Film Dokumenter ‘Dirty Vote’ Rilis di Masa Tenang Pemilu 2024

Admin
UTC
7 kali dilihat
0 kali dibagikan

Now, here’s your 360º update on Dirty Vote….

(DISCLAIMER: Spoiler alert! Also, we’ve TRIED to include everything but all the information is just sooo mindboggling and overwhelming, so in case you want the full picture, always-refer-to the full version, here. We’re doing our best with the recap, thx everyone.)
 
Now, let’s recap everything.
In case you’re not connected to internet dua hari ke belakang, kamu mungkin ke-skip bahwa dua harian ini, netizen seluruh Indonesia tuh rame banget ngomongin satu dokumenter yang baru aja rilis di masa tenang Pemilu 2024 ini. Yep, it’s called “Dirty Vote. Kamu udah nonton? Kalau belum, buruan nonton sebelum ke-take do… Eh, maksudnya, biar dapet perspektif sebelum nyoblos besok, guysBut for now, let’s talk about it ya. Shall we?

Yes yes,
 itu film tentang ape sik?
Well, in a nutshell, film itu menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar. Selama hampir dua jam tuh durasi filmnya, mereka bertiga fokus membongkar apa aja dugaan mastermind untuk melakukan kecurangan pada Pemilu 2024 ini, guys. Banyak temuannya, mulai dari ambisi Pilpres satu putaran, Pj Kepala Daerah yang problematic, KPU dan Bawaslu sebagai lembaga yang berwenang di Pemilu tapi turns out juga problematic, Presiden dan menteri-menterinya yang menyalahgunakan wewenang, sampai.. yang paling epic, soal Putusan MK dan hubungannya dengan Cawapres Nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka.

HMMM sepertinya w sudah khatam masalah-masalah ini….
We know rite. Kalau kamu pembaca setia di kita mah, masalah-masalah ini pastinya udah nggak asing, guys. Tapi coba liat timing-nya deh. Dirty Vote ini, dirilis tepat di saat masa tenang ya. Iya, disampaikan oleh sutradara Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono namanya, film ini emang sengaja dirilisnya sekarang, di masa-masa krusial ini, biar bisa mengedukasi publik, plus bisa ada ruang dan forum diskusi yang kebuka. Jadi kayak, no matter siapa yang kamu dukung, mending nonton dulu ini film with such an open mind and open heart, dan refleksi dah dari situ, maksudnya gitu.

Emang apa aja yang dibahas di situ, coba bahas pelan-pelan.
Ya itu tadi. Soal Mbak Bivitri, Mas Feri, dan Mas Zainal yang nge-spill berbagai kecurangan dalam Pemilu 2024. Kita bahas satu-satu deh ya. Pertama soal ambisi Pilpres satu putaran. Kamu tahu dong berdasarkan ketentuan di Undang-Undang, paslon yang bisa memenangkan Pilpres tuh harus at least mengumpulkan lebih dari 50%+1 suara dan memenangkan suara di at least 20 provinsi. In that sense, data sebaran kemenangan ini penting buat diliat bener-bener, guys.

Maksudnya gimana?
Nah di Dirty Vote, Mas Feri Amsari jelasin soal data sebaran di Pulau Jawa, Sumatra, dan juga Papua. Pulau Jawa tuh jumlah penduduknya tinggi, tapi by provinsi mereka dikit. Cuma 6 provinsi kan. Bandingin sama Sumatra yang jumlah penduduknya lebih rendah tapi ada 10 provinsi di sana. Terus liat lagi hasil Pilpres 2019 di mana either Jokowi dan Prabowo tuh suaranya cukup tersebar di pulau ini, guysThat being said, bayangin kalau suara pendukung Prabowo dan Jokowi digabung, ya bakal mendominasi lah mereka.

Ok terus kecurangannya di mana?
Kecurangannya ada di Pulau Papua, di mana sekarang udah mekar jadi enam provinsi, dan empat provinsi baru di sana langsung bisa ikut Pemilu 2024 (Pls highlight bagian ini). Yang harus kamu tahu adalah, Jokowi tuh di dua kali Pilpres selalu menang di Papua. Tepat di saat Tito Karnavian, yang dinilai sebagai ‘Orangnya Jokowi’, menjabat sebagai Kapolda Papua. Terus sekarang, di saat Pak Tito menjabat sebagai Menteri dalam Negeri, empat provinsi baru ini bisa langsung ikutan Pemilu (beda sama Kalimantan Utara yang kudu nunggu lama). Kalau di dua kali Pilpres Jokowi bisa menang di sini, ya kali ini yang menang ya ‘Penerus Jokowi’ dong :)))).

