Admin
UTC
3 kali dilihat
0 kali dibagikan
D+1 Pasca-Putusan MKMK, everyone is still in the mood of….
Questioning everything.
Iya guys, susah emang move on dari drama-drama putusan Majelis Kehormatan MK dua hari lalu yang memecat Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua. Kayak, kenapa bisa sampai ada putusan itu? Apa artinya putusan kemaren buat Pilpres mendatang? dan ehem… legit ga nih pencawapresan Mas Gibran Rakabuming Raka?
Walk me through again…
Well, jadi dua hari lalu, Majelis Kehormatan MK akhirnya memutuskan bahwa para yang mulia Hakim MK ini terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi ya. Ketua MK, Anwar Usman bahkan dinyatakan melakukan pelanggaran berat dan harus dicopot dari jabatannya. That being said, dari sini muncul pertanyaan dong. Jadi putusan MK yang dikabulkan Anwar Usman and the gang kemaren, soal batas usia capres-cawapres, tetap sah apa kagak? Atau gimana?
Iya. Gimana?
Nah dalam amar putusannya kemaren, Ketua MKMK Jimly Asshidiqie, menyebut pihaknya tuh nggak punya wewenang buat ngotak-ngatik putusan MK tersebut, guys. Secara, putusan itu udah final dan mengikat ya. Jadi nggak bisa lagi tuh dibatalkan, dikoreksi, atau dilakukan peninjauan kembali. Hal yang sama juga diungkap Menko Polhukam yang juga mantan Ketua MK, sekaligus cawapres Ganjar Pranowo, Mahfud MD.
Pak Mahfud bilang apa?
Ya putusan MK soal batasan usia capres-cawapres itu tetap sah, guys. Proses pemilu, termasuk dengan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pun harus tetap jalan sesuai dengan tahapan pemilu. In that sense, Gibran Rakabuming Raka ya tetap bisa nyalonin diri sebagai cawapres mendampingi Pak Prabowo. While at the same time, putusan MKMK juga harus tetap jalan. Yep, Pak Anwar Usman tetap harus cabut dari jabatannya sebagai ketua.
I see…..
Nah speaking of pemberhentiannya sebagai ketua, kemarin banget nih, akhirnya Anwar Usman speak up. Iya, dalam konferensi persnya, Pak Anwar bilang dia difitnah di sini. Fitnah yang amat keji, dan sama sekali nggak berdasarkan atas hukum katanya. Yep, we’re still talking about Putusan MK soal batas usia capres-cawapres itu ya. Di mana menurut Pak Anwar, dia nggak bakal mengorbankankan dirinya, martabatnya, juga kehormatannya buat meloloskan pasangan capres-cawapres tertentu.
Huh.
Well kalau kata Pak Anwar mah, keputusan itu tuh diambil secara kolektif, barengan sama sembilan hakim yang ada di Mahkamah Konstitusi. Bukan dia doang sebagai ketua. Makanya, Pak Anwar menyebut emang ada pihak yang mau ‘membunuh karakter’nya, gitu. Bahkan, dia juga bilang udah denger ada skenario yang end up bikin dia diberhentikan sebagai Ketua MK, dan semuanya dibikin politik. “Tapi saya tetap berbaik sangka, tetap berhusnuzan karena memang sudah seharusnya begitulah cara dan karakter seorang Muslim berpikir,” katanya.
….
We know, rite. Nah menyikapi hal ini, masih dalam keterangannya, Anwar Usman juga menyayangkan proses peradilan etik yang dilakukan Majelis Kehormatan MK kemaren itu dilakukannya secara terbuka. Padahal, sesuai peraturan MK, peradilan etik tuh harusnya dilakukan tertutup, guys. Makanya Pak Anwar bilang hal ini menyalahi aturan dan nggak sesuai sama tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan MK. Iya, tujuan dibentuknya Majelis Kehormatan MK buat ‘Menjaga keluhuran Hakim Konstitusi. Mau itu secara individu, atau pun institusional’.
Go on dulu deh…
Lebih jauh, Pak Anwar juga bilang putusan MKMK kemaren itu merupakan pelanggaran norma dan menyalahi ketentuan yang ada. Cuma ya gitu. Anwar Usman kayak diem aja, dia nggak mau mencegah, atau intervensi sidang kemaren. Sampai akhirnya ada amar putusan yang membuat dia harus diberhentikan dari jabatannya. Adapun sampai berita ini ditulis, belum ada keterangan apapun sih dari Majelis Kehormatan MK terkait statement Pak Anwar ini.
Ok….
Nah, drama-drama soal hakim MK dan MKMK ini kan jelas jadi sorotan publik ya. Banyak pihak yang ikutan speak up, guys. Salah satunya dari kubu sebelah, alias Relawan Mahfud MD. Menurut Ketua Relawan Mahfud MD Mohammad Supriyadi, Anwar Usman tuh harusnya nggak cuma diberhentikan sebagai ketua aja, tapi juga dari jabatannya sebagai hakim konstitusi. Secara ini tuh ngomongin masalah etik ya, pelanggaran berat pula. In that sense, Supriyadi ngeliatnya kalau cuma sanksi administratif tuh ya kureng banget, guys.
Now tell me about the “om” thing…
On that, Jadi kan emang Putusan MK soal batas usia capres-cawapres ini dinilai banyak pihak sangat sarat sama konflik kepentingan. Yep, as we all know putusan itu kan menguntungkan buat Mas Gibran, di mana Mas Gibran tuh keponakannya Pak Anwar. Dengan dikabulkannya putusan itu, menurut Supriyadi, ya sama aja dengan bikin reputasi dan marwah MK jelek, guys. Karena ya balik lagi, ini masalah etik.
Fundamental yekan.
Got it. Anything else I should know?
Fundamental yekan.
Of course. The same thoughts were also spoken by praktisi hukum dari Maklumat Juanda, Todung Mulya Lubis. Menurut Todung, putusan MKMK tuh “Langkah yang bagus tapi antiklimaks”, guys. Yep, antiklimaks. Soalnya kalau kata Bang Todung, Pak Anwar tuh harusnya diberhentiin secara tidak hormat dari hakim konstitusi, bukan cuma dari jabatannya sebagai ketua aja. Alasannya, ya karena kalau diliat dari putusan MKMK kemaren, Anwar Usman tuh terbukti melanggar berbagai kode etik dan prinsip yang harusnya dijunjung tinggi sama hakim, guys. Apalagi di sini hakim posisinya tuh sebagai penegak hukum yang kudu jujur dan kudu adil dalam setiap prosesnya. Tapi balik lagi, Bang Todung juga kayak, “Yaudah” gitu. “Semoga besok-besok MK bisa nanganin perkara lebih imparsial, taat hukum, dan taat etika.”
Got it. Anything else I should know?
Anyways, di saat banyak orang ngomongin soal Anwar Usman yang harus diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim konstitusi, ketentuan mengenai hakim konstitusi ini ada aturannya lo, sesuai dengan yang tertuang dalam UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Nah berdasarkan aturannya, seorang hakim konstitusi tuh bisa diberhentikan secara tidak hormat kalau memenuhi beberapa kriteria, di antaranya: Terjerat pidana penjara dengan hukuman lima tahun penjara atau lebih, terus melakukan perbuatan tercela, nggak hadir sidang lima kali berturut-turut, tanpa alasan yang sah, melanggar sumpah, menghambat kinerja MK, rangkap jabatan, sampai nggak lagi memenuhi syarat sebagai hakim konstitusi.