Admin
UTC
2 kali dilihat
0 kali dibagikan
What’s coming back after 20 years?
Ekspor pasir laut.
Iya. 15 Mei kemarin, Presiden Joko Widodo resmi menandatangani aturan soal ekspor pasir laut, guys. Aturan ini legit bolehin sejumlah pihak buat mengeruk pasir laut Indonesia, padahal tindakan ini udah dilarang sejak tahun 2002 lalu. Makanya, keputusan Pak Jokowi ini pun menimbulkan berbagai penolakan deh.
Sorry gimana?
Kamu pastinya tahu dong kalau yang namanya laut tuh pasti juga mengandung pasir? Nah pasir laut ini turns out bisa banget dijadiin cuan. Yep, pasir laut tuh bisa banget ditambang, dikeruk, diangkut, sampai dibawa ke luar negeri juga bisa.
I know. But is it good though?
Nah, little did we know tindakan kayak gini tuh bahaya banget buat ekosistem laut, guys. Iya, namanya pasirnya diambil, maka mungkin banget air laut jadi keruh dan menyebabkan rusaknya terumbu karang dan ekosistem laut in general. Belum lagi penetrasi cahaya yang berkurang ke dasar laut dan tentunya bahaya buat organisme di dalam air. Belum lagi abrasi pantai, makin naiknya permukaan air laut, riweuh deh. Makanya dengan berbagai pertimbangan kerusakan lingkungan tadi, di 2002 lalu, di bawah pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemerintah akhirnya melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap si pasir laut ini, guys. Termasuk ekspor pasir laut juga dilarang.
Okay…
Nah 20 tahun berlalu, di tahun 2023 ini Presiden Jokowi justru menerbitkan aturan baru yang bertolak belakang banget sama instruksinya Bu Mega pada saat itu. Yep, lewat PP Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, sejumlah pihak udah bisa ngeruk pasir laut kita dengan dengan kapal isap gitu. Biar sedimentasi yang ada di laut juga itung-itung dibersihkan juga, daripada numpuk yekan. Makanya sekalian aja kapal dalam negeri atau kapal luar negeri itu ngisep pasir lautnya, terus dipakai buat berbagai keperluan kayak reklamasi, pembangunan infrastruktur, pembangunan prasarana oleh pengusaha, dijual ke luar negeri, dll.
Harus banget diekspor yha?
Nah dalam ketentuannya di Pasal 9, Pak Jokowi bolehin pasir laut itu diekspor asalkan kebutuhan di dalam negeri udah terpenuhi, terus udah harus dapat acc dari Kementerian Perdagangan juga, dan ofc harus sesuai sama peraturan perundang-undangan. Nggak cuma itu, kalau mau dijual lagi, di pasal 10 Pak Jokowi juga bilangnya perusahaan yang ngejual ini udah harus dapat acc izin usaha pertambangan dari Menteri ESDM atau Gubernur setempat. Terus perusahaannya juga harus bayar pajak dan pungutan lainnya juga. Jadi yha nggak bisa sembarangan main keruk terus dijual gitu aja, gengs.
Kayak, lingkungan rusak cuma buat duit.
Iya, sedih ya. Makanya banyak yang menolak aturan baru ini, salah satunya Bu Susi Pudjiastuti, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan. In this case, Bu Susi berharap banget semoga peraturan ini dibatalkan. Bukannya apa, tapi emang kerugian lingkungannya bakal jauh lebih besar kalau kata Bu Susi. Lewat akun Twitter-nya, Bu Susi bilang, “Climate change sudah terasakan dan berdampak. Janganlah diperparah dengan penambangan pasir laut.”
HEMMM….
Selain itu, Greenpeace, sebuah NGO yang vokal when it comes to environmental issues juga bilangnya penjualan pasir laut tuh cuma bakal mengganggu kehidupan masyarakat di pesisir, gengs. Padahal kita tahu bahwa mereka menggantungkan banget hidupnya di laut. Greenpeace bahkan ngeliatnya pemerintah tuh sering banget blunder. Iya, dibilang keberlangsungan ekosistem laut harus jadi landasan kebijakan, eh taunya malah merusak ekosistem laut. Jadi yha gitu, maunya jalan pintas aja. “Kayak nggak pernah belajar dari kesalahan,” kata mereka gitu.
Okay. Anything else I should know?
Nah menyikapi PP yang baru aja ditandatangani Jokowi ini, sampai saat ini Kementerian Kelautan dan Perikanan masih terus nge-detail-in lagi peraturannya ntar bakal gimana. Iya, teknis turunannya sekarang masih dibahas secara internal di KKP. Harapannya sih bakal segera rilis Peraturan Menteri-nya. Tapi yang pasti, pihak KKP bilang pihaknya bakal mengatur gimana caranya si ekspor pasir laut ini tetap nggak bakal merusak lingkungan. Nggak kayak sebelum tahun 2002 kemaren deh.