak kerusakan, dan akhirnya bikin Bumi lambat laun jadi tempat yang nggak nyaman lagi buat ditinggali. Adapun yang jadi highlight di sini adalah, makin banyak hutan yang dibabat habis, guys. Hal in ofc bikin efek domino ke berbagai aspek ya. Parah banget kan? Yuk kita bahas! Scroll down.
Tell me.
Ok, let’s zoom in to: Hutan Klaso, di Kampung Malagufuk, Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya. In case you need more context nih, Hutan Klaso ini terkenal banget sama masyarakatnya yang selalu put in effort buat ngerawat ngejaga, melindungi, dan sambil memanfaatkan berbagai sumber daya di hutan tersebut. Pokoknya prinsipnya, “Kau jaga hutan, kau jaga alam, maka alam akan jaga kamu nanti,” gitu guys kira-kira.
Terus terus?
However, perjalanan mereka menjaga hutan ternyata nggak berjalan mulus, guys. Yep, mereka dihadapkan sama berbagai tantangan. Mulai dari pembalakan hutan baik legal ataupun ilegal, terus perluasan perkebunan kelapa sawit, sampai bisnis ekstraktif di wilayah Papua Barat. Nggak tanggung-tanggung, dari datanya Yayasan Pustaka Bentala Rakyat, di 2023 lalu, ada sebanyak 25.457 hektar lahan yang digundulkan.
Ngeri…..
Nggak sampai di situ, di Maret kemaren, pemerintah provinsi Papua Barat Daya bahkan udah nge-acc pembangunan smelter nikel dan pabrik pembuatan baja di Kawasan Ekonomi Khusus aka KEK Sorong. Bayangin kalau hal ini ntar beneran kerealisasi, apa yang bakal terjadi coba? Iya, Hutan Klaso, beserta seluruh keragaman hayatinya di sana, bakal ilang :(((
Shizzz….
Yang harus kamu tahu adalah, Hutan Klaso ini terkenal banget sama satwa endemiknya yang hidup di situ. Kayak burung Cendrawasih, misal. Ini juga yang kemudian bikin Kampung Malagufuk tetap berdaya secara ekonomi, guys. Karena banyak wisatawan, fotografer, dll kan. Coba deh kalau kamu ada rencana mau healing ke Raja Ampat, mampir dulu ke Kampung Malagufuk, ngeliat Cendrawasih yang cantik banget itu. Trip kamu dijamin bakal lebih fulfilling asli.
NOTED!!!
Tapi ya gitu, guys. Thanks to deforestation, Hutan Klaso dan hutan-hutan lainnya sekarang terancam. Bahkan, gara-gara deforestasi, burung Cendrawasih jadi terancam kehilangan habitatnya. Dan nggak cuma satwanya, masyarakatnya pun jadi ikut terdampak. Secara, kalau hutan udah nggak ada lagi, masyarakat adat di sana jadi susah cari sumber makanan, kualitas air jadi menurun, berpotensi kekeringan, sampai resiko gagal panen. Banyak deh.
:((((
Hal ini ofc jadi berakibat ke aspek-aspek lainnya ya. Mulai dari masalah kesehatan kayak gizi buruk misalnya sampai berbagai masalah sosial dan ekonomi lainnya. In that sense, hal ini kemudian jadi perhatian banyak pihak, guys. Contohnya Yayasan Pustaka Bentala Rakyat. Direktur Eksekutif mereka, Franky Samperante bilang begini nih: "Dalam konteks hak asasi manusia, negara memiliki kewajiban memajukan hak dasar rakyat, termasuk menghormati dan melindungi hak masyarakat adat. Sudah seharusnya negara menghormati pilihan dan corak ekonomi masyarakat adat. Termasuk melindungi sumber daya ekonomi dan wilayah kehidupan yang masyarakat adat miliki, dari berbagai ancaman dan tekanan ekonomi ekstraktif.”
He's got a point….
We know rite. Terus masyarakat adat di sana juga untungnya nggak duduk diem doang, guys. Mereka terus mengembangkan Hutan Klaso jadi kawasan ekowisata di mana mereka bisa bertahan hidup, mengelola potensi alam yang ada, tapi tetap menghormati tanah dan hutan adatnya. Nggak tergiur sama iming-iming para investor. Toh dengan begitu, mereka juga terus memenuhi kebutuhan hidupnya. Kayak masih bisa makan, anak-anaknya bisa sekolah, bisa tetap badah, dan terus melestarikan budaya. Isn’t nice?
Nais banget. Menyala Kampung Malagufuk!!!
Makanya, yang bisa dilakukan sekarang adalah MENJAGA HUTAN. Tetua adat di sana bahkan ngomongnya: “Tanpa hutan, kita manusia tidak akan bisa hidup. Kita merdeka manfaatkan segala sumber makanan, obat-obatan yang ada di hutan. Jika kami jual tanah, misalnya saya pegang satu miliar, uang bisa habis dalam satu bulan. Tapi kalau punya tanah, kami bisa terus hidup dengan memanfaatkan seperlunya. Kalau kami menggunakannya berlebihan, kami merasa rugi sendiri. Itu yang bedakan kami dengan perusahaan."
What a lesson, no?