99% Populasi Global Terpapar Udara Tidak Sesuai Standar WHO

Admin
UTC
15 kali dilihat
0 kali dibagikan

When we know we deserve cleaner air to breathe...

but we can't run from it.

Guys, apa yang kalian rasain pas menghirup udara sejuk pagi hari di pedesaan? Rasanya lega dan semriwing, bikin mood jadi bagus seharian, kan? Tapi, bisa menghirup udara yang berkualitas baik termasuk privileged yang nggak semua orang bisa alami setiap hari, loh.


Really?

Yep, menurut laporan WHO, sekitar 99% populasi global terpapar udara yang nggak sesuai standar ketat WHO, yaitu batas konsentrasi partikel PM2,5 sebesar 15 mikrogram per meter kubik (ug/m3) dalam 24 jam.  Di dalam udara yang tercemar itu ada gas berbahaya atau partikel-partikel kecil tak terlihat yang bisa masuk ke tubuh kita. Menurut perkiraan WHO, hal ini menyebabkan kematian lebih cepat tujuh juta orang tiap tahunnya. Menurut Tanushree Ganguly dari Energy Policy Institute of Chicago di India, udara yang tercemar nggak hanya ketika kondisi sekitar terlihat berkabut aja.


Okay. Go on...

Well, ada jutaan orang yang tinggal di kota-kota dengan kabut asap paling tinggi di dunia, beberapa di antaranya ada di kawasan Asia, seperti Hanoi, New Delhi; Dhaka, Bangladesh; Bangkok dan Jakarta, Indonesia. Berbagai polutan udara yang ada di sekitar kita berasal dari pembakaran benda-benda, kayak bahan bakar sampai tanaman atau pepohonan. Proses pembakaran itu menghasilkan partikel-partikel super halus yang bahayakan buat kesehatan kita. Belum lagi polusi dari kendaraan, industri maupun orang ngerokok jadi makin memperparah buruknya udara yang kita hirup.


Tell me more about its danger...

Alright, menurut Health Effects Institutepolusi udara jadi faktor risiko kematian dini terbesar kedua secara global setelah tekanan darah tinggi. Dalam jangka pendek, paparan polutan udara bisa memicu asma dan meningkatkan risiko jantung dan stroke pada lansia atau orang dengan riwayat kesehatan. Sedangkan, efek jangka panjangnya bisa menyebabkan masalah serius pada kesehatan jantung dan paru-paru. Analisis terbaru UNICEF menemukan bahwa lebih dari 500 juta anak di kawasan Asia Timur dan Pasifik menghirup udara yang nggak sehat. Menurut Direktur Regional UNICEF untuk Asia Timur, June Kunugi polusi udara mengganggu pertumbuhan, membahayakan paru-paru, bahkan mempengaruhi kemampuan kognitif anak-anak.


:(

Yep, ada lebih dari 6.000 kota yang ada di 117 negara memantau kualitas udara dengan menggunakan aplikasi seluler cuaca. Tujuannya buat cari tahu soal informasi kualitas udara hari itu. Dengan melihat result itu, masyarakat bisa tahu tingkat kualitas udara dan mempertimbangkan buat beraktivitas di rumah saja atau menggunakan masker ketika keluar rumah. But, tiap negara punya standar kualitas udara yang berbeda karena penggunaan skala AQI yang berbeda. Skala AQI ini bentuknya skala numerik yang makin besar angkanya berarti makin buruk kualitas udaranya, guys.


Terus, how to protect ourself better?

Well, cara paling gampang buat menghindari udara buruk berlebihan adalah dengan stay at home. Kalo pun harus keluar, menggunakan masker seperti masa Pandemi COVID-19 beberapa tahun lalu bisa jadi solusi. Tapi, nggak semua orang punya privileged buat stay at home all day. Nggak cuma waspada sama udara buruk di luar rumah, polusi udara dalam ruangan dari aktivitas memasak atau pembakaran dupa juga perlu kita waspadai juga, nih. Anyway, salah satu opsi yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah menggunakan air purifiers di dekat kita.


Apa aja plus minusnya tuh?

Okay, air purifiers bisa bantu mengurangi polusi udara dalam ruangan. Cara kerjanya dengan menarik udara melewati filter yang memerangkap polutan dan melepaskan udara yang lebih bersih setelahnya. But, unfortunately, alat ini cuma efektif dipakai di ruangan yang kecil, kalau dipakai di ruangan besar nggak bakal ngaruh apa-apa. Lebih jauh, menurut penelitian kualitas udara di World Resources Institute (WRI), mayoritas masyarakat negara berkembang yang terdampak udara buruk nggak mampu buat beli air purifiers.


I see. Anything else?

Yes. FYI, sumber utama dari intensitas polusi udara di kota-kota besar di berbagai negara nggak sama, guys. Misalnya, di Jakarta, polusi udara disebabkan oleh asap sepeda motor tua dan mesin boiler industri. Lalu, di Thailand dan India, polusi udara berasal dari pembakaran limbah pertanian. Lalu, polusi udara di Dhaka, Bangladesh dipicu dari tempat pembakaran batu bara. Beralih ke benua Amerika, polusi udara di Brazil dan Amerika Utara berawal dari kebakaran hutan musiman.

© 2025 Catch Me Up!. All Rights Reserved.