Speaking of
 Tito Karnavian….
Now, let’s move on to PJ Kepala daerah yang jadi scope of work-nya Tito Karnavian. Kamu harus tahu nih, di Dirty Vote ini, Mas Feri Amsari jelasin bahwa Pj Kepala Daerah yang ditunjuk Presiden berdasarkan rekomendasi Pak Tito ini problematic juga, guys. Iya, gimana ngga problematic, mereka kan ngga dipilih secara pemilu aka jadi gubernur/bupati/walikota hasil giveaway aja gitu. Ujug-ujug ditunjuk Pak Tito dengan alasan masa jabatan kepala daerah sebelumnya udah abis. Nah selain motivasinya yang ngga jelas, proses mekanisme penunjukan para Pj ini juga dinilai maladministrasi, dan mereka juga mostly nunjukkin keberpihakannya terhadap paslon tertentu. Ini di-highlight banget since peran kepala daerah ini kan jadi kuncian ya di wilayah-wilayah itu. Again, data sebaran kemenangan mattersguysWe’re talking about Pilpres Satu Putaran.


Padahal kan harusnya netral ya…..
Ehehehe yang boleh memihak mah presiden dan menteri-menterinya aja, guys. Yep, ada satu lagi pembahasan yang menarik di Dirty Vote ini. Which is soal keberpihakan Presiden Jokowi dan menteri-menterinya, mau itu yang resmi tergabung dalam Timses maupun yang nggak. Parahnya lagi, di film ini dijelasin sejumlah menteri dan wakil menterinya Jokowi yang melakukan ‘kampanye terselubung’ terhadap paslon yang didukung.

Kampanye terselubung?
Let’s say di 01 tuh ada Menteri Tenaga Kerja, Ida Fauziyah. Terus di 02 ada mantennya sendiri alias Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, dan sejumlah menteri pendukungnya kayak Mendag Zulkifli Hasan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Terus di 03 juga ada mantennya eks Menko Polhukam Mahfud MD, terus menteri-menterinya PDI Perjuangan, plus Wamen Parekraf Angela Tanoesoedibjo. Mereka kan sebenarnya boleh-boleh aja kampanye ya. Tapi pertanyaannya, PADA CUTI NGGAK? MASIH PAKE FASILITAS NEGARA NGGAK? Karena temuan di film ini justru kebalikannya, guys. Yang campaign tapi pake akun resmi lembaga lah, yang ngomong dalam kapasitas menteri tapi bawa-bawa paslon lah, yang gitu-gitu.

Hallo
 Bawaslu….
Wait until you hear about: Dalam temuan di film ini, Bawaslu tuh juga problematic. Yep, terus para ahli tadi juga menelusuri: gimana si kok orang-orang ini bisa jadi komisioner Bawaslu? Nah, jawabannya ada pada satu nama, yakni Juri Ardiantoro, Mantan Deputi Kantor Staf Kepresidenan RI yang sebelumnya bertugas jadi Panitia Seleksi anggota Bawaslu. Dicatat, guys. Doi sebelumnya kerja di Kantor Staf Kepresidenan, which berhubungan erat sama Presiden Jokowi. Di Dirty Vote dijelasin tuh bahwa orang-orang yang akhirnya lolos dipilih Juri di Bawalu tuh inkompeten, guys. Contohnya aja ketika nge-handle kasus dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh Gibran Rakabuming di CFD, which is di JAKARTA, Bawaslu RI malah lempar tanggung jawab ke Bawaslu provinsi, terus Bawaslu provinsi malah lempar lagi itu ke pemprov karena katanya bukan aturan pemilu yang dilanggar, tapi PERDA aka peraturan daerah. Terus kayak, Gubernur DKI yaitu Heru Budi adalah orang dekatnya Jokowi jadi kayak??????
 
Jir… nggak bahaya ta? 
Ya bahaya. Karena nggak cuma Bawaslu, KPU sebagai EO-nya Pemilu, juga disebut melakukan berbagai kecurangan. Mulai dari ngelolosin partai-partai yang harusnya nggak lolos verifikasi, melakukan berbagai manipulasi data, terus melanggar berbagai ketentuan kayak keterwakilan perempuan, misalnya. Bahkan, napi mantan koruptor masih bisa dilolosin jadi caleg sama KPU. Ini jadi pertanyaan dong, “WHY? Kenapa?” Nah kalau menurut Mba Bivitri, Mas Feri, dan juga Mas Zainal sih, KPU ‘Tebang Pilih’ di sini. Perkara yang satu dibiarin, tapi perkara yang lain langsung dieksekusi.
 
Kayak gimana tuh?
Kayak dalam hal… ngelolosin partai di pemilu. Contohnya di sini adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang punya basis suara massa umat Islam dan berada di kubu 01. Nah PKS sendiri emang sebelumnya ada konflik internal yang bikin dua petingginya, yakni Fahri Hamzah dan Anis Matta cabut dan bikin partai baru, namanya Partai Gelora. Adapun dari segi administrasi, Partai Gelora ini diketahui ngga memenuhi syarat buat lolos berkompetisi di pemilu guys, karena belum punya kader yang cukup di daerah. Tapi, di dokumenter ini dijelaskan secara gamblang kongkalingkongnya KPU untuk meloloskan Gelora, dengan (dugaan) tujuannya untuk memecah suara pendukung PKS. Secara PKS di 01, Gelora di 02.


