When people keep talking about: Bahlil Lahadalia....
Gelar doktornya suspicious banget!
We know, we know, kamu khususnya warga Twitter, atau yang sekarang disebut X, pasti udah nungguin banget nih berita ini. Yep, belakangan Ketua Umum Partai Golkar sekaligus MenterI ESDM Bahlil Lahadalia lagi in hot water banget gara-gara gelar doktornya yang kontroversial. Yep, in netizen's words: Masa studinya kecepetan, publikasinya ngasal, disertasinya bahkan disebut plagiat. More on those, scroll down….
Hold on. I need some background.
You got it. For starters, kamu harus tahu dulu bahwa Menteri ESDM yang juga Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia ini tercatat sebagai mahasiswa doktoral Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia sejak 2022 lalu ya. Nah, Rabu 16 Oktober 2024 lalu, Pak Bahlil akhirnya menjalani sidang promosi dan meraih gelarnya lewat disertasi berjudul “Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia."
Okay….
Dari sini, gelar doktornya Pak Bahlil kemudian disorot netizen seluruh Indonesia, guys. Bahkan Civitas Akademika UI sendiripun juga heran, “Kok bisa???” Bukan, konteksnya bukan meragukan kemampuannya Pak Bahlil ya (Apa emang begitu, saudara-saudara? Lol). Di sini tuh lebih ke prosesnya sampe bisa lulus yang dinilai suspicious gitu lo. Mulai dari durasi studi yang.. “Masa sih nggak nyampe dua tahun?”, terus publikasinya yang dinilai ngasal banget di jurnal abal-abal, sampe disertasinya yang disebut plagiat sampe 95% tingkat plagiasinya dicek pake Turnitin. Gila nggak tuh?
Walk me through dong….
Sure. Kita bahas satu-satu ya. Pertama soal masa studinya. Menurut dosen FISIP UI, Andrinof Chaniago namanya, namanya S3, sekalipun program riset, nggak mungkin bisa kelar 2 tahun doang. Apalagi ini kurang dari dua tahun, 1 tahun 8 bulan doang malah. Meanwhile normalnya tuh yaa.. tiga tahun lah program doktor tuh. Jadi kayak, “Segacor apa otak u bisa S3 kurang dari dua tahun??”
Terus terus?
Selain durasi studi, publikasinya Pak Bahlil juga disorot di sini, gengs. Iya, jadi selama S3, ada dua tulisan ilmiahnya Pak Bahlil yang dimuat di jurnal internasional ya. Dua tulisan itu sama-sama ngomongin soal hilirisasi nikel, guys. Satu di-publish-nya di Kurdish Studies, satu lagi dimuat di Migration Letter. Padahal, Kurdish Studies itu jurnal yang isinya penelitian soal Suku Kurdi di Timur Tengah. Migration Letter juga fokusnya di perpindahan penduduk. Terus dua penelitian Pak Bahlil tadi soal apa? Hilirisasi nikel. Not to mention dua jurnal itu juga udah discontinued kan. Jadi kayak… Fix ini jurnal predator.
Haduhhh Pak Bahlilll, Pak Bahlillll….
Belum selesai, beb. Sekarang mari kita bahas soal disertasinya Pak Bahlil Lahadalia tadi itu ya. Yang harus kamu tahu adalah, lewat penelusuran seorang dosen di UIN Jakarta, ditemukan tingkat plagiasi disertasinya Pak Bahlil ini tinggi banget, gengs. Iya, di-check pake Turnitin, disertasinya 95% sama dengan penelitiannya salah satu mahasiswa UIN Jakarta. Netizen makin heboh dong. Kayak, “Apa apaan sih?” Gitu lah.
Terus gimana dong?
