Now, let's go to ujung Timur Indonesia.....
Merauke.
Udah lah letaknya di ujung banget, masyarakatnya jarang diperhatikan, eh sekalinya diperhatiin, yang diperhatiin justru cuan lagi cuan lagi. Masyarakatnya? Ya rugi lagi, rugi lagi. Yep, ini soal rencana pemerintah membangun Food Estate di Merauke, Papua Selatan. The thing is pembangunan Food Estate ini bakal menghancurkan tanah, hutan, dan lanskap wilayah adat setempat, guys.
HAH GILA! Tell. Me. Everything.
You got it. For starters, kamu pasti udah nggak asing ya sama yang namanya food estate? Itu loh, programnya Presiden ke-7, Joko Widodo buat mengatasi krisis pangan di Indonesia. Jadi segala ketersediaan, akses, dan konsumsi makanan di Indonesia tuh gampang didapat dari si food estate ini. Adapun lewat food estate ini, output product-nya ya macem-macem. Kayak padi, jagung, cabe, kedelai, kelapa, dll.
I am reading…
Little did we know, program food estate ini ternyata problematic juga, guys. You name it deh, kayak nggak melibatkan masyarakat di sekitar lahan yang mau dibangun food estate, dan bahkan nggak mikirin dampak lingkungannya ntar bakal kayak apa, bahkan yang lebih parah, gara-gara si food estate ini, perkampungan warga juga tergusur! Yep, you heard it right. Itu yang sekarang lagi rame happening di wilayah ujung Timur Indonesia, Merauke.
Gimme all the details….
Sejumlah kelompok masyarakat adat di Merauke sekarang lagi marah banget sama pembangunan food estate ini, guys. Karena ya itu tadi, program ini nggak ada bagus-bagusnya buat mereka. Jangankan minta izin, ngomong permisi pun nggak. Tau-tau udah adaa aja aparat militer datang yang kabarnya hanya membantu buka lahan. Padahal, hutan yang dibuka itu tuh masuk ke wilayah adat, guys. Tempat mereka menggantungkan hidupnya lah di situ. sekarang digusur.
…..
Perwakilan masyarakat adat setempat, bahkan bilang, “Ini bukan proyek kemanusiaan untuk kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat luas. Yang lu pikirin cuma duit, duit, dan duit. Terus caranya juga nggak ada sopan-sopannya. Ngerusak lingkungan pula,” gitu lah kira-kira. In that sense, food estate ini disebut melanggar hak masyarakat adat untuk hidup, berkembang, dan hak atas pangan, gizi, dan lingkungan yang baik dan sehat. Makaya, segenap masyarakat adat di Merauke menyatakan menolak pembangunan Food Estate di Merauke.
And here we go with the plot twist…
A good plot twist sih. Jadi, di tengah kondisi huru-hara food estate yang lagi berkembang di Merauke, dari bulan lalu, salah satu wilayah di Merauke tuh udah diakui sebagai Wilayah Adat, guys. Yep, everybody meet: Wilayah Adat Suku Yei, letaknya di sebelah Barat Sungai Flay, persis berbatasan banget sama Papua Nugini. 24 September lalu, Bupati Merauke Romanus Mbaraka menandatangani SK Pengakuan, Perlindungan, dan Penghormatan Masyarakat Adat dan Peta Wilayah Adat Suku Yei, gengs. Meaning, dengan peta wilayah ini, diharapkan segala masalah related to investasi (kayak food estate begini) ya bisa ketemu solusinya. Terus, supaya kebijakan yang diambil juga bisa lebih pro sama rakyat lah, karena udah ada hitam di atas putih kan. We’ll see gimana kelanjutan nasib food estate di Merauke yah.
Got it. Anything else I should know?
Well well well, dari tadi ngomongin food estate, kamu pasti tahu salah satu concern-nya di sini adalah: food estate tuh rawan gagal gara-gara nggak berdasarkan data yang sesuai, guys. Makanya, menyikapi hal ini, Pengamat Pertanian, Pak Khudori menilai kalau mau food estate ini bener, ya datanya juga kudu bener. Karakteristik lahan kayak apa, jenis tanahnya apa, ngerawatnya harus gimana, dll. Jangan asumsi-asumsi doang lah. Dan again, perhatiin juga masyarakat adat setempat. Ok?