Astaghfirulloh Pak Ustaz….

Tapi gongnya bukan di situ, guys. Gongnya tetep perkara pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres yang literally cacat sejak dalam pikiran. Yep, kamu pasti udah khatam lah ya masalah putusan MK yang mengabulkan gugatan, “Nggak papa usianya belum 40 tahun tapi dengan syarat berpengalaman jadi kepala daerah di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.”  Sama Dirty Vote ini dibahas habis, guys. Mulai dari prosesnya di MK, prosesnya di MKMK sampai dinyatakan melanggar etik berat, sampai pencalonan Gibran tetap diterima sama KPU, tanpa mengubah peraturannya dulu. Makanya dibilang tebang pilih kan, buat meloloskan Gibran doang. Dokumenter ini juga sampe membahas satu-persatu sikap sembilan hakim MK yang tiba-tibe berubah di last minute setelah ada pertemuan-pertemuan yang super sketchy.


Ya ampun hakim itu padahal wakil Tuhan di bumi loh…
Say that to Anwar Usman. Terus lanjutannya, ada juga bahas soal Bansos, guysTo give you some context nih, belakangan ini, Presiden Jokowi tuh lagi getol banget bagi-bagiin Bansos ya. Anggarannya pun fantastis, sampai hampir nyentuh angka Rp500 T. Sama kayak waktu pandemi Covid-19. Nah sama Mbak Bivitri, hal ini dikulitin abis-abisan, guys di mana di masa Pemilu Bansos tuh kalau menjelang Pemilu pasti melonjak anggarannya. Tapi nggak pernah sampai Rp500 T juga yekan. Tanpa Kementerian Sosial sebagai perantara pula. Apalagi, dengan statament-nya Pak Zulhas dan Pak Airlangga yang bilang Bansos ini dari Jokowi, makanya pilih Prabowo-Gibran. Jadi kayak dipolitisasi gitu kan. Padahal bansos dari APBD. Bukan dari Jokowi. Tajir ugha kan Pak Jokowi bisa bagi-bagi bansos sampe 500T…

I wonder
 reaksi orang-orang soal dokumenter ini sih….
Well, highlight-nya sih ada di TKN Prabowo-Gibran yang sampe bikin konferensi pers untuk menyikapi Dirty Vote ini ygy. Mereka bilang dokumenter ini fitnah. Yep, you heard it right. Disampaikan oleh Wakil Ketua mereka, Habiburokhman, sebagian besar hal yang ada di film ini tuh bernada fitnah, guys. Isinya banyakan narasi kebencian dan nggak ilmiah. Asumtif, argumentatif, dan tendensius katanya. That being said, rakyat diminta buat nggak terhasut sama kebohongan di Dirty Vote, guys.

……
Kalau ada yang bilang fitnah, mantan Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf Kalla justru bilangnya, “Yaelah itu mah baru 25 persennya.” Iya, menurut Pak JK, Dirty Vote ini justru baru di surface-nya aja, guys. Mengungkap 25% dari total kecurangan yang terjadi. In that sense, menurut Pak JK ya itu mah belom semuanya, guys. In his words, gini nih dia bilangnya: “Jadi, masih banyak lagi sebenarnya, yang jauh lebih banyak. Mungkin suasananya lebih sopan lah. Masih sopan tapi bagi pihak lain masih (bikin-Red) marah. Apalagi kalau dibuka semuanya.” Lebih jauh soal dugaan fitnah, Pak JK justru nantangin balik ke kubu sebelah kayak, “Fitnahnya sebelah mana? Data tandingannya mana sini coba liat.” Ya karena Dirty Vote ini by data, tandingannya ya harus data juga, kata Pak JK gitu.

Padahal kan tiga-tiganya dibahas….
Nah, kalau dua kubu sisanya, alias tim 01 dan 03 sih ngeliatnya film dokumenter Dirty Vote sebagai hal yang positif ya, guys. Kayak 01 lewat jubir mereka, Iwan Tarigan menyebut dokumenter ini justru bagus supaya publik tahu kalau Pemilu sekarang emang pada curang, culas, dan nggak ada etika. Terus di 03 juga ngeliatnya gitu. TPN Ganjar-Mahfud juga mengapresiasi Dirty Vote. Mereka bahkan ngeliatnya hal ini sebagai pendidikan politik supaya publik tuh pada paham dan melek sama kondisi politik di Indonesia.

Ok now wrap it up
 dulu coba…
Jadi ya intinya gitu, guys. Balik lagi ke tujuan film ini buat bahan refleksi ya, supaya bisa mengedukasi, dan jadi bahan diskusi di ruang-ruang publik. H-1 nih. Masih ada 24 jam buat kamu dan kita semua untuk berpikir mana yang seharusnya kita pilih sebagai pemimpin negara. So, we’ll see you di TPS besok, guys!

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.