Well, menyikapi rame-rame polemik gelar doktornya Pak Bahlil, pihak-pihak terkait akhirnya buka suara nih, gengs. Pertama kita bahas dulu UIN Jakarta ygy. Kemaren banget nih, menanggapi soal dugaan plagiarisme tadi, Guru Besar di UIN, Prof. Maila Dinia Husni menyebut itu pure kesalahan di internal mereka, gengs. Iya, ceritanya gini: Ada satu dosen sekaligus mahasiswa S3 di situ lagi ngecek keaslian disertasinya Pak Bahlil pake Turnitin kampus. Di situ angka plagiasinya cuma 13%, guys.
Lah terus sampe 95%?
Dengerin dulu. Disertasinya di-check, cuma nggak dihapus lagi itu dokumen, gengs. Akhirnya masuk dong ke repository Turnitin kampus. Makanya Prof. Maila bilang pas di-check sekali, disertasinya Pak Bahlil udah mencapai 95% tingkat plagiasinya. Dan udah keburu rame di media sosial. Jadi kesannya ngejiplak banget. Padahal mah engga, wong 13% doang. Gitu lah kira-kira.
Terus di UI?
Let’s hear it from: Co-promotornya Pak Bahlil di SKSG UI, Teguh Dartanto. Dalam keterangannya kemaren, Senin (21/10), Pak Teguh bilang Bahlil Lahadalia udah memenuhi syarat untuk dapat gelar doktor di UI. Iya, soal durasi studi tadi, Pak Teguh bilang Pak Bahlil udah 4 semester kok kuliahnya, research-based. Nggak ada masalah. Terus soal publikasi, aman juga kok. Pak Bahlil bahkan disebut udah nulis ulang di jurnal lain sebagai syarat kelulusan. Jurnalnya ya sesuai prosedur, di jurnal internasional bereputasi (Scopus-Journal of ASEAN Studies), jurnal SINTA (jurnal Reviu Akuntansi dan Keuangan), dan satu prosiding yang bisa diganti ke SINTA 2 (Jurnal Aplikasi Bisnis dan Manajemen). Jadi yaa… All good.
Moso seh???
Nggak percaya? Well, Dewan Guru Besar UI, bareng sama Senat Akademiknya, Santu lalu akhirnya membentuk tim investigasi buat menelusuri hal ini, guys. Adapun disampaikan oleh Ketua Dewan Guru Besar UI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, emang banyak kejanggalan di balik gelar doktornya Bahlil Lahadalia ini. Jadi ya harus ditelusuri. Prof. Tuti sih bilang investigasi ini bakal berlangsung sampai 30 Oktober mendatang ya. Jadi yaa, we’ll see, deh.
I believe Bahlil Lahadalia has a say…..
Ada dong, yakali kagak ehehehe. Menyikapi segala rame-ramean ini, Pak Bahlil sih di sini menyerahkan sepenuhnya ke UI ya, guys. Ya udah mau investigasi silakan, gitu lah kira-kira. Tapi ditemui Jumat (18/10/2024) lalu, in his words, Pak Bahlil bilang, "Saya kuliah itu aturannya mengatakan minimal S3 itu, karena saya kan by riset minimal empat semester dan saya sudah empat semester dan saya kuliah datang konsultasi seminar semua ya." cenah. Again, we’ll see ya pak…
Got it. Anything else I should know?
Jadi ya gitu intinya, gengs. All eyes are on Universitas Indonesia now. Banyak pihak menilai UI tuh cuma cari untung, bahkan disebut “Mesin Pencari Uang”. Menyikapi hal ini, disampaikan oleh Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik UI, Amelita Lusia, kampus kuning itu selalu mengedepankan pendidikan akademik yang bersandar pada 9 nilai UI yakni kejujuran, keadilan, keterpercayaan, kemartabatan, tanggung jawab dan akuntabilitas, kebersamaan, keterbukaan, kebebasan akademik, dan kepatuhan pada aturan.Gitu juga di SKSG, gitu juga di case-nya Pak Bahlil. Gitu lah kira-kira….