When Solo is being the headlines, but not because of Jokowi's fams...
It’s about Festival Kuliner Non-Halal.
Yoi. Solo sekarang lagi rame banget, guys. Tapi bukan cuma karena Presiden Jokowi yang bentar lagi lengser terus dilanjut Gibran sebagai Wapres atau Kaesang yang mau maju Pilkada, guys. Tapi, soal Festival Kuliner Non-Halal yang digelar di sana. Festival ini belakangan jadi kontroversi, karena sempat ditolak banyak pihak, terus dihentikan, sampai sekarang dilanjut tapi dibatasi gitu lo. More on those, scroll down.
Tell me.
Sure. Jadi guys, Festival Kuliner Pecinan Nusantara ini harusnya berlangsung dari 3-7 Juli 2024 lalu di Atrium Solo Paragon Mall. Sesuai namanya, yang dijual di sini ya olahan makanan khas pecinan, guys, which is olahan daging babi dan makanan non-halal lainnya. Embel-embel non-halal ini juga legit terpampang nyata di poster kegiatan mereka. Nah, little did they know, ternyata festival ini mendapat penolakan dari berbagai pihak, salah satunya dari Dewan Syariah Kota Surakarta aka DSKS.
Why?
Dalam surat pernyataan sikapnya, DSKS menyatakan mereka keberatan atas diadakannya acara ini. Mereka bilang acara ini bisa banget menimbulkan keresahan bagi masyarakat, guys. Makanya, dalam pernyataan sikapnya kemaren, DSKS bahkan mengimbau pemerintah tuh harus ‘lebih sensitif terhadap acara-acara yang mengusik nilai-nilai agama’.
....
Well, yang harus kamu tahu adalah, DSKS tuh gpp banget dan sangat menghargai adanya kuliner non-halal ini, guys. The thing is, menurut Humas DSKS, Endro Sudarsono, bahan promosi festival kuliner ini tuh terlalu vulgar, masif, dan mencolok banget. That being said, keluar lah pernyataan sikap yang ngingetin supaya umat muslim supaya mewaspadai acara tersebut. Jangan sampe terjebak. "Mengingat besarnya dosa yang akan ditanggung seorang muslim akibat mengonsumsi makanan haram," kata Pak Endro.
Ya ok...
Nggak cuma dari DSKS, penolakan yang sama juga datang dari Aliansi Umat Islam Karanganyar. Nggak tanggung-tanggung, ormas ini bahkan sampe datangin pihak sponsornya acara ini, guys, yaitu PT Lombok Gandaria. Perwakilan aliansi ini menyebut, "Adapun mengiklankan itu mengajak menyantap dan menikmati makanan yang haram itu," cenah. Akibat protes ini, PT Lombok Gandaria akhirnya mencabut sponsornya untuk acara ini deh, guys. Jadi ya gitu, acara yang harusnya dimulai hari Rabu tanggal 3 Juli kemaren harus diundur dan dihentikan sementara deh.
I believe MUI has a say….
Ada dong. Let’s hear it from: Ketua MUI Solo, KH. Abdul Aziz Ahmad. Dalam keterangannya kemaren, Kyai Aziz bilang pihaknya sama sekali nggak bakal melarang, menghentikan, apalagi membredel kegiatan ini, in the name of Bhineka Tunggal Ika. Menurut beliau, as long as udah berizin dan jelas, sebenernya mereka good to go katanya gitu. HOWEVER, ada catatan tersendiri di sini dari MUI Solo, gengs.
Apa ajatu?
Kyai Aziz bilang Festival Kuliner Non-Halal ini harus diadakan di tempat tertentu, yang khusus gitu, terpisah dari publik secara umum. Terus kalaupun di mall kayak Solo Paragon Mall gitu, acaranya harus di-design sedemikian rupa biar lokasinya juga jadi khusus. Terbatas, terlindungi, dan nggak terekspos secara vulgar. That being said, setelah ditunda, pihak EO, pihak mall, dan ormas pun akhirnya ketemuan kan, guys. Didampingi sama pihak MUI Solo dan Polres Surakarta untuk mediasinya. Nah, dari pertemuan itu, didapatlah sebuah kesepakatan, guys..
Kesepakatannya adalah...
Acara harus bisa tetap lanjut tapi tenant-tenant-nya dan sekeliling area ditutupin kain item. Yep, you read it right. Festival kuliner non-halal ini akhirnya kembali dibuka di hari Kamis 4 Juli lalu, guys. Cuma emang dibatesin kain-kain gitu sebagai penutupnya. Perwakilan EO, Mas Ken namanya, sendiri bilang penutupan pake kain hitam ini emang sengaja dilakukan biar tenant-tenant yang jualan di situ, berikut dagangannya, nggak keliatan sama umat muslim. Jadi ya gitu, mereka sih ngikut aja ya. Acara pun sukses digelar sampe akhir dengan banyaknya pengunjung yang datang.
Well, does anyone have a say?
Nah menanggapi hal ini, Wali Kota Solo sekaligus Cawapres Terpilih, Gibran Rakabuming Raka juga menyampaikan pov-nya nih, guys. Terlebih soal peringkat Kota Toleran di mana Solo diketahui ada di jajaran atas. Nah menanggapi hal ini, Mas Gibran bilang saat ini pemerintah kota tuh emang lagi ngejar Peraturan Daerah terkait toleransi ini, guys, karena sekarang kan belum ada. So, in that sense, Mas Gibran juga bilang ini tuh bukan masalah indikatornya lagi, tapi juga aplikasi di lapangan. "Saya rasa bukan masalah indikatornya ya. Tapi aplikasinya di lapangan saja. Di kehidupan sehari-hari (Re: toleransi) seperti apa. Saya kira baik-baik saja kok,” katanya gitu.
Iya, deh mas. Anything else I should know?
Btw, speaking of Mas Gibran nih, kamu harus tahu satu kebiasaan Wali Kota Solo ini, guys, which is markirin mobil dinasnya di lokasi-lokasi bermasalah. Termasuk di Solo Paragon Mall kemaren, juga ada tuh mobil dinasnya yang bernopol AD 1 itu. Dan ini bukan sekali dua kali, guys. Waktu jaman Covid-19 kemaren, mobilnya Gibran pernah terparkir di sekolah yang melanggar PPKM. Di Masjid Raya Solo yang ketahuan mungut pungli di luar nalar, juga ada terparkir mobil Mas Gibran. Nggak diketahui pasti alasannya apa. Warga Solo pun diketahui udah paham sama kebiasaan Gibran yang satu ini.
"I am watching you," gitu nggak sih mas maksudnya?