Dokter Umum Diminta Menjadi Dokter Kandungan

Admin
UTC
3 kali dilihat
0 kali dibagikan

First stop, on pernyataan Menkes soal dokter umum yang diminta jadi obgyn...

All you need to know...
Belakangan ini, dunia kesehatan lagi rame seiring dengan pernyataan Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin, soal usulannya untuk ngasih kewenangan buat  dokter umum untuk melakukan operasi caesar a.k.a C-section. Usulan ini disampaikan dalam dialog Menkes Budi dengan jurnalis Rosiana Silalahi di acara Rosi Kompas TV itu memicu perdebatan di kalangan tenaga medis (nakes) sampai masyarakat umum.

Why is that controversial?

Ya soalnya... selama ini kan dokter umum bisa bantunya buat yang lahiran normal aja kan. Kalo yang ceasar udah pasti harus sama dokter obgyn. FYI, usulan ini muncul dari kunjungan Menkes Budi ke beberapa daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) di Indonesia, kayak Pulau Nias, Pulau Taliabu, juga Pulau Anambas. Di daerah itu, ditemukan banyak kasus perempuan yang meninggal dunia ketika melahirkan karena enggak dapat penanganan yang tepat dari dokter obgyn.

Go on...

Ya makanya, Menkes Budi menganggap dokter umum juga harusnya boleh diajari untuk melakukan tindakan operasi caesar jika enggak ada dokter spesialis kandungan di sebuah daerah. But, pernyataan Menkes itu langsung mengundang respons berbagai kalangan, sebab dokter yang boleh melakukan tindakan operasi harus menempuh Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dulu.

Gimana komentarnya?
Well, menurut pendapat Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Bedah Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto, melatih dokter umum untuk melakukan bedah caesar harusnya enggak jadi opsi utama Menkes buat menangani krisis dokter spesialis di Indonesia. Idealnya, Menkes harus melakukan pemetaan daerah yang membutuhkan dokter obgyn baru bisa mendistribusikan dokter obgyn merata ke seluruh wilayah kabupaten/kota di Indonesia. Nah, kalau pemerintah udah menyatakan enggak sanggup mendistribusikan obgyn, baru bisa kasih kewenangan dokter umum buat melakukan bedah caesar. Itu pun harus dilakukan dalam kondisi-kondisi darurat atau emergency saja.

Now, over to you, Kemenkes...
Menurut keterangan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, program ini hanya berlaku buat dokter umum di daerah 3T atau Daerah Terpencil Perbatasan Kepulauan (DTPK) yang masih sangat sedikit distribusi dokter spesialis kandungannya. Hingga Selasa (13/5), Kemenkes masih mengkaji wacana ini bersama dengan Kolegium Kesehatan Indonesia (KKI) dan Kolegium Obgyn.

Ada yang pro sama usulan ini enggak?
Yep, ada, gaes. Kalo menurut pemerhati kesehatan masyarakat dari UI Ngabila Salama, dirinya sih setuju sama usulan dari Menkes Budi. Tapi, menurutnya dokter yang dilatih harus dokter yang sedang mengikuti PPDS atau residen obgyn. Dokter-dokter PPDS ini akan didata, diberi pelatihan bedah caesar, selanjutnya dipetakan untuk dikirim bertugas ke daerah-daerah 3T. Skema ini diharapkan bisa kasih pelayanan terbaik buat ibu hamil di seluruh wilayah Indonesia.

I believe DPR has a say...
Yes, salah satu anggota Komisi IX DPR RI, Cellica Nurrachadiana, menyayangkan usulan Menkes Budi yang memicu kesalahpahaman publik. Statement Menkes itu dianggap bisa menyesatkan publik dan punya risiko menurunkan standar keselamatan pasien. Persalinan dengan operasi caesar adalah tindakan medis berisiko yang harus di-handle oleh dokter yang berpengalaman.  Ketimbang membuat statement yang membuat geger publik, Cellica menyarankan agar pemerintah fokus ke solusi buat mengatasi kekurangan dokter spesialis di daerah-daerah 3T. Selain itu, Cellica mendorong pemerintah membuka jalur afirmasi buat putra-putri dari daerah 3T agar bisa menempuh PPDS  supaya bisa mengabdi di daerah asalnya setelah lulus nanti.

So, what's next, then?

Pihak IDI sebetulnya udah melakukan pemetaan dokter kandungan dan  setidaknya ada 1.000 dokter obgyn yang siap didistribusikan ke daerah-daerah membutuhkan. But, distribusi ini butuh anggaran sebesar Rp1,2 triliun/tahun buat memastikan kesejahteraan dokter. Menurut Slamet, pemerintah baiknya menganggarkan dana pengadaan SDM ketimbang pembelian alat kesehatan. Hal ini penting sekali buat memastikan SDM tersedia sebelum membeli berbagai alkes penunjang fasilitas kesehatan.

Alright. Anything else?

FYI guys, despite the efforts, Indonesia ini emang kekurangan dokter spesialis. Menurut data Kemenkes, secara rata-rata sebanyak 30 provinsi di Indonesia masih kekurangan dokter spesialis. Itungannya, Indonesia masih kekurangan 31.481 dokter spesialis untuk melayani sekitar 277.432.360 penduduk pada 2023. Menurut Direktur Penyediaan Tenaga Kesehatan Kemenkes Oos Fatimah, masih ada 29 provinsi yang kekurangan dokter spesialis jantung, dan 31 provinsi kekurangan dokter spesialis anak. Selanjutnya, ada 28 provinsi kurang dokter spesialis penyakit dalam, 23 provinsi kurang spesialis obgyn, 33 provinsi kekurangan dokter spesialis radiologi, paru, dan BKTV, serta 29 provinsi kekurangan dokter spesialis saraf.

Udah dikit tapi masih di-bully tuh gimana deh...

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.